Friday, August 9, 2024

Misteri Kekerabatan Syariif 'Abdur Rohmaan Nitikan Dengan Dzurriyyah Pangeran Blitar Kesultanan Mataram

HARTABUTA :

Jum'ah, 9-8-2024.

[9/8 22.19] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 

https://www.facebook.com/share/p/tLHw5f3Eh6fodJQU/?mibextid=NoJtEM


Saya Takzim Dengan Pemimpin Sufi Se-dunia asal Indonesia 😘

Sejarah Nasabnya masih dalam Penelitian Kami 

#Syarif Abdurahman asal Rum Nitikan ada dugaan Kuat adalah Ayah dari Syarif Ḥasan dan Syarif Ibrahim Nitikan , Keluarga ini Terkait Kekerabatan dengan Keturunan Pangeran Blitar Mataram melalui Jalur Pernikahan


#Kutifan 


Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam adalah Perang Suksesi Jawa II.


Yaitu perang antara tahun 1719 sampai 1723 yang terjadi karena adanya persaingan antara keluarga kerajaan untuk merebut takhta.


Salah satu tokoh yang berperan dalam perang ini adalah Pangeran Blitar, adik dari Amangkurat IV, raja Mataram yang bersekutu dengan VOC.


Pangeran Blitar tidak puas dengan kebijakan kakaknya yang mendukung VOC dan merasa dirinya dirugikan oleh penurunan jabatan dan pengurangan wilayah kekuasaannya.


Ia kemudian bersama dengan adiknya yang lain, Pangeran Purbaya, dan beberapa pangeran lainnya untuk melawan Amangkurat IV.


Pangeran Blitar memiliki nama asli Raden Mas Sudomo.


Ia adalah anak dari Pakubuwana I dengan permaisuri Ratu Mas Balitar, yang merupakan keturunan dari Pangeran Juminah atau Blitar.


Merupakan putra dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.


Pangeran Blitar memiliki hubungan darah dengan raja-raja Mataram sebelumnya dan juga dengan Untung Suropati, pahlawan perlawanan terhadap VOC.


Pada Juni 1719, Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya menyerang Keraton Kartasura, ibu kota Mataram saat itu.


Mereka didukung oleh seluruh pemimpin Islam di istana dan mendapat dukungan dari ibu mereka, Ratu Mas Blitar istri Sunan Pakubuwana, yang memiliki pengaruh kuat di istana.


Pangeran Blitar dan Akhir Tragis Pemberontakan


Pangeran Blitar meninggal pada tahun 1721 akibat wabah penyakit di Malang, sementara Pangeran Purbaya terus melanjutkan perjuangan dengan merebut Lamongan. Namun, kekuatan musuh yang jauh lebih besar membuat mereka akhirnya terdesak. Pada tahun 1723, perang akhirnya berhenti dengan tertangkapnya para pemberontak. Pangeran Purbaya dibuang ke Batavia, dan kemudian meninggal di sana pada akhir tahun 1726.


Pangeran Arya Dipanegara Herucakra juga dibuang, namun bukan ke Sri Lanka seperti yang lainnya, melainkan ke Tanjung Harapan di ujung selatan benua Afrika. Dalam perjalanan ke pengasingan, ia kehilangan seluruh anggota keluarganya yang menyertainya.


Pada tahun 1723, Perang Tahta Jawa Kedua berakhir dengan kemenangan VOC dan penangkapan para pemberontak, termasuk Pangeran Arya Mangkunegara, putra Amangkurat IV. Setelah kekalahan tersebut, Arya Mangkunegara diasingkan ke Srilanka pada tahun 1728, dipulangkan ke Jawa dan kemudian diasingkan lagi ke Cape Town, Afrika Selatan. 


Dipengasingan, Arya Mangkunegara hidup dalam keterasingan bersama istrinya, Raden Ayu Wulan, yang merupakan putri dari Pangeran Blitar. Jalur ini kemudian melahirkan Pangeran Sambernyawa, yang melanjutkan perjuangan mereka di kemudian hari. Arya Mangkunegara wafat di Cape Town pada tahun 1738, namun jasadnya dipulangkan ke Jawa dan dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, atas permintaan Sunan Pakubuwono III kepada VOC.


Pangeran Sambernyawa: Penerus Perjuangan Pangeran Blitar


Raden Mas Said, yang dikenal dengan nama Pangeran Sambernyawa, adalah sosok yang menjadi legenda dalam sejarah Mataram. Ia memperoleh julukan tersebut karena keberaniannya di medan perang, yang membuat musuh-musuhnya ketakutan seolah-olah menghadapi "penyambar nyawa." Julukan ini diberikan oleh Belanda, yang mengakui kegigihan dan kepiawaian Sambernyawa dalam strategi perang, meskipun ia bertubuh tidak tinggi 


Perjuangan cucu Pangeran Blitar ini semakin dikenal ketika ia bergabung dengan Pangeran Mangkubumi. Koalisi ini menjadi ancaman besar bagi pasukan gabungan Keraton Surakarta dan Belanda. Dalam kurun waktu 16 tahun, Raden Mas Said terlibat dalam 250 pertempuran melawan kekuatan gabungan tersebut, menunjukkan taktik perang yang brilian dan tak mudah ditaklukkan.


Konflik panjang antara koalisi Mangkubumi-Raden Mas Said dengan Keraton Surakarta dan Belanda akhirnya berujung pada Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian ini membagi Kerajaan Mataram menjadi dua entitas: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono I, penguasa pertama Kesultanan Yogyakarta.


و الحمد لله رب العالمين

صلى الله على محمد

0 comments:

Post a Comment