Wednesday, December 25, 2024

Sejarah Pati Yang Jeras & Kelam Era Sultan Mas Jolang Hanyikrowati & Sultan Agung Hanyokrokusumo

HARTABUTA :

Rabu, 25-12-2024.

[25/12 23.19] Aryanto Surabaya: 

https://www.facebook.com/1151260728/posts/10235286783927646/

[25/12 23.23] Aryanto Surabaya: 

Perlunya revisi tentang Daftar Bupati PATI 

Daftar Bupati Pati yang sekarang umum diketahui berdasarkan penelusuran dari Tim Hari Jadi Pati perlu pengkajian ulang termasuk kajian kembali untuk memperbaiki sejarah Pati yang menjadi rujukan Hari Jadi Pati. Kajian yang dilakukan tahun 1994 untuk saat ini sudah berusia 30 tahun yang tentunya sudah banyak data yang bisa dipakai kembali apalagi dengan era teknologi maju ini.

Salah satu yang perlu dikaji ulang adalah data Bupati Pati periode 1700 an dimana terjadi geger besar di Jawa yang berturut terjadi peristiwa Suksesi Jawa I, II, dan III kemudian ditambah dengan Geger Pecinan yang turut mewarnai dinamika Politik di Kabupaten Pati. Seperti terpecahnya Pati menjadi dua wilayah dengan Bupati yang berbeda. sepertinya Tim Pengkaji Hari Jadi Pati terfokus dengan buku Pakem Familie Bupati Pati Juwana Jilid II dan kurang teliti dalam membaca Pusoro Wangso Jilid III (keduanya merupakan tulisan TjokroHadiwikromo).. di Pusoro Wongso Jilid III diuraikan dengan gamblang data Bupati Pati sampai dengan RTA Milono (justru malah RTA Milono tidak ditulis dalam daftar Bupati Pati)

Hal yang menarik yang tidak tertuliskan juga adalah terpecahnya Pati menjadi beberapa Kabupaten diantaranya Bupati Pati Koelonan (Kasepuhan) dan Bupati etanan (Kaneman), ditambah dengan Juwana, dan Cengkal Sewu. Mari kita fokuskan dengan Bupati Pati Koelanan dan Etanan. dimana pembagian kekuasaan ini terjadi di era Megat Sari II (Pangeran Kuning) yang masih berusia 20 an tahun kedtika menjadi bupati dan kemudian bupati Pati kulonan dijabat oleh Mangun Oneng Abroenoto. Mangun Oneng Abroenoto bertahta kembali setelah Pati sempat diduduki Bupati

'seselan" dari Madura yang diangkat oleh Cakraningrat Sampang (Cakraningrat II). bisa jadi ini yang termasuk ada penyebutan kali sampang senbagai jalur orang orang madura. Bupati Seselan ini hanya 1 tahun menjabat sebelum digantikan oleh Megatsari II. Mangun Oneng Abroenoto bertahta setelah mengabdi pada Pangeran Purboyo dan kemudian melakukan bujuk rayu kepada bupati muda yaitu Megatsari II. 

Pasca Mangunoneng Abroenoto dibunuh atas utusan Pangeran Mangkubumi atau Sunan Kabanaran maka kemudian dilanjutkan dengan oleh Tjitrodiwirio (Dibaca: Citrodiwiryo) yang merupakan anak dari Setjodirono (dibaca: Secodirono), di masa ini Bupati Pati ada dua yaitu Pati Kulonan dijabat oleh Citrodiwiryo dan Pati etanan dijabat oleh Megatsari III (Raden Wiradmedjo II). Citrodiwiryo ini kemudian dipindah menjadi Bupati Demak dan berganti nama dengan Soeradiningrat yang kemudian setelah wafat dimakamkan di Metaraman Pati, Pengganti Citrodiwiryo adalah anaknya yaitu Mangkoekoesoemo dan yang menjadi bupati pati etanan adalah Pangeran Aryo Megatsari (Megatsari IV.). Megat sari IV ini kemudian dibuang ke Surabaya dan nasib dari Mangkoekoesoemo (dibaca: Mangkukusumo) ini malah tidak diketahui secara jelas sepertinya diturunkan menjadi sekelas mantri kalau mengacu pada narasi lisan. keduanya kemungkinan berkonflik dengan Daendels dan kemudian digantikan oleh Tjondronegoro dari Lamongan.

[25/12 23.26] Aryanto Surabaya: 

https://www.facebook.com/100083221157876/posts/575857308531636/

[25/12 23.29] Aryanto Surabaya: 

Kematian Panembahan Senopati membuat permasalahan internal di Kerajaan Mataram. Memang masa itu akhirnya Mas Jolang atau yang disebut Pangeran Hanyakrawati naik tahta menggantikan ayahnya yang meninggal dunia. 


Anak Panembahan Senopati, Pangeran Hanyakrawati, itulah yang akhirnya didaulat menjadi raja kedua di Kerajaan Mataram Islam.


Tetapi pengangkatan ini diwarnai persoalan sendiri, pasalnya Mas Jolang berseteru dengan Pangeran Puger atau Raden Mas Kentol Kejuron yang juga anak dari Panembahan Senopati dari selir bernama Nyai Adisara.


Saat itu, putra pertama Senopati yang bernama Raden Rangga Samudra (lahir dari Rara Semangkin) telah meninggal sejak lama. 


Hal ini membuat Pangeran Puger sebagaimana dikutip dari buku "Babad Tanah Jawi", dari Soedjipto Abimanyu menjadi putra tertua dan merasa lebih berhak atas tahta Kesultanan Mataram daripada Mas Jolang. 


Pengangkatan Pangeran Hanyakrawati memunculkan persoalan konflik keluarga Senopati. Anak keduanya Pangeran Puger konon sampai tidak sudi menghadap ke pertemuan kenegaraan di Mataram kala itu.


Kisah-kisah ini pula yang konon diabadikan oleh kitab kuno Babad Tanah Jawi. Menyadari hal itu, Hanyakrawati pun mengangkat kakaknya itu sebagai Adipati Demak. 


Meskipun demikian, Pangeran Puger tetap saja memberontak pada tahun 1602. Perang saudara antara Mataram dan Demak pun meletus. Akhirnya, pada tahun 1605, Pangeran Puger dapat ditangkap dan dibuang ke Kudus.


Putra Pangeran Puger kemudian diangkat sebagai Bupati Pati, yang bergelar Adipati Pragola. Namun, ia memberontak terhadap pemerintahan Sultan Agung, putra Prabu Hanyakrawati pada tahun 1627.


Setelah berhasil memadamkan beberapa pemberontakan, takdir Pangeran Hanyakrawati justru berakhir ironis. Konon ia meninggal dunia saat berburu kijang di Hutan Krapyak pada tahun 1613. Penyebabnya disebabkan karena Mas Jolang mengalami kecelakaan.


Namun sebagian sumber menyatakan mangkatnya Panembahan Hanyakrawati merupakan suatu konspirasi politik. 


Kerajaan Mataram, di bawah pimpinan Panembahan Hanyakrawati selama 12 tahun(601-1613), hanya sibuk mengurus berbagai pemberontakan saudara-saudaranya sendiri, serta ambisi kekuasaan berakhir seiring kematian sang raja. 


Pada Serat Nitik Sultan Agung, Panembahan Hanyakrawati disebutkan wafat secara misterius pada malam Jumat tanggal 1 Oktober 1613, berdasarkan Babad Sengkala, 1535 Jawa.


Penyebab kematiannya hingga kini tidak diketahui secara pasti, hanya dikisahkan bahwa Panembahan Hanyakrawati meninggal, karena kecelakaan berburu kijang di Hutan Krapyak. 


Sementara itu, Babad Tanah Jawi memberitakan bahwa Panembahan Hanyakrawati meninggal di Krapyak karena sakit parah, tanpa kejelasan tentang penyakitnya. 


Sumber lain, Babad Mataram, menyebutkan bahwa Panembahan Hanyakrawati wafat akibat diracun oleh Juru Taman Danalaya, abdi kesayangan raja sendiri.


Abdi ini dikisahkan sering kali menimbulkan keonaran di lingkungan dengan menyamar menjadi Raja, sehingga menyesatkan para istri dan selir Raja. 


Kisah ini juga diinterpretasikan dalam suluk yang berisikan wejangan mistik Kanjeng Sunan Bonang pada abdi kesayangan Raja Majapahit.


Sumber: SINDO News

[25/12 23.30] Aryanto Surabaya: ✊ ...


Sejarah Pati memang " keras " ...


و الحمد للّه ربّ العالمين

صلّى اللّه على محمّد

0 comments:

Post a Comment