HARTABUTA :
Selasa, 7-11-2023.
Sono Puspahadi  merasa terberkati.
merasa terberkati.
Silsilah Ki Ageng Giring dan Kisah Wahyu Gagak Emprit .....
Sumber :



Komentar
- Balas
- Bagikan
Fajar Lh Wijaya
Penting ini mas Sono Puspahadi
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
- Lihat Terjemahan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Kisah utuhnya kurang lebih sebagai berikut :
Kisahnya berawal dari kanjeng Sunan Kalijaga meminta 2 orang ini untuk melakukan tirakat . 
Ki
 Ageng Pemanahan diminta bertapa di bukit blimbing alias pertapaan 
kembang lampir ....tapa ngluweng (bertapa dalam sebuah lubang) ....
Kenapa
 pada akhirnya dinamai pertapaan kembang Lampir ...karena pada saat itu 
ada pohon yang mati tetapi memiliki bunga atau kembang.  Ki Ageng 
Pemanahan diminta untuk mencari daerah dengan ciri seperti itu sebagai 
tempat bertapa / tirakat ....
Sementara
 , Ki Ageng Giring lll diberi sebuah kelapa kering untuk ditanam yang 
akhirnya tumbuh menjadi pohon kelapa berbuahkan kelapa nunggal (buah 
kelapa satu-satunya ) ....
Saat
 bertapa ngluweng di bukit blimbing (kelak dikenal sebagai pertapaan 
kembang lampir ) , Ki Ageng pemanahan ditemui oleh Kanjeng Ratu Kidul , 
diberi wejangan dan strategi untuk mengawali pondasi dinasti Mataram 
.... Saat itu sedang ada sayembara dari Adipati Pajang untuk mengalahkan
 Aryo Penangsang .... Ki Ageng Pemanahan diberi petunjuk strategi untuk 
menemui Kanjeng Ratu Kalinyamat dan bagaimana mengikuti sayembara dari 
Adipati Pajang .... ( The Untold Story )
Setelah Kanjeng Ratu Kidul selesai memberi wejangan dan strategi dan kembali .... ( The Untold Story' )
Ki
 Ageng Pemanahan ditemui oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang meminta Ki 
Ageng pemanahan menyudahi tapa ngluweng di bukit blimbing dan pergi ke 
rumah kakak angkatnya , Ki Ageng Giring lll ....
Ki
 Ageng Giring lll yang sudah menanam bibit kelapa dan menjadi pohon 
kelapa berbuah kelapa nunggal ... merasa sangat senang ....terlebih 
setelah ada suara yang  menyatakan bahwa siapapun yang meminum buah 
kelapa tersebut , keturunannya akan menjadi raja -raja di Tanah Jawa 
....
Dipetiklah
 buah kelapa tersebut .... Ki Ageng Giring Ill , meletakkan buah kelapa 
di para-para dapur rumah, dengan niatan setelah bekerja mencangkul di 
pekarangan / sawah akan bisa meminum buah kelapa tersebut dalam sak 
endegan (satu kali tarikan napas langsung abis diminum) ....
Ki Ageng Pemanahan berjalan dari bukit blimbing / kembang lampir menuju kediaman kakak angkat nya , Ki Ageng Giring lll ...
Setelah berjalan jauh , Ki Ageng pemanahan merasa haus , dan melihat ada buah degan ijo di para-para dapur rumah kakak ....
Ki
 Ageng Pemanahan meminta ijin kakak ipar angkat nya , sang nyai Ageng 
Giring lll .... Sang nyai sudah melarang , tapi apa daya Ki Ageng 
Pemanahan sudah haus sekali dan bersedia dimarahi oleh Ki Ageng Giring 
lll ... Diminumlah degan ijo tersebut , saking haus nya , degan ijo 
tersebut habis diminum sak endegan (satu kali tarikan napas abis 
diminum) .....
Selesai
 diminum, datanglah Ki Ageng Giring llll , bertanya kepada istri dan 
adik angkatnya .... kemana gerangan degan ijo ....dijawab lah oleh Ki 
Ageng pemanahan bahwa degan ijo tersebut sudah abis diminum olehnya ....
 
Menangislah
 , Ki Ageng Giring lll .... Wahyu di depan mata dan sudah ditangan 
ternyata lepas ke tangan adik angkatnya sendiri ....
Ki
 Ageng Giring lll-pun menerangkan kepada adik angkatnya , bahwa ada 
suara gaib yang menjelaskan bahwa siapapun yang meminum degan ijo 
tersebut dipercaya kelak akan menurunkan raja-raja tanah Jawa ....
Ki
 Ageng Giring lll meminta dengan sangat berulang-ulang  kepada Ki Ageng 
pemanahan agar kelak keturunannya bisa bergantian menjadi penguasa / 
raja di tanah Jawa ...... 
Setelah
 permintaan yang ke-7 kali , barulah Ki Ageng Pemanahan menganggukkan 
kepala menyetujui permintaan ki Ageng Giring Ill tersebut ...
Setelah
 kesepakatan tersebut (kelak dikenal sebagai Perjanjian Ki Ageng Giring )
 , Ki Ageng pemanahan undur diri .....sementara Ki Ageng Giring lll 
pergi ke sebuah sungai menumpahkan rasa sedihnya , kelak sungai tersebut
 dikenal dengan nama sungai Gowang ..... 
Demikianlah ...
Pada akhirnya , Ki Ageng Giring Ill ternyata hanya menggiring Wahyu , sehingga dia dikenal sebagai Ki Ageng Giring ....
Sementara
 , Ki Ageng Pemanahan ternyata yang memperoleh / memanah Wahyu 
.....kelak disebut Ki Ageng Pemanahan , selain beliau memiliki tanah 
perdikan di daerah Manahan , Surakarta ....
Bukti
 bahwa Puger memang keturunan Giring yang ke-7, dapat dilihat dalam 
Babad Nitik Sultan Agung. Babad ini menceritakan bahwa pada suatu ketika
 parameswari Amangkurat I, Ratu Labuhan, melahirkan seorang bayi yang 
cacat. Bersamaan dengan itu isteri Pangeran Arya Wiramanggala, keturunan
 Kajoran, yang merupakan keturunan Giring, melahirkan seorang bayi yang 
sehat dan tampan. Amangkurat mengenal Panembahan Kajoran sebagai seorang
 pendeta yang sakti dan dapat menyembuhkan orang sakit. Oleh karena itu 
puteranya yang cacat dibawa ke Kajoran untuk dimintakan penyembuhannya. 
Kajoran merasa bahwa inilah kesempatan yang baik untuk merajakan 
keturunannya. Dengan cerdiknya bayi anak Wiramanggala-lah yang 
dikembalikan ke Amangkurat I (ditukar) dengan menyatakan bahwa upaya 
penyembuhannya berhasil. Sudah ditakdirkan bahwa Amangkurat III, putera 
pengganti Amangkuat II berwatak dan bernasib jelek Terbukalah jalan bagi
 Pangran Puger untuk merebut tahta. (Ini dari situs tembi. net)
Tentang
 bayi yang ditukar ini saya tidak mau bilang benar atau tidak benar , 
karena pangeran Puger sendiri adalah juga bisa disebut keturunan Giring 
dari jalur ibu .... Istri Amangkurat l atau Ibunda pangeran Puger adalah
 Nimas Ayu Wulan (putri dari Raden Ayu Kajoran ). Sementara Raden Ayu 
Kajoran adalah anak pangeran Purbaya ll. Pangeran Purbaya adalah cucu 
Niken Purwosari . Niken Purwosari sendiri adalah putri Ki Ageng Giring 
lll.
- Balas
- Bagikan
- Diedit
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Mas Ha Ge (Hanung)
Siapakah keturunan ketujuh Ki Ageng Giring III ?
Ada di silsilah bawah ini ....
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Syaiful AZ
Urun rembug poro sedulur 
Pangeran Puger bin pangeran Aria wira menggala bin Panembahan raden kajoran bin mbah sambu Lasem bin pangeran benowo. 
Diolah dari berbagai sumber:  
1. Babad nitik Sultan Agung
2. Catatan keluarga seorang kyai
3. Dll
- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Nafsi-nafsi ....
Saya tetap pegang versi catatan kraton Jogja dan kraton solo
- Balas
- Bagikan
Syaiful AZ
Ya Sono Puspahadi nafsi nafsi... Kalau saya pegang punya kyai... Dan tdk perlu di perdebatkan.
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Syaiful AZ
Diatas sudah dilampirkan WallahuAklam... Masak gak tahu..
- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Tahu ... Tapi gak perlu juga nulis tidak perlu diperdebatkan ....
Lha wong ga ada yang debat. .. simple tho ??
- Balas
- Bagikan
Syaiful AZ
Siapa juga debat... Gak ada... Santai aja kale
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Raden Prabu Arya Damar
punten, ada uang tahu trah silsilah Raden Arya Damar ?
Data nya terputus.
Matur Suwon
- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Copas : 
PENGORBANAN RARA LEMBAYUNG DEMI MASA DEPAN PUTRANYA
Dibalik
 cerita besar tentang wahyu Keraton Mataram yang melibatkan tokoh Ki 
Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan, terdapat kisah Rara Lembayung 
yang tak kalah menarik. Dalam cerita tutur masyarakat, kisah ini turut 
mewarnai perjalanan Kerajaan Mataram di kemudian waktu.
Cerita
 tutur tersebut mengenai kisah anak Ki Ageng Giring III yang bernama 
Rara Lembayung Niken Purwasari. Ia memiliki nama besar Kanjeng Ratu 
Giring. Ketokohannya cukup akrab di telinga masyarakat Desa Sodo 
Kecamatan Paliyan Kabupaten Gunungkidul. Pada pentas-pentas seni 
pertunjukan kethoprak, kisah tokoh Rara Lembayung tersebut sering 
dimainkan dan menjadi adegan klimaks yang mengharu-biru.
Juru
 Kunci Makam Ki Ageng Giring III, Yusuf Fajarudin saat ditemui di 
komplek makam pada Senin (23/4/18) berkisah tentang perjalanan hidup 
Rara Lembayung Niken Purwasari. Disebutkan, atas nasehat kakak ipar 
sekaligus penasihat Ki Ageng Pemanahan yaitu Ki Juru Mertani, agar kuat 
dalam meneruskan tampuk kekuasaan Kasultanan Mataram, maka Ki Ageng 
Pemanahan harus bergabung atau menyatu dengan Ki Ageng Giring III.
“Memang
 benar yang meminum degan (air kelapa muda) “Gagak Emprit” lambang wahyu
 keraton ialah Ki Ageng Pemanahan, tetapi yang menemukan atau 
mendapatkannya Ki Ageng Giring III. Maka Ki Ageng Pemanahan menuruti 
nasehat Ki Juru Martani,” ujar lelaki berjuluk Mas Bekel Anom Surakso 
Fajarudin ini.
Maka,
 dijodohkanlah Suta Wijaya sang penerus pemimpin Mataram anak dari Ki 
Ageng Pemanahan yang di kemudian waktu dikenal sebagai Panembahan 
Senapati dengan Rara Lembayung anak Ki Ageng Giring III. Disebutkan, 
meski disebutkan diperistri oleh Panembahan Senapati, akan tetapi 
Kanjeng Ratu Giring tak tinggal di lingkungan keraton.
Yusuf
 Fajarudin menyebutkan, Rara Lembayung memang istri tertua, tetapi bukan
 merupakan istri permaisuri dari Panembahan Senapati yang menjadi Raja 
Mataram yang berkuasa dari 1575-1603. Singkat cerita, Rara Lembayung 
mengandung bayi dari Sutawijaya dan lahir anak laki-laki yang diberi 
nama Jaka Umbaran.
Dalam
 penuturan Yusuf Fajarudin, tak diketahui apa alasan Panembahan Senapati
 menghendaki dan meminta kepada Rara Lembayung agar kelak ketika si bayi
 lahir tidak boleh diberitahu mengenai siapa ayahnya. Sebagai seorang 
istri yang patuh Rara Lembayung menyanggupinya.
Disebutkan
 kemudian, anak Rara Lembayung yang diberi nama Jaka Umbaran tumbuh dan 
beranjak dewasa bersama ibu dan keluarga kakeknya Ki Ageng Giring III. 
Pada suatu hari, anak yang beranjak dewasa tersebut menanyakan kepada 
sang ibu, mengenai siapakah ayahnya. Akhirnya, Rara Lembayung tak sampai
 hati ketika Jaka Umbaran ingin mengetahui perihal tersebut.
Dalam
 versi cerita lain disebutkan, bahwa pengakuan Rara Lembayung mengenai 
siapa ayah Jaka Umbaran itu hanya disampaikan melalui pasemon 
(kiasan-kiasan petunjuk). Tidak secara langsung menyebut nama sang ayah.
 Petunjuk tersebut menyebutkan, bahwa ayah Jaka Umbaran ialah pemilik 
alun-alun atau tanah yang sangat luas di pusat kerajaan.
Kemudian,
 berangkatlah Jaka Umbaran mencari tahu pemilik tanah yang luas itu. 
Sesampainya di kawasan alun-alun pusat kerajaan, dirinya kesulitan 
mendapat akses masuk untuk mencari tahu ke dalam keraton. Maka ia 
mempunyai siasat, Jaka Umbaran berbuat onar.
Setelah
 berbuat onar, ia ditangkap dan menyampaikan niatnya hendak menemui 
ayahnya pemilik alun-alun yang luas. Lantas dirinya pun dikirim ke ruang
 Keraton Mataram. Di hadapan raja yang tak lain ayahnya sendiri, Jaka 
Umbaran menyampaikan asal usul dirinya.
Mendengar
 cerita Jaka Umbaran, Panembahan Senapati sadar, bahwa yang berada di 
hadapannya ialah keturunannya. Dirinya kecewa kepada Rara Lembayung yang
 telah mengingkari janji. Lantas Panembahan Senapati menyampaikan 
syarat, Jaka Umbaran akan diakui sebagai anak setelah syarat yang 
diminta terpenuhi.
“Jaka
 Umbaran diberi keris tanpa warangka (sarung). Dirinya diperintah 
Panembahan Senapati untuk mencari sarung keris tersebut berupa kayu 
cendhana sari bergaris putih,” tutur Yusuf Fajarudin.
Selanjutnya,
 kembalilah Jaka Umbaran ke kediaman ibunya. Setiba di rumah ia lantas 
menyampaikan permintaan Panembahan Senapati. Seketika itu pula Rara 
Lembayung sadar bahwa Panembahan Senapati tidak suka atas tindakannya 
yang telah ingkar janji. Rara Lembayung tidak mau hidup dihantui rasa 
malu. Ia hanya berkeinginan agar kelak dikemudian hari, anaknya mendapat
 pengakuan sebagai putra raja.
Dalam
 sekejap Rara Lembayung menabrakkan tubuhnya ke keris yang masih 
dipegang anaknya. Keris menghunjam tubuhnya. Rara Lembayung atau Kanjeng
 Ratu Giring meninggal dunia. Ia mendahului ayahnya Ki Ageng Giring III 
ke alam kelanggengan.
Menurut
 uraian juru kunci, Jaka Umbaran tidak menyadari bahwa syarat yang 
diminta Panembahan Senapati adalah kematian ibunya. Kematian sang ibu 
itu menyadarkan Umbaran, bahwa yang dimaksud sarung keris kayu cendhana 
sari  bergaris putih tak lain justru sang ibunya, perempuan yang telah 
melahirkan dirinya.
Takdir
 telah tergaris. Jaka Umbaran kemudian kembali ke Keraton Mataram. Ia 
diangkat menjadi senapati memerangi para musuh Panembahan Senapati. 
Disebutkan kemudian, ia diberi gelar sebagai Pangeran Purbaya yang 
berjuluk Banteng Mataram.
Masyarakat
 lokal khususnya di Desa Sodo sangat mengagumi tokoh Rara Lembayung atau
 Kanjeng Ratu Giring. Ia dipandang sebagai seorang perempuan yang rela 
berkorban, rela mati demi kemuliaan anaknya.
Pintu gerbang memasuki kompleks makam Ki Ageng Giring III di Desa Sodo Paliyan. KH/Kandar.
Makam
 Kanjeng Ratu Giring berada di sebelah timur makam Ki Ageng Giring. 
Masyarakat yang berziarah selain berdoa di pusara Ki Ageng Giring, 
sebagian juga menyempatkan berdoa di dekat batu nisan makamnya. Tidak 
sedikit yang hadir sengaja langsung menuju ke makam tanpa cungkup  
(bangunan beratap sebagai pelindung) itu. Tak hanya warga lokal, warga 
manca juga banyak yang mengunjunginya.
Yusuf
 Fajarudin menyebutkan, juru kunci makam yang pertama kali adalah Madio 
Kromo Sutoreko, kemudian dilanjutkan generasi setelahnya, Surakso Sedono
 dan Imam Musdi pernah membangun cungkup. Namun, ketika sore hari 
selesai dibangun, esok hari bangunan cungkup bergeser. Begitu 
seterusnya.
Kemudian
 salah satu dari juru kunci mendapat petunjuk, bahwa Kanjeng Ratu Giring
 tidak bersedia dibangun cungkup di pusaranya. Berdasar sasmita atau 
petunjuk yang diterima pula, ia tidak mau lantaran masih merasa prihatin
 dengan kondisi anak cucunya. Dalam sasmita tersebut, Kanjeng Ratu 
Giring menegaskan dirinya tidak takut panas dan hujan.
Yusuf
 Fajarudin menerangkan, untuk berkunjung ke makam Kanjeng Ratu Giring, 
ada jenis sajen khusus. Sajen khusus berupa kinang dadi (uba rampe 
kunyahan daun sirih) dan daun mawar putih. Kemudian bagi perempuan tidak
 boleh memasuki kawasan makam jika sedang datang bulan.
Ada
 adat kebiasaan sehari-hari yang masih dipegang warga Desa Sodo dan 
sekitarnya yang erat kaitannya dengan Kanjeng Ratu Giring. Ketika 
menyebut daun lembayung, mereka mengganti sebutan dengan daun kacang. 
Nama ‘Lembayung’ disakralkan oleh masyarakat setempat secara 
turun-temurun.
“Misalnya
 jika hendak bilang, mau memasak sayur daun mbayung, maka diganti mau 
memasak daun kacang. Seperti itu sudah sejak zaman dahulu,” imbuh lelaki
 ramah ini.
Hal
 lain yang disampaikan Yusuf Fajarudin yakni terkait keberadaan makam 
Nyi Ageng Giring III. Hingga saat ini pusara peristirahatan Nyi Ageng 
Giring III tidak ditunjukkan keberadannya. Hanya juru kunci secara turun
 temurun saja yang mengetahui, mereka tidak diperkenankan menunjukkan 
atau menginformasikan ke siapapun. Hal tersebut merupakan rahasia 
estafet yang belum diketahui akan dibuka sampai kapan.
“Saya juga tahu letaknya namun tidak berani menyampaikan. Tidak tahu sampai kapan rahasia ini dibuka,” tukas Yusuf.
***
- Balas
- Bagikan
Kristanto Susilo
Mengharukan ceritanya, njih. Mtr nwn sampun kersa berbagi, raahyu 

- Balas
- Bagikan
- Diedit
- Balas
- Bagikan
 
Daffa Aditya Rizky
Untuk trah dari Pangeran Purbaya/Raden Jaka Umbaran dari mana ya? Apakah ada? Suwun

- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Jaka umbaran itu putra panembahan Senopati dan Niken purwosari ....
Niken purwosari dari trah giring ...lihat Bagan di atas ...
Panembahan Senopati bagan silsilah sudah terlalu sering dibahas
- Balas
- Bagikan
Hadi
Ikut lihat mas duskusinya 
- Balas
- Bagikan
Bundindit Psr
Menopo saged email teng pungky.hasan@gmail.com
- Balas
- Bagikan
- Lihat Terjemahan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Foto foto di atas sudah bisa di download atau di save as .... 
Jadi gak perlu minta email ke saya.... Lha wong semua data sudah di share ......
- Balas
- Bagikan

YOUTUBE.COM
3 Istri Prabu Brawijaya V Yang Menurunkan Raja-Raja Di Tanah Jawa
- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Di bagian atas Bagan silsilah itu SALAH ... Putri China Siu Banci yang dinikahkan dengan Arya Damar
- Balas
- Bagikan
Guntur Fajar
Kok ada versi Wahyu Gagak Emprit turun di daerah Sambi, Boyolali termasuk juga Makam Ki Ageng Giring juga di sana.
Mohon dijelaskan kanjeng admin





- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
Mudah verifikasinya ....
Coba datang ke pertapaan kembang lampir ....
Rasakan sendiri saat di sana ...
Sudah di konfirmasi oleh kraton Jogja ....
Tempat turunnya Wahyu gagak emprit itu cuma satu yaitu kembang lampir ...
Nuwun ...
- Balas
- Bagikan
Sono Puspahadi



Pembuat
Admin
Info : 
Saya barusan kick satu mahluk lagi dari grup ini ... 
Jangan karena merasa umur lebih tua terus nulis nggak sopan sama founder admin ...
Saya orang nya mah simpel , begitu diperlakukan nggak sopan , saya blokir ...
Ora migunani blas buat saya , nggak perlu dikeep di grup ini 




- Balas
- Bagikan
- Diedit
Sunarto Sastrodiharjo
Panjenengan leres kangmas.
- Balas
- Bagikan
- Lihat Terjemahan
Sono Puspahadi
Pembuat
Admin
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Tomy Romy
Leres kangmas menopo engkang panjengan aturaken.
- Balas
- Bagikan
- Lihat Terjemahan
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Djoko Wahjono
Nuwun
 sewu... Dalam Silsilah Keluarga Tembayat dari Serat Tjandrakanta, 1926 
dicatat ayah Ki Ageng Pandan Arang I dan Syech Kalkum / Pangeran 
Wotgaleh adalah Syech Kambyah [Pg. Tumapel / Pg. Lamongan]... Tapi dari 
tulisan silsilah yg diposting tsb, entah sumber dari mana, kok tercatat 
ayah Ki Ageng Pandan Arang I dan Syech Kalkum ialah Raden Kusen, yg 
semula sbg penguasa Tumapel bergelar Raden Arya Senapati. Kemudian sbg 
Adipati Terung jadi Pecat Tanda... Pertanyaannya, apa Raden Kusen putra 
Arya Damar punya nama lain sbg Syech Kambyah ? Tapi dlm Serat 
Tjandrakanta, disebut ayah Syech Kambyah ialah Syech Ngampel Denta alias
 Sunan Ampel. Dari Serat Sejarah Gresik tercatat, Raden Kusen beristri 
Nyai Wilis putri Sunan Ampel. Jadi Raden Kusen adalah "anak" menantu 
Sunan Ampel, disebut Syech Kambyah yg juga disebut Pangeran Tumapel atau
 Pangeran Arya Senapati sbg penguasa Tumapel saat itu. Begitulah 
kira2...
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Gatot Surabaya
Lokasi pertapaan kembang lampir alamatnya di mana  Boss...
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
Gatot Surabaya
Sono Puspahadi matur nuwun...
- Balas
- Bagikan
- Lihat Terjemahan
- Balas
- Bagikan
- Balas
- Bagikan
 
- Balas
- Bagikan
 
















0 comments:
Post a Comment