Sunday, July 13, 2025

MENYINGKAP TABIR KELAM SEJARAH PETENG KESULTANAN CIREBON▪︎

HARTABUTA :

Senin, 14-7-2025.

Sumber :

https://m.facebook.com/groups/3031842337027738/permalink/4025015464377082/?sfnsn=wiwspwa&ref=share&mibextid=VhDh1V

Catatan Kecil Dido Gomes 

Sejarah bukan sekadar rangkaian tanggal dan tokoh, melainkan medan pertempuran narasi—antara yang ingin mengingat dan yang memilih melupakan. Sejarah Kesultanan Cirebon, sebagaimana termaktub dalam berbagai manuskrip kuna, babad, dan pitutur karuhun, menyimpan ruang peteng—ruang gelap—yang selama ini dikaburkan oleh kuasa, waktu, dan narasi tunggal.

Dalam naskah kuno seperti Babad Tanah Sunda, Purwaka Caruban Nagari, hingga Carita Warna Warni Cirebon, muncul jejak-jejak keterbelahan sejarah, pengaburan kebenaran, dan silang pendapat antar trah kekuasaan. Tak sedikit kisah yang tersingkir oleh hegemoni elit dan tafsir politik.

Salah satu bab peteng dalam sejarah Cirebon adalah proses fragmentasi Kesultanan menjadi beberapa keraton: Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprabonan. Bagi sebagian sejarawan lokal, ini bukan sekadar pembagian administratif atau "keputusan adat", melainkan akibat dari politik kolonial Belanda yang menerapkan strategi devide et impera demi meredam kekuatan politik Islam dan budaya lokal yang bersatu.

Seperti yang ditulis dalam pitutur adat Cirebon:
"Ananing karaton ruwet, sababe ruwed manahing wong kang kadunungan."
(“Keruwetan keraton bermula dari hati-hati penguasa yang diliputi keruwetan ambisi.”)
Narasi resmi seringkali menghapus konflik internal, peran tokoh-tokoh perempuan dalam pengambilan keputusan, hingga perlawanan masyarakat adat terhadap pemaksaan kehendak elit. Dalam Serat Raja Cirebon, tersembunyi kisah pilu tentang pemaksaan takhta, pelengseran berdarah, dan pengkhianatan saudara—semuanya terbungkus dalam bingkai "demi kelestarian adat".

"Sejarah Cirebon hari ini terlalu sopan untuk membicarakan luka masa lalu. Padahal luka itu adalah bagian penting dari tubuh sejarah kita."

Membuka tabir sejarah peteng bukanlah upaya membuka aib, melainkan merawat integritas sejarah sebagai ruang pembelajaran. Generasi hari ini berhak mengetahui bahwa masa lalu bukan hanya glorifikasi, tapi juga refleksi atas kegagalan, konflik, dan kompromi.
Kini, upaya pelurusan sejarah terus digalang. Komunitas literasi sejarah, para empu manuskrip, hingga menegaskan pentingnya kembali ke manuskrip asli, bukan hanya versi yang sudah dimodifikasi kekuasaan.

"Jangan hanya membaca sejarah dari plakat di dinding keraton, bacalah dari yang disembunyikan di laci para pujangga," 

Editorial ini mengajak publik untuk tidak larut dalam romantisme masa lalu tanpa kritik. Sebab sejarah yang tak diungkap secara utuh akan menjelma menjadi mitos yang membelenggu.

Menyingkap tabir kelam sejarah Peteng Kesultanan Cirebon bukan untuk menuding, melainkan untuk menyinari. Karena hanya dengan cahaya kebenaran, kita bisa meniti masa depan dengan jujur.

 

و الحمد للّه ربّ العالمين

صلّى اللّه غلى محمّد

0 comments:

Post a Comment