Tuesday, November 14, 2023

KH. Nuur Iimaan Mangli (RM.Sandiyo) bin Sunan Amangkurat IV/ Jawi

HARTABUTA :

Selasa, 14-11-2023.


[14/11 15.20] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:

https://m.facebook.com/groups/327670604460/permalink/10158218515389461/?comment_id=10158218539384461


Copy paste : 



RM SANDIYO

( KYAI NUR IMAN MLANGI )


RM Sandiyo atau BPH Hangabehi ing  Kartasura terlahir pada tahun 1708. Beliau adalah putra kedua dari Susuhunan Prabu Amangkurat IV setelah KPH Mangkunagoro Kartasura yang lahir pada tahun 1703. RM Sandiyo adalah putra dari garwa RAy Susilowati putri dari Adipati Wironegoro ( Untung Suropati ) bupati Pasuruan. 

Masa kecil RM Sandiyo tidak didalam tembok istana melainkan di Pondok Pesantren Gedangan, tempat ayahandanya dulu menimba ilmu agama sebelum menjadi Raja Amangkurat IV. Seperti dikisahkan ketika remaja ayahandanya pernah menimba ilmu di Ponpes Gedangan asuhan Kyai Abdullah Muhsin dengan berganti nama Muh Ihsan. Pada suatu hari Adipati Wironegoro berkunjung ke ponpes Gedangan, dan kebetulan terpesona dengan seorang santri wan yang  seorang bangsawan kraton Mataram dan wajahnya tidak asing oleh Adipati Wironegoro dialah Pangeran Surya Putra putra dari Susuhunan Pakubuwana I. 


Kemudian Adipati Wironegoro tertarik untuk menikahkan P.Suryaputra dengan putrinya yaitu R Ay Retno Susilowati.Dan akhirnya pernikahan dilaksanakan di Kadipaten Ponorogo, kemudian setelah itu sang istri diboyong ke Ponpes Gedangan. Tidak beberapa lama ketika istrinya hamil Pangeran Suryaputra di jemput untuk pulang ke Kraton Kartasura karena Susuhunan Pakubuwana I sakit keras. Sebelum berangkat ke Kraton Kartasura , Pangeran Suryaputra berpesan jika anaknya lahir laki kelak dinamakan RM Sandiyo, jika perempuan terserah Kyai Abdulah Muhsin untuk memberi nama. Beliau juga berpesan supaya Kyai abdullah Muhsin mengasuhnya dan mendidiknya hingga mumpuni karena kelak  anak tersebut akan dijemputnya pulang ke Kraton Kartasura. Ketika bayi tersebut lahir laki laki, Kyahi Abdullah Muhsin juga memberikan nama pada bayi tersebut Muhammad Nur Iman.


Seiring berjalannya waktu RM Sandiyo atau Muh Nur Iman telah tumbuh dewasa dan menjadi pemuda yang mumpuni dalam ilmu agama dan lainnya. Hingga pada suatu hari datang utusan dari Kraton Kartasura untuk menjemputnya, tetapi RM Sandiyo berkeinginan berangkat sendiri ke Kraton Kartasura. Hingga akhirnya RM Sandiyo didampingi dua sahabatnya dipondok pesantren Gedangan Ponorogo berangkat ke Kraton Kartasura. Perjalanan dari Ponorogo ke Kartasura memakan waktu yang lama, sesuai pesan Kyai A Muhsin supaya dalam perjalannya tidak lupa berdakwah dan menyebarkan agama islam. Oleh sebab itu akhirnya di sepanjang perjalanan yang disinggahi, RM Sandiyo mendirikan Pondok Pesantren , anatara lain di Ponorogo dan Pacitan.


Sesampai di Kraton Kartasura , RM Sandiyo langsung menghadap ayahandanya yang telah menjadi Raja Amangkurat IV. Beliau sembah sungkem kepada Ayahandanya, begitu pula ayahandanya kemudian memeluknya dan memperkenalkan kepada saudara saudaranya. Kemudian  RM Sandiyo  dianugrahi gelar BPH Hangabehi ing Kartasura dan oleh Susuhunan diberikan rumah tinggal di Sukowati Kartasura.


Ketika ayahandanya wafat, dan Kraton kartasura mengalami huru hara, RM Sandiyo lebih memilih keluar dari Kraton meninggalkan hiruk pikuk perebutan kekuasaan  dan berjalan kearah barat sambil berdakwah dan menanamkan rasa patriotisme melawan penjajah kepada masyarakat yang dikunjungi  dan sampailah di Kulon Progo. Di daerah  tersebut Beliau diterima dengan senang hati oleh Demang Hadiwongso dan Ki Demang berkenan untuk menikahkan putrinya yang bernama Mursalah dengan RM Sandiyo.


Ketika  sang mertua wafat, RM Sandiyo dan keluarga berpindah tempat tinggal ke timur Kali Progo tepatnya di desa Krisan.Didesa inilah RM Sandiyo bertemu dengan RM Sujono adiknya yang sekarang telah menjadi Raja Yogyakarta dan bergelar  Sri Sultan Hamengkubuwana I . Sri Sultan meminta RM Sandiyo dan keluarga untuk berdomisili di kraton Yogyakarta dan mengembangkan ajaran Islam di sana..


Bertepatan  pada saat ulang tahun tahta atau Jumenengan Sri Sultan HB I padatahun 1756, Beliau  memberikan tanah perdikan kepada RM Sandiyo, Dan tanah perdikan tersebut oleh RM Sandiyo  dijadikan desa , kemudian pada tahun 1758 RM Sandiyo mendirikan Masjid Mlangi dan serta Pondok Pesantren sebagai pusat pengembangan agama Islam dan tempat untuk mengajar atau “ Mulangi “  para putra Sultan juga kerabat dan rakyat sekitarnya. Desa tersebut kemudian disebut Desa Mlangi berdasar dari kata Mulangi atau mendidik.


Kyahi Nur Iman adalah seorang guru yang ahli dibidangnya dan sangat mumpuni  dalam mempelajari  ilmu agama dan cara mengajarkan ilmu Agama kepada para santrinya mudah dimengerti . Maka tidak heran jika banyak calon santri Pondok Pesantren Mlangi yang datang dari luar Yogyakarta bahkan ada yang berasal dari luar negeri. Dan para santri lulusan dari sana sebagian besar menularkan ilmunya dengan mendirikan pondok pesantren di daerah asal mereka.  

Kumpulan ajaran  karya Kyahi Nur Iman Mlangi antara lain :

1. KitabTaqwim ( Ringkasan ilmu Nahwu )

2. Kitab Ilmu Sorof


Tradisi peninggalan Kyahi Nur Iman Mlangi yang masih dilestarikan :

1. Ziarah dengan membaca tahlil, Yasin dan Al Quran serta Surat Al Ikhlas dan lain lain

2. Membaca Sholawat Tunjina ( untuk memohon keselamatan di dalam setiap hajatan )

3. Membaca Sholawat Nariyah

4. Membaca kalimat thoyyibah

5. Manakib abdul qodiran

6. Berjanjen

7. Sholawatan.

 


Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana II, RM Sandiyo mengusulkan untuk membangun Masjid di empat penjuru arah guna melengkapi   Masjid yang telah berdiri di kampung Kauman di dekat Kraton. Dan Masjid tersebut dinamakan Masjid Pathok Nagari :

1. Di sebelah barat terletak di Dusun Mlangi

2. Di sebelah timur terletak di Desa Babadan

3. Di sebelah Utara terletak di Desa Plosokuning

4. Di sebelah Selatan terletak di Desa Dongkelan.


Ada satu hal yang menarik dari BPH Hangabehi Sandiyo, Beliau adalah seorang Bangsawan ,putra seorang Raja tetapi Beliau tidak berambisi  untuk  berebut menjadi raja  ataupun  mencari posisi sosial dengan memanfaatkan  darah birunya, beliau lebih memilih hidup sebagai Ulama , hidup sederhana dan merakyat serta menimba ilmu agama dan membagi ilmunya agamanya  untuk masyarakat sekitar.

 

Pada tanggal 15 Suro RM Sandiyo atau KPH Hangabehi ing Kartasura atau yang lebih dikenal dengan nama Kyahi Nur Iman Mlangi wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Jami Mlangi. Untuk mengenang dan menghormati jasa Kyai Nur Iman Mlangi, setiap malem tanggal 15 Suro / Muharam diadakan Khaul . Makam Kyai Nur Iman terletak di Dusun Mlangi, Trihanggo Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta.


RM Sandiyo atau KPH Hangabehi ing Kartasura atau Kyahi Nur Iman Mlangi mempunyai istri dan menurunkan putra sbb :


A. Dari Garwa Gegulu berputra :

1. RM Mursada

2. RM Nawawi

3. RM Syafangatun

4. RM Taptoyani  ( Kyai Kedu, Beliau adalah Guru Spiritual P. Diponegoro )

5. RAy Cholifah

6. RAy Muhammad

7. RAy Nur Faqih

8. RAy Muso

9. RM Chasan Bisri

10. RAy Mursilah Abdul Karim


B. Dari Garwa Surati berputra :

1. RAy Muhammad Sholeh

2. RM Salim

3. RAy Jaelani


C. Dari Garwa Kitung berputra :

1. RAy Abu Tohir

2. RAy Mas Tumenggung


D. Dari Garwa Bijanganten berputra

1. RAy Nur Jamin


E. Dari Garwa Putri Champa berputra :

1. RM Mansyur Muchyidinirofingi

[14/11 15.21] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/327670604460/permalink/10158218515389461/?comment_id=10158218551844461


Copy paste : 



MASJID PATHOK NEGARA


Masjid Pathok Negara (bahasa Jawa: Pathok Negara, translit. Batas Negara) adalah masjid yang dibangun dan dijadikan sebagai penanda batas wilayah di Kesultanan Yogyakarta. Secara harfiah kata, "pathok" berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman ,atau dasar hukum. Sementara "negara" berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan. Sehingga "masjid pathok negara" bisa diartikan masjid sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.


Lokasi


Kesultanan Yogyakarta mempunyai empat masjid yang disebut Masjid pathok negara, Keempat Masjid pathok negara tersebut dibangun di masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana I. 


Masjid-masjid pathok negara ini dibangun diempat penjuru mata angin yang mengelilingi keraton kesultanan Yogyakarta. Keempat masjid tersebut adalah:


   1. Masjid Jami’ An-nur Mlangi di Mlangi (Barat)

    2. Masjid Sulthani Plasakuning di Plosokuning (Utara)

   3. Masjid Jami’ Ad-Darojat di Babadan (Timur)

   4. Masjid Nurul Huda di Dongkelan (Selatan)


Secara lokasi, posisi Masjid Pathok Negara berada di wilayah pinggiran "Kuthanegara", tepat berada di perbatasan wilayah "Negaragung". Kuthanegara dan Negaragung adalah sistem pembagian hirarki tata ruang dalam wilayah kerajaan Mataram Islam.


Fungsi.


Secara keseluruhan Masjid Pathok Negara tidak hanya berfungsi sebagai pathok atau batas antara Kuthanegara dan Negaragung tetapi juga memiliki fungsi sebagai pusat pendidikan, tempat upacara atau kegiatan keagamaan, bagian dari sistem pertahanan, sekaligus bagian dari sistem peradilan keagamaan yang disebut juga sebagai Pengadilan Surambi. Pengadilan surambi ini berfungsi seperti pengadilan syariah dimasa Kesultanan Yogyakarta yang mengadili hukum perkara pernikahan, perceraian atau pembagian warisan. Sementara untuk hukum yang lebih besar (perdata atau pidana) diputus di pengadilan keraton.


Istilah Pathok negara bukan hanya untuk menyebut keempat nama masjid tersebut diatas tetapi juga merupakan nama jabatan Abdi Dalem di bawah struktur Kawedanan Reh Pangulon. Abdi Dalem Pathok Negara adalah Abdi Dalem yang menguasai bidang hukum dan syariat agama Islam di Kesultanan Yogyakarta. Para Abdi Dalem ini diberi wilayah perdikan dan ditugasi mengelola masjid di wilayah tersebut, termasuk memberikan pengajaran atau pendidikan keagamaan kepada masyarakat yang berada di sekitar bangunan masjid.


Sejarah singkat


Masjid Jami’ An-Nur Mlangi.


Nasjid ini didirikan dan dikelola oleh BPH. Sandiyo, atau lebih dikenal sebagai Kyai Nur Iman. Beliau adalah saudara Sri Sultan Hamengkubuwono I.


Masjid Mlangi berdiri seiring dengan lahirnya daerah Mlangi, berkat hadiah tanah perdikan dari Sri Sultan Hamengkubuwono I kepada Kyai Nur Iman pada tahun 1758. Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 1000 meter persegi, terdiri atas bangunan utama seluas 20 x 20 meter persegi, serambi seluas 12 x 20 meter persegi, ruang perpustakaan 7 x 7 meter persegi, dan halaman seluas 500 meter persegi.


Kini Masjid Mlangi dikelola sepenuhnya oleh masyarakat. Meskipun demikian, keraton masih menempatkan Abdi Dalem sebagai salah satu penanda bahwa masjid tersebut adalah Kagungan Dalem.


Masjid Sulthani Plasakuning


Masjid Plasakuning atau Plosokuning sebenarnya berdiri sebelum keraton Yogyakarta dibangun. Masjid ini didirikan oleh Kyai Mursodo, beliau adalah anak dari Kyai Nur Iman Mlangi. Posisinya kala itu berada di selatan bangunan yang sekarang. Dikisahkan sesaat setelah Sri Sultan Hamengkubuwono I membangun keraton dan Masjid Gedhe, beliau memindahkan Masjid Plosokuning dari posisi sebelumnya ke posisi yang sekarang.


Di antara Masjid Pathok Negara lainya, Masjid Jami’ Sulthoni Plosokuning termasuk yang terjaga keasliannya. Salah satu ciri yang paling menonjol adalah keberadaan kolam yang mengelilingi masjid. Di kolam ini orang-orang membasuh kaki dan membersihkan diri sebelum memasuki masjid. Desain masjid dengan kolam tersebut adalah penyesuaian terhadap budaya masyarakat saat itu yang melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengenakan alas kaki.


Masjid Nurul Huda.


Masjid ini terletak di wilayah Kauman, Dongkelan. Tepatnya di Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Masjid ini merupakan salah satu saksi bisu peran Masjid Pathok Negara sebagai sistem pertahanan. Di masa perlawanan Pangeran Diponegoro, masjid ini ludes dibakar oleh Belanda karena dianggap sebagai tempat berkumpulnya para pejuang pengikut Pangeran Diponegoro.


Masjid Nurul Huda didirikan pada tahun 1775 dengan Kyai Syihabudin sebagai penghulunya. Bangunan awal masjid ini beratapkan ijuk. Ciri utama sebagai Masjid Pathok Negara terletak di mustaka tanah liatnya. Mustaka tersebut kini tidak lagi berada di atap masjid, namun disimpan dalam kotak kaca. Mustaka ini pula yang tersisa dari bangunan ini ketika ludes dibakar Belanda.


Masjid Ad-Darojat


Masjid Jami' Ad-Darojat terletak di Babadan, Bantul. Dibangun pada Tahun 1774 di atas tanah seluas 120 meter persegi, masjid ini juga mengikuti arsitektur bangunan Masjid Pathok Negara yang lain. Bangunan ruang utamanya menggunakan konstruksi tajug dengan empat saka guru. Di sampingnya terdapat pawestren, ruang yang diperuntukkan khusus bagi jamaah wanita. Serambi masjid berbentuk limasan serta dilengkapi juga dengan kolam sebagai tempat bersuci.


Pada tahun 1943 terjadi peristiwa penggusuran oleh pemerintahan Jepang. Daerah Babadan masuk dalam wilayah perluasan pangkalan udara. Penduduk sekitar masjid berbondong-bondong menuju ke daerah Kentungan, yang disebut juga sebagai Babadan Baru. Bersamaan dengan hal ini, seluruh bangunan masjid turut dibawa serta. Baru pada tahun 1960 dibangun masjid kembali di lokasi lama, dan pada tahun ini pula nama Masjid Ad-Darojat digunakan.


Mustaka tanah liat yang menjadi ciri khas Masjid Pathok Negara juga terdapat di sini. Meskipun pada tahun 2003 diganti dengan mustaka kuningan, mustaka asli masih disimpan dan dipelihara.

[14/11 15.22] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/327670604460/permalink/10158218515389461/?comment_id=10158218556689461&reply_comment_id=10158218581204461


Sono Puspahadi menarik jg, krn di copy paste mas di atas ada nama Raden Ayu Mursilah Abdul Karim,apakah sama dgn nama ibunda Kyai Mojo yg bernama Raden Ayu Mursilah yg menikah dgn kyai Baderan? Entahlah saya jg belom dpt info

و الحمد لله رب العالمين

صلى الله على محمد

0 comments:

Post a Comment