Saturday, April 20, 2024

Bagelen-Purworejo-Jawa Tengah Dalam Lintasan Sejarah Di Balik NKRI Pancasila

HARTABUTA :

Sabtu, 20-4-2024.

[20/4 20.31] Aryanto Surabaya: https://www.facebook.com/groups/327670604460/permalink/10161433481449461/?mibextid=5N0WYUVeg6tIdfMR

[20/4 20.54] +62 821-...3-...9: Bhre Kertobumi

⬇️

Raden Tatung Malara/Djoko Semawung/Djoko Dubruk

⬇️

Sunan Geseng/ Cokrojoyo I

⬇️

Djoko Bedug /Cokrojoyo II

⬇️

Cokrojoyo III

[20/4 20.56] +62 821-...3-...9: https://klangsir.blogspot.com/2013/05/riwayat-deso-semawung-purworejo.html?m=1

[20/4 21.21] Aryanto Surabaya: Kalau ini versi Trah Bagelen ... 🙏

[20/4 21.21] Aryanto Surabaya: 🙏 ... diagram ini ada di Petilasan Sunan Geseng Bagelen ... 📚📖✊

[20/4 21.21] Aryanto Surabaya: 😁 ... diagram ini sudah ada stempel dari Kasultanan Jogyakarta ... 🙏

[20/4 21.22] Aryanto Surabaya: 🙏 ... Ringkasan silsilah Trah Bagelen ... 📚📖✊

[20/4 21.25] +62 821-...3-...9: berarti ini silsilah dari jalur ibu dr cokrojoyo II nggeh?

[20/4 21.27] +62 821-...3-...9: https://semawung-purworejo.purworejokab.go.id/index.php/artikel/2021/6/23/sejarah-desa-semawung

[20/4 21.45] +62 821-...3-...9: Bhre Kertobumi

⬇️

Raden Tatung Malara/Djoko Semawung/Djoko Dubruk

⬇️

Nyai Ageng Geseng/ istri Ki cokrojoyo

⬇️

Djoko Bedug /Cokrojoyo II

⬇️

Cokrojoyo III

[20/4 21.45] Aryanto Surabaya: https://www.facebook.com/groups/1006094442892764/permalink/3086744611494393/?mibextid=5N0WYUVeg6tIdfMR

[20/4 21.46] Aryanto Surabaya: KERAJAAN KALINGGA / HO-LING MATARAM KUNO, _Wahai wong Jepara apakah kalian merasa sebagai warga ibukota kerajaan besar ini?


Dalam berita² China, Kerajaan Kalingga disebut sebagai Holing (Ho-ling).

 Kalingga menurut berita China Kehidupan di Jawa pada masa Kerajaan Kalingga digambarkan dalam berita-berita China, khususnya dari periode Dinasti Tang (618-906).

Sejak tahun 640 sampai tahun 818, berita dari zaman Dinasti Tang menyebut Jawa dengan sebutan Ho-ling. 

Letak kekuasaan diperkirakan berada di laut selatan. 

Di sebelah timurnya terletak Po-li dan di sebelah baratnya terletak To-po-teng. 

Di sebelah selatannya adalah lautan, sedang di sebelah utaranya terletak Chen-la.


WP Groeneveldt mengidentifikasi Po-li sebagai Bali, sementara To-po-teng dianggap sebagai suatu tempat di Sumatera. JL Moens berargumen bahwa To-po-teng berada di Semenanjung Tanah Melayu.


KRONIK CHINA DYNASTI TANG


1. Bangunan kerajaan dikelilingi tembok terbuat dari tonggak kayu, bangunannya beratap dari daun Palem.

 Singgasana sang ratu terbuat dari Gading, balai-balainya dilapisi tikar yang terbuat dari kulit bambu.


2. Penduduknya Ho-Ling saat itu sudah memiliki keahlian membuat minuman dari bunga kelapa, penghasilan lain dari kerajaan ini diantaranya; emas, perak, kulit penyu, cula badak dan gading gajah.

 Dalam catatan pun dijelaskan bahwa masyarakat Kerajaan Ho-ling sudah mengenal aksara pada saat itu. Penduduknya pun sudah paham sedikit tentang ilmu astronomi.

 Dan memiliki Ratu yang  “berbisa “ mungkin seorang Ratu yang berkarakter kuat yang berwibawa dan tegas . Ratu Shima.


3. Ho-ling disebut sebagai kerajaan yang kaya raya. 

Di sana terdapat sebuah gua yang airnya keluar sendiri dan mengandung garam. 

Rajanya tinggal di Kota Jawa, ia juga dibantu oleh sekitar 32 menteri tinggi.


4. Pada sekitar abad ke-7 Masehi, disebutkan bahwa ada seorang pendeta Budha belajar di Ho-ling.

 Pendeta tersebut bernama Hui-ning. Ia belajar di Kerajaan Ho-ling selama 3 tahun. Kepada Biksu Bernama Janabadra.


5. It-Sing Seorang Biksu dari Tiongkok ,yang pernah tinggal di Sriwijaya menyebut Ho- Ling . memiliki biara Budha aliran Mahayana


PRASASTI KALINGGA


• Prasasti Tukmas Prasasti Tukmas atau Prasasti Dakawu ditemukan di sebelah barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Lebak, Grabag, Magelang,. menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Berdasarkan bentuk aksaranya, Prasasti Tukmas diperkirakan berasal dari abad ke-6, ketika Kerajaan Kalingga berdiri. 

Meski kondisinya tidak lagi utuh, sebagian pesan yang terpahat pada prasasti ini masih dapat dibaca. 

Isi Prasasti Tukmas menceritakan adanya mata air yang jernihnya seperti Sungai Gangga di India. 

Selain tulisan, terdapat gambar² seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra, dan bunga teratai. 

Pahatan gambar² tersebut melambangkan latar belakang dari keagamaannya yaitu agama Hindu aliran Syiwa.


• Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Reban, Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-7, menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.


• Prasasti Rahtawun Prasasti Rahtawun ditemukan pada 1990 oleh Prasasti ini ditemukan di sekitar puncak Situs Puncak Sanga Likur.


• Candi Angin, yang kini hanya berupa reruntuhan, terletak di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah. usia candi ini diduga kuat lebih tua dari Candi Borobudur. 

Oleh karena itu, Candi Angin diperkirakan menjadi salah satu peninggalan Kerajaan Kalingga..


• Situs Puncak Sanga Likur berada di Desa Rahtawu, Gebog, Kudus, Jawa Tengah.

 Di situs ini terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu.

[20/4 21.47] Aryanto Surabaya: Sedang saya tunggu kabar konfirmasi dari Grup WA Trah Bagelen

[20/4 21.47] +62 821-...3-...9: inggih bopo aryanto

[20/4 21.47] +62 821-...3-...9: trah bagelen jelas ini

[20/4 21.48] +62 821-...3-...9: estrinipun prabu Kartikheya singha

[20/4 21.50] Aryanto Surabaya: Inggih ...

Kalau mendalami sejarah dan silsilah Trah Bagelen,  memang salah satunya harus terjun sendiri di Bhumi Bagelen Purworejo ( sobo petilasan dan sowan pesarean ) ...

🙏 ...

[20/4 21.53] Aryanto Surabaya: Bhumi Bagelen / Medang Kamulan ... 🌋🏞️🌌⛰️

[20/4 21.55] Aryanto Surabaya: "Cerita Kerajaan Bagelen yang Pernah Berdiri di Purworejo" https://daerah.sindonews.com/berita/1554805/29/cerita-kerajaan-bagelen-yang-pernah-berdiri-di-purworejo

🛞

Cerita Kerajaan Bagelen yang Pernah Berdiri di Purworejo Abdul Malik Mubarok Jum'at, 13 Maret 2020 - 05:00 WIB 

Cerita Kerajaan Bagelen yang Pernah Berdiri di Purworejo A A A 

PADA pertengahan Januari 2020 lalu, masyarakat dihebohkan dengan kemunculan kerajaan baru bernama Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayang, Kabupaten Purworejo. 

Kerajaan yang dipimpin Raja Totok Santoso Hadiningrat (Toto Santoso) dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja (Fanni Aminadia) itu mengklaim memiliki wilayah kekuasaan di seluruh dunia. Keduanya kini harus berurusan dengan hukum lantaran pendirian Keraton Agung Sejagat ternyata bertujuan untuk mengumpulkan uang dari para pengikutnya. Dahulu kala, di Bagelen, Purworejo memang pernah berdiri sebuah kerajaan yang didirikan oleh Sri Sanjaya sekitar abad VI. Sanjaya adalah keponakan Raja Sanna, pemimpin negeri Yawadwipa yang gemah ripah lohjinawi. Negeri ini konon kaya raya akan padi, jewawut, dan tambang emas. Sanjaya juga keturunan raka-raka yang bergelar Syailendra, yang bermakna Raja Gunung, Tuan yang Datang dari Gunung atau Tuan yang Datang dari Kahyangan. Raja Sanjaya dikenal sebagai ahli kitab-kitab suci dan keprajuritan. Armada darat dan lautnya sangat kuat dan besar, sehingga dihormati oleh India, Irian, Tiongkok, hingga Afrika. Dia berhasil menaklukkan Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kerajaan Melayu, Kemis (Kamboja), Keling, Barus, dan Sriwijaya, dan Tiongkok pun diperanginya (Cerita Parahiyangan). Area Kerajaan Mataram Kuno (Bagelen) berbentuk segitiga. Ledok di bagian utara, dikelilingi Pegunungan Menoreh di sisi Barat dan Pegunungan Kendeng di utara dan basisnya di pantai selatan dengan puncaknya Gunung Perahu (Dieng), di lembah Sungai Bagawanta (Sungai Watukura, kitab sejarah Dinasti Tang Kuno 618-906). 


Catatan dinasti Tiongkok tersebut diperkuat juga oleh Van der Meulen yang menggunakan kitab Cerita Parahiyangan dan Babad Tanah Jawi. Bagelen merupakan hasil proses nama yang final. 

Bermula Galuh/Galih, menjadi Pegaluhan/Pegalihan, menjadi Medanggele, Pagelen, lalu jadilah Bagelen. Dalam prasasti Tuk Mas (Desa Dakawu, Grabag-Magelang) yang menyebut adanya sungai yang seperti sungai Gangga, maka Medang i bhumi Mataram bermakna "Medang yang terletak di suatu negeri yang menyerupai Ibu" (lembah Sungai Gangga). Dieng diasumsikan sebagai Himalaya, Perpaduan Sungai Elo dan Progo disamakan sebagai Sungai Gangga, dan pegunungan Menoreh disamakan sebagai Pegunungan Widiya. Pada jaman Mataram Hindhu, tersebutlah seorang raja yang bijaksana yang bernama Prabu Sowelocolo. Ia memiliki enam orang putra, masing-masing bernama Sri Moho Punggung, Sendang Garbo, Sarungkolo, Tunggul Ametung, Sri Getayu, dan Sri Panuhun. Sri Panuhun memiliki seorang cucu, anak dari Joko Panuhun atau Joko Pramono yang bernama Roro Dilah atau Roro Wetan yang kemudian dikenal dengan sebutan Nyai Bagelen. Roro Dilah juga dapat disebut dengan Roro Wetan karena kedudukannya di daerah timur. Sri Getayu memiliki cucu dari putra Kayu Mutu bernama Awu-Awu Langit. Ia berkedudukan di Awu-Awu (Ngombol). Setelah dewasa, Roro Dilah menikah dengan Raden Awu-Awu Langit dan menetap di Hargopuro atau Hargorojo. Dari pernikahan tersebut, Roro Dilah atau Roro Wetan dan Pangeran Awu-Awu Langit dianugerahi tiga orang putra, Bagus Gentha, Roro Pitrang dan Roro Taker. Kesibukan Roro Wetan dan Awu-Awu Langit adalah bertani padi, ketan, dan kedelai, beternak sapi, ayam dan juga menenun. Konon karena tanahnya cocok untuk ditanami kedelai dan hasilnya melimpah maka wilayah tersebut dikenal dengan nama Medang Gelih atau Padelen dan sekarang disebut dengan Bagelen. Roro Wetan atau Nyai Ageng Bagelen sosoknya tinggi besar dengan rambut terurai dan senang memakai kemben lurik. Beliau memiliki keistimewaan berupa kemampuan spiritualnya dan juga payudaranya yang sangat panjang sehingga ketika putra-putrinya ingin ngempeng, ia tinggal menyampirkan ke belakang. Pada suatu ketika, Nyai Ageng Bagelen sedang asik menenun. Sebagaimana biasanya, ia menyampirkan payudaranya ke belakang supaya tidak mengganggu. Tidak disangka-sangka datang anak sapi menghampirinya, Nyai Ageng Bagelen mengira itu salah satu putra-putrinya yang ingin ngempeng. Tanpa menghiraukan kedatangan anak sapi tersebut ia terus asik menenun. Terkejutlah ia ketika menoleh, ternyata yang menyusu bukanlah anaknya tetapi anak sapi. 

Kejadian tersebut membuat Nyai Ageng Bagelen merasa malu dan marah, sehingga menyebabkan pertengkaran dengan Raden Awu-Awu Langit. Dan akhirnya ia menyampaikan pesan untuk semua anak cucu beserta keturunannya, agar atau jangan tidak memelihara sapi. Peristiwa yang memilukan atau menyedihkan juga terjadi kembali pada hari Selasa Wage. Pada waktu itu masih musim panen kedelai dan padi ketan hitam. Kedua putrinya Roro Pitrang dan Roro Taker masih senang bermain-main. Namun tidak sebagaimana biasanya, hingga sore hari kedua putri itu tidak kunjung pulang. Selesai menenun Nyai Ageng Bagelen berusaha mencari. Karena tidak menemukannya, ia menanyakan kepada suaminya. Namun jawaban Raden Awu-Awu Langit sepertinya kurang mengenakan. Dengan perasaan marah dan jengkel dibongkar padi ketan hitam dan kedelai di dalam lumbung sehingga isinya berhamburan terlempar jauh hingga jatuh di desa Katesan dan Wingko Tinumpuk. Betapa terkejutnya Nyai Ageng Bagelen ketika melihat kedua putri kesayangannya terbaring lemas pada lumbung padi tersebut. Setelah didekati ternyata mereka telah meninggal. Semenjak peristiwa tersebut kehidupan Nyai Ageng Bagelen dengan Raden Awu-Awu Langit selalu diwarnai dengan pertengkaran. Akibatnya Raden Awu-Awu Langit memutuskan untuk pulang ke daerahnya, Awu-Awu, sedangkan Nyai Ageng Bagelen tetap tinggal di Bagelen untuk memerintah negeri. 

Suatu ketika terdengar kabar bahwa Raden Awu-Awu Langit meninggal di desa Awu-Awu. Mendengar berita tersebut Nyai Ageng Bagelen merasa sedih dan berpesan kepada Raden Bagus Gentha bahwa anak cucu keturunannya dilarang atau berpantangan untuk bepergian atau jual beli, mengadakan hajad pada hari pasaran Wage, karena pada hari itu saat jatuhnya bencana dan merupakan hari yang naas. Selain itu orang-orang asli Bagelen juga berpantangan untuk menanam kedelai, memelihara lembu, memakai pakaian kain lurik, kebaya gadung melati dan kemben bagau tulis. Setelah Nyai Ageng Bagelen menyampaikan pesan tersebut kepada Raden Bagus Gentha putranya, ia kemudian masuk ke kamarnya dan lemudian menghilang tanpa meninggalkan bekas atau moksa. Selain itu Nyai Ageng Bagelen juga mengajarkan kepada anak cucu keturunannya agar melakukan tiga hal, yaitu: bersikap jujur, berpenampilan sederhana dan lebih baik memberi dari pada meminta. Sepeninggalan Nyai Ageng Bagelen, kedudukan dan pemerintahan Bagelen digantikan oleh Raden Bagus Gentha.

Sumber :

http://sejatininghidup.blogspot.com/ (amm) cerita pagikerajaankeraton agung sejagat purworejo

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Jum'at, 13 Maret 2020 - 05:00 WIB oleh Abdul Malik Mubarok dengan judul "Cerita Kerajaan Bagelen yang Pernah Berdiri di Purworejo". Untuk selengkapnya kunjungi:


https://daerah.sindonews.com/berita/1554805/29/cerita-kerajaan-bagelen-yang-pernah-berdiri-di-purworejo

Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews.


- Android: https://sin.do/u/android
- iOS: https://sin.do/u/ios


و الحمد لله رب العالمين

صلى الله على محمد

0 comments:

Post a Comment