HARTABUTA :
Selasa, 5-3-2024.
[5/3 15.46] +62 858-95..-86..: "MENGENAL LEBIH DEKAT KYAI ABDUL HAMID KAJORAN MAGELANG"
Indonesia merupakan negara di asia yang kaya dengan hadirnya banyak Ulama' karismatik, diantaranya ialah Mbah Hamid Kajoran, tidak banyak yang Mengenal Kyai Abdul Hamid Kajoran disebabkan minimnya literatur buku maupun kajian yang membahas tentang sosok beliau.
⚫ MENGENAL KYAI ABDUL HAMID KAJORAN
Makam mbah Hamid Kajoran terletak di Tuguran, Banjaragung, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Beliau merupakan murid dari Kyai Khalil Bangkalan. Mbah Hamid adalah ulama kharismatik yang Pancasilais. Bahkan menurut keterangan beberapa kyai sepuh, Bung Karno sempat beberapa kali diskusi soal Pancasila dan Islam dengan mbah Hamid dan mbah Wahab (Wahab Chasbullah).
Penjelasan tentang biografi dan riwayat hidup beliau tidak banyak dipublikasikan, sehingga untuk mengenal beliau lebih dekat menjadi sulit. Berikut beberapa tulisan yang berkaitan dengan mbah Abdul Hamid Kajoran yang kami dapatkan susun sehingga menjadi mudah bagi pembaca yang ingin mengenal beliau.
⚫ MBAH ABDUL HAMID KAJORAN MENJELASKAN PANCASILA
Ada proses dialog yang intens di kalangan ulama dan tokoh NU sebelum menerima Pancasila sebagai azas tunggal dalam berbangsa dan bernegara. Dialog tidak hanya dilakukan di forum-forum formal ilmiah akademik yang mengeksplorasi argumen dan gagasan rasional, tetapi juga di forum non formal seperti silaturrahim dan anjangsana serta forum mujahadah dan riyadloh yang mengeksplorasi aspek batiniah spiritual.
Salah satu forum tabayyun dan dialog informal mengenai kajian terhadap azas tunggal Pancasila penulis peroleh dari Gus Amin Hamid Kajoran, putra Kyai Hamid Kajoran (alm) yang menjadi saksi sejarah atas peristiwa yang monumental ini.
Diceritakan oleh Gus Amin, pada suatu hari ada beberapa kyai yang sowan menghadap Kyai Hamid Kajoran diantaranya Kyai Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta; Kyai Mujib Ridwan, Surabaya dan Kyai Imron Hamzah, Surabaya. Ada juga waktu itu Kyai Fauzi Bandung yang disopiri oleh Kyai Saeful Mujab, Yogyakarta. Kyai Ali Maksum adalah salah satu anggota tim bentukan PBNU yang ditugasi untuk melakukan kajian mengenai azas tunggal Pancasila. Tim ini diketuai KH. Ahmad Shiddiq dengan anggota Kyai Mahrus Aly Lirboyo, Kyai As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Kyai Masykur Malang dan Kyai Ali Maksum Krapyak.
Para kyai ini menyampaikan kepada Kyai Hamid Kajoran bahwa ada upaya pemaksaan dari pemerintahan Soeharto untuk menerapkan Pancasila sebagai azas tunggal. Mendengar pernyataan ini Kyai Khamid langsung menjawab, “Lho, koq pemaksaan? Pancasila itu kan milik kita, hasil ijtihad-nya para ulama dan kyai kita, terutama Hadratusysyekh KH Hasyim Asy’ari. Lha, kalo sekarang mau dijadikan azas tunggal ya Alhamdulillah. Itu artinya dikembalikan ke kita, koq malah kita merasa dipaksa.”
Mendengar jawaban kyai Hamid ini semua tertegun. Kemudian Kyai Ali bertanya, “Ini tafsirnya bagaimana?”
Atas pertanyaan ini kemudian Kyai Hamid menjelaskan soal sejarah dan tafsir Pancasila menurut ulama NU. Dijelaskan banwa Pancasila merupakan penjelmaan (sublimasi) ajaran Islam yang mentautkan syariah, aqidah dan tasawwuf.
“Oleh karenanya kita bisa menjalankan dua sila saja dari Pancasila secara konsisten dan benar Insya Allah kita bisa menjadi wali,” demikian Kyai Hamid menjelaskan Dua sila tersebut adalah sila Ketuhanan dan Kemanusiaan. Mengamalkan sila Ketuhanan artinya kita memahami dan mengerti Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya, perintah dan laranganNya. Sedangkan mengamalkan sila kemanusiaan artinya kita harus “mengerti manusia”, “memanusiakan manusia” dan “merasa sebagai manusia”.
Kemudian Mbah Hamid menjelas tafsirnya secara detail dengan perspektif syariah dan tasawwuf . Ketika penafsiran sampai pada pengertian “merasa manusia”, Kyai Ali Maksum menangis.
Dari penggalan kisah ini dapat terlihat bahwa Pancasila merupakan produk pemikiran (ijtihad) dari para ulama Nusantara sebagai menivestasi atas ajaran dan nilai-nilai Islam. Kedua, sikap NU menerima Pancasila sebagai azas bukan merupakan sikap keterpaksaan karena adanya tekanan politik, atau sekedar langkah taktis politik menghadapi tekanan, tetapi merupakan langkah ideologis.
Ketiga, sebagai bagian dari kelompok yang ikut merumuskan Pancasila, NU mengerti sejarah yang menjadi “asbabul wurud” dari Pancasila dengan segenap spirit dan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Oleh karenanya NU memiliki tafsir terhadap sila-sila Pancasila yang sesuai dengan syariat dan tasawwuf Islam.
Keempat, penerimaan Pancasila sebagai azas tunggal oleh NU dilakukan setelah melalui berbagai kajian dan upaya riyadloh lahir batin sebagaimana yang dilakukan para masayikh NU saat menerima Pancasila sebagai Dasar Negara. Jadi sama sekali bukan keterpaksaan.
Kelima, NU adalah ormas Islam pertama yang menerima azas tunggal Pancasila. Ini artinya NU menjadi pelopor penerimaan azas tunggal. Secara nalar sikap kepeloporan seperti tidak akan muncul karena terpaksa tapi karena kajian yang matang dan hujjah yang kuat. Dan para kyai yang ikhlas dan alim tak akan mungkin mau dipaksa menerima atau menolak sesuatu apalagi yang terkait dengan masalah agama.
Untuk memperkuat argumen ini bisa dilihat dalam risalah Kyai Ahmad Shiddiq setebal 34 halaman yang dipresentasikan di hadapan Munas Alim Ulama di Situbondo tahun 1983. Di sini disebutkan banwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, secara substansial Pancasila sangat islami. Bahkan butir-butir dari Pancasila adalah wujud dari nilai-nilai Islam. Sila pertamanya mencerminkan tauhid, sedangkan sila-sila lainnya representasi dari syariat. Dalam naskah ini tak ada satupum argumen politis yang mencerminkan keterpaksaan NU menerima azas tunggal Pancasila.
⚫ MBAH ABDUL HAMID KAJORAN TUNDA KEMATIAN
Dekat-dekat menjelang Muktamar NU ke-28 tahun 1989 di Krapyak Yogyakarta, Mbah Kiyai Hamid Kajoran jatuh sakit. Mbah Lim (Kiyai Muslim Rivai Imampuro, Klaten) mengajak Gus Dur menengok ke kediaman beliau.
“Aku tak mati yo, Lim…” (Aku mau mati nih, Lim), kata Mbah Hamid.
“Ndak bisa ndak bisa ndak bisa….”, Mbah Lim dengan gayanya yang khas, “mau Muktamar kok mati… enak aja…”
“Lha gimana…?”
“Mati ya mati tapi nunggu Muktamar dulu!”
Tepat empat puluh hari sesudah hari itu, beberapa minggu sesudah Muktamar, Mbah Hamid Kajoran wafat.
⚫KH. MA'RUF AMIN SOWAN PADA MBAH ABDUL HAMID KAJORAN
Kiai Ma'ruf disarankan oleh Gus Dur untuk sowan kepada para ulama waskita, antara lain Kiai Hamid Kajoran, Magelang. Saat pertama kali sowan ke Kajoran, Kiai Hamid sedang kurang sehat dan berbaring di ranjangnya. Sementara para tamu lain duduk bersila di bawah. Kiai Ma'ruf diminta oleh Kiai Hamid Kajoran untuk duduk di atas kasur bersamanya. Ulama yang disebut sebagai waliyullah itu meminta Kiai Ma'ruf untuk berziarah ke makam Syekh Belabelu di Parangtritis.
Kiai Maruf memenuhi anjuran Mbah Hamid Kajoran itu. Ia pergi ke Pamancingan, Parangtritis, makam Syekh Belabelu atau Raden Jaka Bandem, putra dari Raja Brawijaya V dan murid Syekh Maulana Maghribi.
Tiba di lokasi pemakaman, seseorang yang tampaknya sudah menunggu, segera menyapanya. "Anda, Ma'ruf Amin, ya?" ujar orang itu menyapa ramah. "Iya betul," jawab Kiai Ma'ruf.
"Anda akan mendapat amanah besar, Insyaallah," ujarnya menyambung. Kiai Ma'ruf tak sempat berkomentar dan bertanya lebih lanjut hingga tak sadar orang yang menyambutnya itu sudah pergi.
Tak lama berselang sejak pertemuan dengan sosok misterius itu, berlangsung Muktamar NU ke-28 di Pesantren Krapyak Yogyakarta. Dalam hajat tertinggi PBNU ini, KH Achmad Siddik terpilih sebagai Rais 'Aam dan Gus Dur sebagai Ketua Umum Tanfidziyah.
Kiai Ma'ruf Amin dipercaya sebagai Katib Syuriyah pada struktur PBNU yang kemudian nama posisi ini menjadi Katib 'Aam Syuriyah. Sejak menjadi katib inilah kealiman Kiai Ma'ruf mulai menonjol dan produktif menelurkan pemikiran-pemikiran baru.
⚫ PENUTUP
Demikianlan penjelasan yang dapat kami posting tentang Kiyai Abdul Hamid Kajoran, semoga kita dapat barokah dari beliau sehingga dapat meniru jalan da'wah beliau. Amin.
[5/3 15.53] +62 812-59..-6..: Salam Pancasila
و الحمد لله رب العالمين
صلى الله على محمد
No comments:
Post a Comment