HARTABUTA :
Sabtu, 13-7-2024.
Campuran !
Tidak ada tokoh Mbah Sambu !
Mbah Yai Mutamakkin ?
Gus Dur ?
[11/7 23.13] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
Ada versi :
1. Mbah Yai Choliil Sepuh Bangkalan lahir 1820, Santri Mbah Yai Muhammad Nuur, wafat 1925.
2. Mbah Yai Choliil Sepuh Bangkalan lahir 1820, Santri Mbah Yai Ahmad Shoolih, wafat 1925, Usia 105 tahun.
3. Mbah Yai Choliil Sepuh Bangkalan lahir 1835, Santri Mbah Yai Muhammad Nuur, wafat 1925.
4. Mbah Yai Choliil Sepuh Bangkalan lahir 1835, Santri Mbah Yai Ahmad Shoolih, wafat 1925.
*Belum lagi, jauh lebih ruwet kaji asal-usul ... 💥😭🙏⭐ :*
1. KH. Muhammad Nuur.
2. Sang Isteri Beliau.
Untuk ini *Tidak Diungkap Di Sini ... 💥👳♀️🙏⭐*
[12/7 08.53] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Ayah Bunda Prabu Kertanegara & Dzurriyyahnya
[12/7 08.53] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Wikipedia
Cari
Sembunyikan
WLE Austria Logo (no text).svg
Wiki Cinta Alam:
Unggah foto bentang alam, flora, fauna, atau objek lainnya di area yang dilindungi di Indonesia dan menangkan hadiahnya!
Kertanagara
Raja Singasari
Bahasa
Unduh PDF
Pantau
Sunting
Sri Maharaja Kertanagara (Hanacaraka:ꦯꦿꦶꦩꦲꦴꦫꦴꦗꦏꦽꦠꦤꦴꦒꦫ) atau disebut Kertanegara meninggal tahun (1292), adalah raja terakhir yang memerintah Kerajaan Singhasari dengan gelar Śrī Mahārājadhiraja Kṛtanāgara Wikrama Dharmmottunggadewa.
Kertanagara
Pāduka Śrī Mahārājādhirāja Kṛtanagara Wikrama Dharmmottunggadewa
Arca Joko Dolog Surabaya dari Candi Jawi perwujudan Kertanagara sebagai Buddha Mahakshobhya.
Raja Singhasari terakhir
Berkuasa
1268-1292
Penobatan
Jñaneswara Bajra
Pendahulu
Wisnuwardhana
Informasi pribadi
Kelahiran
Narāryya Murddhaja
Singhasari, Malang
Kematian
1292
Istana Singhasari
Pemakaman
Candi Jawi, Pasuruan, Jawa Timur.
Candi Singasari, Malang, Jawa Timur.
Wangsa
Rajasa
Ayah
Wisnuwardhana
Ibu
Jayawardhani (Waning Hyun)
Pasangan
Sri Bajradewi
Dara Kencana
Anak
(dan lain-lain)
Tribhuwaneswari
Narendraduhita
Jayendradewi
Gayatri
Agama
Siwa-Buddha
(Tantrayana)
(Aliran Kālacakra)
Masa pemerintahan Kertanagara dikenal sebagai masa kejayaan Singhasari. Ia sendiri dipandang sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi menyatukan wilayah Nusantara. Menantunya, Raden Wijaya, selanjutnya mendirikan kerajaan Majapahit sekitar tahun 1293 sebagai penerus Wangsa Rajasa dari Singhasari.
Asal-usul
sunting
Kertanagara memiliki nama asli kelahiran yaitu Nararyya Murddhaja adalah putera dari Wisnuwardhana atau Nararyya Seminingrat, raja Singhasari antara tahun 1248-1268. Ibunya bernama Jayawardhani. Pendapat yang menyebut Waning Hyun adalah ibu Kertanegara berasal dari tafsir Prof. Slamet Muljana, yang menyebutkan Waning Hyun permaisuri Seminingrat adalah putri dari Bhatara Parameswara (putra sulung Ken Arok, pendiri Singhasari, dari Ken Dedes).
Istri Kertanagara bernama Sri Bajradewi. Dari perkawinan mereka lahir beberapa orang putri, yang dinikahkan antara lain dengan Dyah Wijaya putra Dyah Lembu Tal, dan Ardharaja putra Jayakatwang. Nama empat orang putri Kertanagara yang dinikahi Raden Wijaya menurut Nagarakretagama adalah Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.
Berdasarkan prasasti Mula Malurung, Prasasti Pakis Wetan, sebelum menjadi raja Singhasari, Kertanagara lebih dulu diangkat sebagai yuwaraja di Kadiri tahun 1254. Nama gelar abhiseka yang ia pakai ialah Sri Maharaja Sri Lokawijaya Purusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murddhaja Namottunggadewa.
Masa Pemerintahan
Kematian
Referensi
Lihat Pula
Pranala luar
Terakhir disunting 1 bulan yang lalu oleh Rakehino
Wikipedia
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali dinyatakan lain.
Kebijakan privasi Ketentuan PenggunaanTampilan komputer (PC)
[13/7 03.13] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Barangkali yg ingin mencari jejak leluhurnya dari giri,,ini skema nasab tulisan pangeran kedhaton ( hanggareksa II ) 1770 M
[13/7 03.18] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Al anggawi as Syarif al Hasani. Bani Amir Mekah Abu Numay Awal Abu Sa'ad
[13/7 04.25] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Ramalan Syaich Siti Jenar & Wasiatnya
https://youtu.be/gyXJXlFpxuc?si=84xyd0dn5znzyo6n
[13/7 04.26] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Wafatnya Sunan Kalijogo
https://youtu.be/AEw8bIPrtAk?si=k1qp6654tflmTmnV
[13/7 04.29] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: DAFTAR KETURUNAN PANGERAN BENOWO .....
Pangeran Benawa menikah dengan anak perempuan Kyai Ageng Pengampelan I
dan memiliki beberapa putra dan putri.....
Salah satunya Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi yang menjadi Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Krapyak
dan berputra Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma yang kelak menjadi Raja Besar Mataram
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Kaputran Adipati Pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Garwa Dalem Sinuwun Seda Krapyak )
6. Raden Ayu Pengalasan
7. Raden Ayu Barat Ketiga
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Pajang
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara dan
15. Raden Mas Pajang Pringapus
Sumber : Googling ...
[13/7 04.36] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/W7sAPQx5uHprCEVj/?mibextid=xfxF2i
DAFTAR KETURUNAN PANGERAN BENOWO .....
Pangeran Benawa menikah dengan anak perempuan Kyai Ageng Pengampelan I
dan memiliki beberapa putra dan putri.....
Salah satunya Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi yang menjadi Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Krapyak
dan berputra Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma yang kelak menjadi Raja Besar Mataram
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Kaputran Adipati Pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Garwa Dalem Sinuwun Seda Krapyak )
6. Raden Ayu Pengalasan
7. Raden Ayu Barat Ketiga
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Pajang
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara dan
15. Raden Mas Pajang Pringapus
Sumber : Googling ...
[13/7 04.40] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/x3batasvHFnUFGJD/?mibextid=A7sQZp
RA - ORMAS PRIMORDIAL KHUSUS IMIGRAN BA'ALAWI ASAL YAMAN YANG KEPEDEAN 🙈
#fahami Terbitnya Sebuah kitab nasab atau buku catatan nasab hanya dapat menjadi dalil kesahihan untuk nama-nama yang sezaman dengan kitab nasab itu ditulis. Misalnya kitab nasab Nubzat Lathifah fi Silsilati nasabil Alawi yang ditulis oleh Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail, kitab Ittisalu Nasabil Alawiyyin wal Asyraf yang ditulis Umar bin Salim al- Attas juga pada abad 13 H, kitab Syamsudz Dzahirah yang ditulis oleh Abdurrahman Muhammad bin Husein al- Masyhur yang ditulis juga pada akhir abad 13 H.
#Lucunya Sayyid Syarif Dzurriyah Rasulullah SAW jalur Walisongo yang Hidup di masa abad 8H - 11H mau di Isbat menggunakan Kitāb Nasab Khusus hanya Mencatat Keluarga Ba'Alawi yang di Tulis abad 13H , Kitāb Nasab Khusus dibuat untuk Me Sayyid Syarif kan para imigran Ba'Alawi yang Baru Datang Ke Nusantara di Masa Abad 13H 🙈
[13/7 04.44] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Mbah Sambu Lasem bin Pangeran Benowo I Tidak Ada di Versi Ini
https://www.facebook.com/share/p/uG4coV3ozbvVF6bg/?mibextid=xfxF2i
Pangeran Benawa putra Sultan Hadiwijaya Pajang (Joko Tingkir)
menikah salah satunya dengan anak perempuan Kyai Ageng Pengampelan I
dan memiliki beberapa putra dan putri.....
Salah satunya Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi yang menjadi Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Hanyokrowati dan berputra Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma yang kelak menjadi Raja Besar Mataram
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo dari beberapa istri antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Arya Kaputran pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Permasuri Penembahan Hanyokrowati mataram )
6. Raden Ayu Pengalasan (istri Pangeran Pangalasan)
7. Raden Ayu Barat Ketiga
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Adipati Pajang II
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara
15. Raden Mas Pajang Pringapus
#NB tidak ada nama Mbah Sambu Lasem (Abdurahman)
[13/7 04.46] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/3928789717202983/?comment_id=3939025862846035
Makam Pangeran Benawa ada banyak: Surabaya, Kendal, Lasem, Pemalang dan Tulungagung.
Makamnya satu, kemungkinan di tempat lain adalah petilasan yg kemudian diabadikan oleh anak keturunannya.
[13/7 04.47] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/3928789717202983/?comment_id=3939012719514016&reply_comment_id=3958664050882216
Humaidi Syari'ati pangeran Radin/Ramawijaya itu anak Pangeran Mas Adipati Pajang bin Pangeran Benowo jatuh nya cucu
nama nama Abdul Halim sebagai alias pangeran Benowo tdk ada dalam catatan Asli Bani pajang😂🙏
[13/7 04.49] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/3928789717202983/?comment_id=3939004052848216&reply_comment_id=5326378244110783
Humaidi Syari'ati
Joko Tingkir nama asline Abdurohman
Ke atas nya nyambung ke Nama Raden Buto Ijo alias Ahmad Bin Abu Bakar Basyaiban
#Versi Pak Heri Widjajanto
[13/7 04.51] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/FwE2xWmZgBbzjpRQ/?mibextid=xfxF2i
PANGERAN JIPANG PANOLAN
PANGERAN CINDEAMOH
Putra Pangeran Benawa dalam huru hara Nyai Maerah.
Bukti Sejarah otentik, Nyai Maerah dan Mbah Ndoro 🙏🏾
Silahkan di simak...
[13/7 04.53] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Pangeran Cinde Amoh bin Pangeran Benowo + Nyai Maerah
Nyai Maerah Mati karena ulah bejat Raden Ronggo bin Raden Danang Sutowijoyo
https://www.facebook.com/share/p/FwE2xWmZgBbzjpRQ/?mibextid=xfxF2i
KISAH DAN SILSILAH KYAI CINDEAMOH / PANGERAN CINDEPUSPITO
Di tembok sebelah timur luar makam Sultan Agung, terdapat 3 makam misterius yang asal-usulnya sulit sekali untuk dilacak. Hanya nama Cindeamoh tertulis dipagar tembok makam.
Konon, dulu sebelum di pugar, separo nisannya, di dalam rumah cungkup makam Sultan Agung, ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan antara Sultan Agung dengan Kyai Cindeamoh/Pangeran Cindepuspito.
Di samping makam Kyai Cindeamoh, terdapat pohon Randu Alas yang telah tumbuh ratusan tahun yang mitosnya sering terlihat sosok naga bersayap. Sosok Kyai Cindeamoh, dikatakan sebagai saudara - abdi-dalem terkasih Sultan Agung dan merupakan empu keris keraton.
Silsilah Kyai Cindeamoh sangat samar. Di samping makamnya, ada bangunan makam Tumenggung Suponto. Agak kebawah tanpa peneduh merupakan makam Tumenggung Nolodermo, yang dipayungi pohon Jambu Mente yang sangat subur.
PANGERAN CINDEPUSPITO TRAH PAJANG
Beliau itu semasa mudanya bernama Pangeran Cindepuspito, dari Trah Pajang, dari garis keturunan Sultan Prabuwijaya Pajang atau saudara Pangeran Banowo, dari garwa ampil/selir. Menurut tutur silsilahnya adalah Pangeran Cindepuspito bin Pangeran Benawa bin Sultan Hadiwijaya/Jakatingkir.
Kalau bibiknya Pangeran Cindepuspito menikah dengan trah Cirebon, karena putri Sultan Pajang Hadiwijoyo (Mas Karebet Jaka Tingkir) yang bernama Ratu Lampok Anggoras yang menikah dengan Panembahan Ratu yang kelak beliau hidup bersama bibiknya di Cirebon. Zaman dahulu perkawinan silang antar kerajaan sangat mungkin dilakukan untuk memperkuat tali politik kekuasaan.
PANGERAN BENAWA - NYAI MAERAH
Ketika Pengeran Banowo saat menjadi sultan pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.
Menurut tutur cerita , sewaktu beliau menjadi Adipati Jipang Ing Panolan (Cepu-Blora) pangeran Benowo berkeinginan menimba ilmu agama lebih dalam dan meninggalkan Kadipaten Jipang Ing Panolan.
Disaat kekosongan Pimpinan tersebut, terjadi huru hara kekacauan di Jipang Ing Panolan, dimana Gusti Raden Ronggo yang pada waktu itu menjadi Adipati Pati menyerang Jipang dan mampu membunuh adik Pangeran Benawa, yaitu Pangeran Anom Giri Jati / Pangeran Bendoro Anom Jati / Mbah Ndoro (Balun-Cepu) oleh putra Panembahan Senopati.
Kerusuhan ini terjadi gara gara Raden Ronggo, terpikat oleh kecantikan isteri pamannya, Ratu Maerah. Beruntung Ratu Maerah yang cantiknya pindho mbulan ndadari (luar biasa), termasuk wanita setia, dan memilih suduk salira bela pati suaminya.
Sekarang makam Ratu Maerah anda bisa ditemui di dusun Sorogo, Kelurahan Ngelo - Kecamatan Cepu.
Kabar peristiwa kematian Istri Pangeran Banowo yaitu Ratu Maerah sangat mengguncang hati Panembahan Senopati, sampai sampai dia menggoreskan keris di dahinya saking bersedih hatinya. Dari peristiwa kematian istri dan adik Pangeran Benawa inilah, akhirnya Raden Ronggo dianggap berbahaya bagi kelangsungan pemerintahan Mataram yang baru dirintis. Maka diputuskan kalau dia harus disingkirkan. Maka munculah legenda Raden Ronggo dibelit ular jelmaan ibunya Kangjeng Ratu Kidul dibawa ke Kerajaan Ratu Selatan.
__________________
Kekalutan huru hara Kadipaten Djipang Ing Panolan yang terjadi, banyak kerabat menyebar menyelamatkan diri, sedang dikisahkan Pangeran Cindepuspito yang masih kecil kala itu terlunta-lunta. Hingga ia akhirnya memilih hidup di Cirebon ikut bibinya menjadi pertapa dan akhirnya suka mendalami ilmu tosan aji.
PANGERAN PASAREAN CIREBON
Setelah Panembahan Senopati wafat, tahta jatuh pada Raden mas Jolang, yang bergelar Prabu Hanyokrowarti. Permaisuri raja Mataram ke-II ini adalah Ratu Mas Adi Dyah Banawati (Putri Prabu Wijaya atau Pangeran Benawa). Dari pasangan ini, lahirlah Mas Rangsang atau Raden Mas Jatmiko, yang menggantikan ayahnya menjadi Sultan Agung Hanyokrokusumo (raja terbesar Dinasti Mataram Islam).
Sementara Pangeran Cindepuspito menggunakan nama Mpu Cindeamoh. Di Cirebon beliau ikut Bibinya, Ratu Lampok Anggoras bin Sultan Hadiwijaya, isteri Panembahan Ratu - Sultan Cirebon.
Panembahan Ratu ini orang keramat, setiap kali datang ke Mataram, kota dilanda wabah/ pageblug, karena menganggap Panembahan Ratu sebagai raja bawahan. Akhirnya Sultan Agung yang waskita, menjadikan Panembahan Ratu (bukan Panembahan Ratu, yang mati dieksekusi di Girilaya), sebagai guru spiritualnya, kebetulan isteri Panembahan Ratu masih terhitung 'Eyang Putri' Sultan Agung, karena masih saudara seayah dengan Eyang Pangeran Banowo (Ayah Ratu Mas Adi Dyah Benawati).
Kedekatan dengan Panembahan Ratu inilah, yang mungkin mempertemukan Mpu Cindeamoh/Pangeran Cindepuspito dengan Sultan Agung. Kebetulan Mpu Cindeamoh ini masih pamannya, saudara seayah dengan ibunya yaitu Ratu Hadi Hanyokrowati/Nyai Banowati bin Pangeran Benawa. Maka diboyonglah Mpu Cindeamoh ke Mataram, untuk menjadi penasehat spiritualnya dan juga khusus membuat keris pesanan raja.
MPU Cindepuspito/ Cindeamoh kemudian hidup di kraton Mataram dan menikah dengan Raden Ayu Retno Kanaka / Nyai Cindepuspito.
Adapun silsilah dari Nyai Cindepuspito
adalah:
Prabu Brawidjaja V
1. Bondan Kejawan
2. Raden Dukuh/ Syech Ngabidullah/ Ki Ageng Wanasaba
3. Pangeran Mandepandan I
4. Kyai Sungeb/ Kyai Ageng Pakeringan
5. Kyai Djuru Martani/ Adipati Mandaraka
6. Kyai Djuru Kiting Nataningrat/ Panembahan Djuru Martani / Panembahan Djuru Najem
7. Pangeran Pandjangmas
8. Retna Kanaka/ Nyai Tjindeamoh
9. Kyai Hentawang
10. Kyai Najaburu
11. Kyai Redilaksana I
12. Kyai Redilaksana II
13. Kyai Redigala I
14. Raden Lurah Redigala II
15. Raden Ngantenn Trunosarosa
16. Rngt. Wiradihardja
17. R. Wiradi
18. R. Didit Rudi Endar Widyatmaja
Data tersebut didapatkan pada silsilah trah keluarga R. Didit Rudi Endar Widyatmaja.
Pendek kata kemungkinan, bahwa Mpu Pangeran Cindeamoh / Cindepuspito putra Pangeran Benawa bin Sultan Hadiwijaya Jakatingkir Pajang. hidup sejak zaman Cirebon, Pajang, hingga Mataram Sultan Agung. Karena kedekatannya dan masih punya silsilah yang sama dengan Sultan Agung inilah, maka diizinkannya jasad beliau ketika wafat dimakamkan di bukit Imogiri.
Wallahu a'lam bishawab 🙏🏾
Sumber info :
"Mencicipi Kesakralan Pajimatan Imogiri - Akarasa" http://www.akarasa.com/2015/03/mencicipi-kesakralan-pajimatan-imogiri.html?m=1
______________________________
Pemerhati Sejarah Dan Budaya
Temmy Setiawan
[13/7 05.00] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Versi Joko Tingkir Yg Jahat
https://www.facebook.com/share/p/9LUPmQ36Vf5EbFpD/?mibextid=xfxF2i
_*Tentang Joko Tingkir*_
Apakah Joko Tingkir punya jabatan di Demak!?
Untuk mendapatkan informasi yg akurat tentang Joko Tingkir, saya meneliti 5 (lima) lokasi yg diklaim sebagai makam Joko Tingkir yg masing2 lokasinya itu juga diklaim sebagai makam yg asli, dan tidak hanya di Lamongan saja versinya Gus Muwafiq, dan lain2 nya.
1). Lokasi makam Joko Tingkir di Kota Gede Yogyakarta.
2). Lokasi makam Joko Tingkir di Butuh, Gedongan, Plupuh, Sragen (sudah di SK Bupati Sragen tahun 2018 sebagai Cagar Budaya, dengan Nomor. 430/488/003/2018)
3). Lokasi makam Joko Tingkir, di dusun Dukuh, desa Pringgoboyo, kecamatan Maduran, kab. Lamongan, Jatim.
4). Lokasi makam Joko Tingkir, di Temboro, Karas, Magetan, Jatim.
5). Lokasi makam Joko Tingkir, di dukuh Rawagede, desa Balongsari, kec. Rawamerta, kab. Karawang, Jawa Barat.
Kelima lokasi makam Joko Tingkir ini, masing2 juru kunci dan tokoh masyarakat setempat mengatakan sebagai makam Joko Tingkir yg asli. Jadi tidak hanya dimonopoli yg di Lamongan saja.
Untuk menjustifikasi apa yg dimaksud Gus Dur, kita harus memahami apa dan mengapa Gus Dur mengatakan demikian. Sebab biasanya yg ditembak Gus Dur itu di timur, justru yang kena disebelah barat. Termasuk bila Gus Dur bilang, bila makam Joko Tingkir itu di Lamongan.
Apakah benar Gus Dur pernah bilang, bila Joko Tingkir yg asli itu di Lamongan adalah Joko Tingkir yg pernah membuat ontran2 di Demak?
Jangan2 yg dimaksud Gus Dur adalah Joko Tingkir yg lain.
Gaya Gus Dur seperti inilah yg belum bisa dipahami oleh kita sebagai masyarakat awam.
Jangankan kita yg masih awam, Kyai kharismatik selevel Kyai Ali Yafie dari Makasar, Sulawesi Selatan saja, bisa kelimpungan, gara2 SDSB yg membuat Kyai Ali Yafie mengundurkan diri dari pengurus NU.
Jangan2 statemen Gus Dur tsb hanya utk menguji ilmuwan2 NU yg sebenarnya, ttg ilmu spiritual mereka dan ilmu metafisik para kyai NU, tentang banyaknya makam wali yg lokasinya ada dimana-mana, termasuk Sunan Kalijogo dan Syekh Siti Jenar.
Oleh karena itu, yakinkah panjenengan, bila yg dimaksud Gus Dur bahwa makam Joko Tingkir yg di Lamongan itu adalah makam Joko Tingkir yg pernah di Demak?
Atau Joko Tingkir yg dimaksud Gus Dur di Lamongan itu adalah dari orang yg diberi julukan Joko Tingkir tapi tokoh lain yg sebenarnya Wali tetapi bukan Joko Tingkir yg di Demak?.
Sebagai peneliti sejarah, saya mengatakan bahwa makam yg diklaim sebagai makam Joko Tingkir di Lamongan itu bukan makam Joko Tingkir yg pernah membuat ontran2 di Demak maupun Joko Tingkir yg pernah menjadi Raja di Pajang yg bergelar Sultan Hadiwijaya.
Yang dimakamkan di Lamongan itu memang benar wali, tetapi bukan Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya).
Monggo sareng2 dikoreksi bila saya yg salah (karena masih ada 4 lokasi makam Joko Tingkir selain yg di Lamongan).
Keyakinan saya bila di Lamongan itu makamnya Joko Tingkir hanyalah 0,01 persen, karena ada yg 99,99 persen makam Joko Tingkir, baik Sukma dan jasadnya tidak di Lamongan, Jawa Timur.
Disamping itu Silsilah Gus Dur tidak memiliki NASAB dengan Joko Tingkir.
Tetapi beliau memiliki nasab hingga Pangeran Benowo yg di Pekuncen (bukan yg di kompleks masjid Agung Demak) dan dari Pekuncen inilah nyambung ke Mbah Abdurahman Ganjur di Ngroto (Gubug-Grobogan).
Disamping itu Abdurahman yg ditulis oleh Gus Ishomuddin, sebenarnya bukanlah nama dari Joko Tingkir.
Silsilah Gus Dur maupun Mbah Maemun, nanti akan nyambung dengan Mbah Abdurrahman Katu yg ada di Demak, trus ke Granada Spanyol (Maghribi).
Maka draf penelitian (kurang lebih 15 point) yg pernah saya sampaikan itu, kiranya bisa diimplemtasikan dan direalismekan, tentang apa, siapa, mengapa, dimana, dan bagaimana Joko Tingkir yg sebenarnya.
Kalau dikatakan sebagai Raja di Demak, Joko Tingkir tidak pernah menjadi Raja di Demak.
(Hanya buku Babad dan Serat serta Hikayat saja yg menyatakan demikian).
Tetapi kalau menjadi Adipati, beliau pernah yaitu sebagai Adipati Jepara (1552-1568 M).
Beliau menjadi Adipati Jepara, menggantikan posisi istri keduanya yaitu, Ratu Kalinyamat yg menjadi Adipati Jepara (1550-1552).
Sementara Ratu Kalinyamat menggantikan kedudukan suaminya Sultan Hadirin yg wafat tahun 1550 M.
Karena banyak protes dari Majlis Wali Demak, tentang posisi Adipati Perempuan (dan kemampuan ilmunya masih di bawah jauh dengan Raden Ayu Sekartaji Kusumaningrum, Raden Ayu Putri Kembang Arum, dan Raden Ayu Putri Pandan Arum), maka dicarilah pengganti Adipati untuk laki-laki.
Setelah iddahnya selesai, Ratu Kalinyamat dinikahi Joko Tingkir yg juga ditinggal wafat istrinya yg tiada lain adalah kakak Ratu Kalinyamat sendiri yaitu Ratu Cempaka bin Trenggono.
Maka ditunjuklah Joko Tingkir sebagai Adipati Jepara tahun 1552 M.
Ketika Joko Tingkir menjabat Adipati Jepara, beliau ternyata bekerjasama dengan Portugis untuk menggulingkan Demak. Maka diperbaiki lah benteng2 yg sudah ada di Jepara, baik dalam perbaikan maupun pembuatan sistem pertahanan dalam benteng di Pengkol Jepara maupun benteng yg di Donorojo Jepara.
Sebenarnya benteng ini dibangun oleh Raden Fatah dan Patih Mangkubumi Ronggo Toh Joyo, ketika Muhammad Yunus bin Raden Fatah menjadi Adipati Jepara sekitar tahun 1513 M.
Sayangnya Joko Tingkir terlalu ambisius untuk menggulingkan Demak (untuk segera bisa dipindah ke Mataram) namun dukungan dari dalam kerajaan Demak kurang memadai, akhirnya Joko Tingkir mempengaruhi Pangeran Haryo bin Prawoto untuk memberontak pada raja Demak yg dijabat Pangeran Cakra Buana bin Trenggono.
Joko Tingkir dan Pangeran Haryo bin Prawoto, ibarat Tumbu ntuk Tutup. Yang satu (Joko Tingkir) Satrio ambisius, dan yg satunya lagi (Pangeran Haryo bin Prawoto), Satrio yg temperanmental dan ambisius juga.
Sebenarnya Joko Tingkir mengincar jabatan Patih Mangkubumi (Perdana Menteri) di Demak, tetapi Pangeran Cakra Buana lebih memilih Raden Arya Widhi sebagai Patih Mangkubumi utk mendampingi dirinya dibanding Joko Tingkir.
Sakit hati Joko Tingkir inilah yg membuat beliau mengompori Pangeran Haryo bin Prawoto untuk mengkudeta raja Demak ke-6 itu. Joko Tingkir lah sebenarnya aktor intelektual pemberontakan di Demak. Sedangkan aktor utamanya adalah Pangeran Haryo bin Prawoto selaku pelaksana di lapangan (bukan Aryo Penangsang bin Surowiyoto/Pangeran Sekar Sedo Lepen yg diceritakan dalam buku Babad selama ini).
Yang dikudeta adalah Pangeran Cakra Buana bin Trenggono & Patih Mangkubumi Arya Widhi.
Tetapi yg dijadikan kambing hitam dalam buku Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan kitab2 lainnya adalah Pangeran Aryo Penangsang bin Surowiyoto.
Padahal Pangeran Aryo Penangsang bin Surowiyoto (Pangeran Sekar Sedo Lepen) tidak tau menahu atas kejadian Pralaya atau Perebutan Kekuasaan di Demak itu, karena waktu kejadian Kudeta, beliau masih menjabat sebagai Adipati di Madura.
Perebutan kekuasaan ini bisa dikatakan berhasil dan juga bisa dikatakan tidak berhasil.
Dikatakan berhasil, karena pemberontak mampu membunuh raja Demak (Pangeran Cakra Buana bin Trenggono), namun tidak mampu membunuh Raden Arya Widhi meskipun Arya Widhi kena tusuk Keris Setan Kober miliknya Ki Ageng Pemanahan yg dibawa Joko Tingkir dan sudah dilumuri RACUN. Akibat kena tusukan keris Setan Kober yg sudah dilumuri RACUN itulah, membuat Patih Mangkubumi Arya Widhi lumpuh selama tiga tahun.
Sementara Pangeran Aryo Penangsang, hanya memiliki keris Nogososro dan keris Pulanggeni, dan beliau tidak mempunyai keris yg disebut sebagai Keris Setan Kober itu. (Karena sebenarnya Keris Setan Kober itu miliknya Ki Ageng Pemanahan).
Pasukan Pemberontak yg dipimpin oleh Pangeran Haryo bin Prawoto itu, sempat menguasai Istana Trenggono maupun Istana Pangeran Cakra Buana, dalam beberapa minggu. Namun Telik Sandi Demak yg dipandegani oleh Ki Demang Alap-Alap, mampu menghubungi Raden Muhammad Aminuddin (Adipati Pati), sehingga Pasukan Raden Muhammad Aminuddin bin Raden Fatah, beserta pasukan yg masih loyal pada Demak bersatu menyerang balik pemberontak. Pasukan pimpinan Raden Muhamnad Aminuddin bin Raden Fatah inilah akhirnya mampu melumpuhkan pasukan pemberontakan dan menangkap Pangeran Haryo bin Prawoto untuk diadili.
Joko Tingkir sendiri luput dari penangkapan ini, karena sebelum ditangkap oleh Raden Muhammad Aminuddin bin Raden Fatah, beliau melarikan diri ke Pajang (atas bantuan Portugis), hingga pada tahun 1568 M beliau mengibarkan bendera Pajang.
Sebenarnya Joko Tingkir tidak pernah memindahkan pusat kerajaan Demak ke Pajang, karena Demak tidak pernah dipindah oleh siapa pun ke Pajang, karena bubarnya Pajang yg kemudian pindah ke Mataram tahun 1586 M, Demak masih eksis dipimpin oleh Raden Muhammad Aminuddin bin Raden Fatah.
Ketika Joko Tingkir wafat, Demak pun masih eksis dipimpin oleh Raden Muhammad Aminuddin bin Raden Fatah tersebut.
Hingga akhirnya Danang Sutowijoyo (Raja Mataram) pada tahun 1601 M, membuat geger antara Demak dan Mataram menjalani perang Bubat, yg membuat Danang Sutowijoyo maupun Raden Muhammad Aminuddin bin Raden Fatah, sama2 meninggal dunia, meski Danang Sutowijoyo meninggal dunia di lokasi pertempuran, sedangkan Raden Muhammad Aminuddin menyusul wafat 33 hari kemudian.
Sejarah seperti ini, tidak mungkin dicatat apalagi masuk ke buku sejarah lokal maupun nasional, karena merugikan pihak Selatan (Pajang & Mataram). Kiranya benar, bahwa sejarah ditulis oleh pihak yg menang, yaitu penjajah Belanda, karena Babad Tanah Jawi ditulis pada tahun 1788 M yg kemudian diolah oleh JJ Meinsma (Belanda) tahun 1874 M, meskipun Raffles juga menulis tentang sejarah raja2 Jawa dan Demak tahun 1817 dalam The History of Java. Poestoko Darah Agoeng pun tahun 1937 M juga ikut menulis ttg Demak, meskipun kacaunya luar biasa.
Sejarah bahwa Ratu Kalinyamat pernah menyerang Portugis pun hanyalah isapan jempol belaka, karena ceritanya sudah dimodifikasi oleh orang2 Selatan (Pajang & Mataram) meskipun mereka tau bahwa Ratu Kalinyamat tidak pernah melakukan hal itu, apalagi berperang melawan Portugis yg bersenjata lengkap.
Justru Raden Ayu Sekartaji Kusumaningrum binti Raden Sanjaya bin Sunan Kalijogo lah yg sebenarnya pernah berperang dengan Portugis bersama Putri Kembang Arum dan Putri Pandan Arum.
Tetapi buku Babad dan Serat berkata lain. Apalagi The Suma Oriental karya Tome Pires, maupun Mendez Pinto (keduanya penulis Portugis), sangat mendeskreditkan Demak meskipun keduanya hanya sekilas berada di Demak.
Sejarah tentang Demak benar2 diobrak abrik oleh Kitab Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda serta turunan2 nya yg berafiliasi dengan kedua kitab tsb.
Oleh karena itu dibutuhkan penyaringan yg mendalam, super njlimet, bila sejarah Demak benar2 sesuai dengan fakta dan realitanya.
_*Peneliti Sejarah Demak*_
*Ahmad Kastono Abdullah Hasan*
_*Tinggal di Demak*_
[13/7 05.01] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/Lsv8HTSji5tVnMx1/?mibextid=xfxF2i
RM. Citro Menggolo/Kyai Modjo 1
Nama lain beliau Pangeran Menggolo/Kyai Jumal Sepuh/ Kyai Mojo Sepisan. Beliau adalah Putra Adipati pajang bin Pangeran Benowo 1 bin Sultan Hadiwijoyo (Jaka Tingkir) Pajang, yang kemudian pindah babat Alas di wonotoro kesambi Boyolali mendirikan padepokan disana. Murid semakin banyak akhirnya pindah mendirikan pesantren di daerah Mojo Tegalrejo Sawit Boyolali yg selanjutnya menjadi tanah perdikan dijaman cucunya (Kyai Modjo 3). *Sebelumnya juga mendirikan padepokan di Mojo andong boyolali* untuk pendidikan agama islam. Beliau memiliki beberapa istri, berputra diantaranya :
1. *Kyai Jumal Arif*
2. Kyai Sencoko Pengging (Leluhur Mbah Wasil/Kyai Kepil, Kyai Abdul Syukur Kras Kediri)
*ada beberapa versi silsilah mengenai mbah modjo.
[13/7 05.03] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/JRa1RfmW28wceaUx/?mibextid=xfxF2i
PANGERAN ADININGRAT DANDANG KUSUMO
Mbah Sabil - Menak Anggrung - Padangan
SEJARAH NAMA PADANGAN DAN KUNCEN
Para pecinta sejarah religi, setelah beberapa artikel sebelumnya yang menceritakan keutamaan Padangan dalam perang Pangeran Diponegoro yang dipimpin Raden Tumenggung Arya Sosrodilogo pada tahun 1825-1828 Masehi, dan juga dikupas dalam tulisan sebelumnya tentang para punggawa dan dzuriah trah Mataram di padangan, Padangan sendiri sudah lama melegenda dengan adanya sesepuh "MBAH MENAK ANGRUNG" yang melekat dua figur utama bermana Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo/ Mbah Sabil dan Mbah Hasim yang telah hadir ratusan tahun sebelum perang Diponegoro.
Padangan sendiri sudah dikenal sebagai gudangnya para pesuluk dan orang-orang sholeh. Pada akhir abad ke 17, atau tahun 1680 masehi, sungai pembatas antara Padangan dan Kasiman selalu dipenuhi perahu.
Selain berdagang dan sekadar melintas, perahu-perahu itu juga dipenuhi para pesuluk dan penuntut ilmu. Saat malam hari, pendar cahaya obor terlihat kelap-kelip dari atas sungai. Banyak dari mereka merupakan santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang diasuh oleh Wali Keramat.
Di pinggir bantaran sungai, tepatnya di Desa Kuncen, terdapat pondok pesantren Menak Anggrung. Sebuah pondokan yang diasuh Mbah Sabil dan Mbah Hasyim. Beliau berdua hidup hingga akhir abad ke-17, circa 1680 M.
MBAH SABIL , ASAL MULA PENAMAAN KUNCEN DAN PADANGAN
Mbah Sabil (Pangeran Adiningrat Dandang Kusuma), merupakan waliyullah yang melarikan diri dari kejaran Belanda menuju Ampel Denta Surabaya, dengan cara _ngintir_ (menghanyutkan diri pakai keranjang) melintasi Bengawan Solo.
Mbah Sabil merupakan santri Ampel Denta Surabaya. Dalam perjalanannya melintasi sungai, Mbah Sabil menyadari bahwa hari menjelang fajar, sudah waktu sholat subuh. Dimana angkasa dan ruang mata mulai padang (terang). Tempat yang membuat Mbah Sabil menyadari waktu sudah subuh itu, kini dikenal sebagai kawasan PADANGAN.
Menyadari hari sudah hampir subuh, Mbah Sabil tidak menghentikan perjalanan. Namun terus melanjutkan perjalanan. Hingga beberapa saat kemudian, beliau berjumpa dengan Mbah Hasyim--- sosok yang sebelumnya dikenal sebagai ketib atau penulis sekaligus kiai.
Dari perjumpaan itu, Mbah Hasyim meminta agar Mbah Sabil singgah dan menetap untuk menyebarkan agama Islam di sana. Mbah Sabil pun bersedia menetap dan berdakwah di tempat tersebut. Sementara Mbah Hasyim, menjadi ketib sekaligus pendamping dari sosok Mbah Sabil.
Tempat perjumpaan Mbah Sabil dan Mbah Hasyim itu, kini dikenal sebagai Desa KUNCEN, karena "mengunci" perjalanan Mbah Sabil yang semula ingin ke Ampel Denta, berhenti dan berdakwah di sana bersama Mbah Hasyim. Untuk diketahui, Mbah Sabil adalah santri Ampel Denta Surabaya.
Kehadiran Mbah Sabil, secara eksplisit, jadi PEPADANG jalan persebaran agama Islam di Desa Kuncen secara khusus, dan Padangan secara umum. Sebab, beliau bersama Mbah Hasyim akhirnya mendirikan pondok pesantren. Sebuah pondok yang yang masyhur dengan nama Menak Anggrung.
Pondok tersebut dikenal sebagai Menak Anggrung karena bangunannya terlihat anggrung-anggrung (mencolok) di pinggir bantaran sungai Bengawan Solo.
Dari Mbah Sabil inilah, lahir dzuriyat (keturunan) ideologis dan biologis yang membentuk Padangan, terutama Desa Kuncen, sebagai kawah candradimuka para pesuluk ilmu pengetahuan agama.
Selain menurunkan dzuriyat ideologis dan biologis di kawasan Kuncen dan Padangan, Mbah Sabil juga menurunkan banyak kiai-kiai besar di luar kota. Mbah Samboe Lasem atau Pangeran Syihabuddin Samboe Digda Diningrat dan Mbah Abdul Jabbar Nglirip Tuban adalah menantu Mbah Sabil.
Maka, KH. Achmad Siddiq Jember (dari jalur Mbah Samboe Lasem) dan KH. Sholeh Tsani Bungah Gresik (dari jalur Mbah Jabbar Nglirip), adalah keturunan langsung Mbah Sabil yang cukup masyhur dikenal sebagai kiai-kiai khos.
MAKAM MENAK ANGRUNG
Tiga Kali Pindah makam
Seperti diketahui bersama , makam Mbah Hasyim dan Mbah Sabil sekarang dikenal dengan Makam Menak Anggrung Padangan, bukan tempat aslinya makam pertama.
Makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim tiga kali pindah, dulu makamnya berada di Desa Kuncen bagian utara dekat bengawan Solo dan pada saat itu belum selebar sekarang.
Dulu bengawan solo masih seperti sungai biasa, seiring waktu bengawan solo terus melebar kemudian hampir mengenai makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim yang saat itu dimakamkan di dekat bengawan.
Dikarenakan erosi bengawan terus melebar, oleh warga makam dipindahkan, lebih keselatan agar tidak kena Bengawan Solo. Setelah dipindah erosi bengawan solo masih terus belanjut, kemudian dipindah lagi, dan pada saat pemindahan ketiga itu kemudian dipindahkan ke makam yang sekarang.n
tidak diketahui kapan proses perpindahan makam itu dilakukan. Dahulu pemindahan dilakukan oleh pendahulunya yaitu Kiai Abdurrohman, cucu dari mbah Ahmad Rowobayan.
Makam kedua penganjur Islam ini dinamakan “Sarean Menak Anggrung” sebab tempatnya anggrung-anggrung (menjulang tinggi) di tepi jurang Bengawan Solo. Barangkali berangkat dari peristiwa inilah, Mbah Sabil dan Mbah Hasyim dikenal sebagai Mbah Menak Anggrung.
SYIAR DAKWAH DUA ULAMA
Dalam buku ‘Sejarah Kabupaten Bojonegoro Menyingkap Kehidupan dari Masa ke Masa’ terbitan Pemkab setempat disebutkan, agama Islam berkembang di bumi Bojonegoro sejak masa Sultan Trenggono berkuasa atas daerah Demak.
Bojonegoro saat itu bernama Jipang adalah masuk wilayah Kerajaan Demak. Pusat pengembangan agama Islam pada abad ke-16 dalam masa itu untuk daerah Jipang berada di Kota Padangan. Karena Padangan masa itu merupakan Ibukota Kabupaten Jipang. Dan yang menjadi ulama besar saat itu adalah Kyai Hasyim, sekaligus penyebar agama Islam pertama di Jipang.
Sekarang nama-nama yang terkenal adalah “Mbah Sinare.” Sebuah makam yang berada di dalam kota Padangan. Di komplek makam Mbah Sinare inilah menjadi pusat penyebaran Islam di kawasan timur dan selatan untuk wilayah Jipang. Kyai Hasyim juga dikenal dalam usahanya menyebarkan agama Islam.
Kegigihannya karena saat itu kota Padangan sudah banyak dihuni pedagang China yang agamanya Khong Hu Cu dan Belanda yang agamanya Nasrani. Namun demikinan, rakyat Jipang masih banyak yang memeluk agama Islam.
Tidak ada yang mengetahui secara persis, kapan meninggalnya dua ulama kharismatik tersebut. Hanya setelah tutup usia, Mbah Sabil dimakamkan disebelah masjid. Urusan Pondok Pesantren menjadi tanggungjawab Mbah Hasyim. Tidak lama setelah itu Mbah Hasyim pun menghadap Sang Kholiq. Jenazahnya dimakamkan disamping rekan
seperjuangannya.
Sepeninggal keduanya, masjid dan pesantren menjadi sepi. Oleh salah satu cucu Mbah Sabil, Mbah Kyai Abdurrohman Klothok, masjid kemudian dipindahkan ke Dukuh Klothok, Desa Banjarjo– masih dalam wilayah Kecamatan Padangan.
Hal ini dikarenakan, masjid tersebut tidak dirawat dengan baik oleh masyarakat sekitar. Masjid berarsitektur Jawa itu tak begitu besar. Luasnya sekitar 20 x 20 meter. Tidak diketahui secara rinci, berapa kali masjid itu dipugar. Namun, dari data yang ada, masjid tersebut dipugar pada Oktober 1989 dan 9 Agustus 1993 silam.
Saat ini, makam kedua ulama tersebut berada di sebelah barat Langgar Pahlawan, Desa Kuncen.
SIAPA SEJATINYA MBAH SABIL?
Salah satu penyusun buku Mbah Menak Anggrung, Perintis Islam Pertama di Desa Kuncen, Padangan-Bojonegoro, Furqon Azmi , pria kelahiran 1975 yang pernah mengeyam pendidikan di Amerika dan Kanada saat ditemui oleh kami, beliau menceritakan, sebenarnya banyak hal dalam bukunya yang masih perlu direvisi karena belum sempurna.
Dimana di catatan sebelumnya ada hal hal yang perlu di taskheh kan lebih dahulu ke ulama yang mempunyai keahlian nasab dan hal itu juga di aminkan dengan anggota keluarga yang kebetulan hadir tentang adanya perubahan tersebut.
Adapun sejatinya Mbah Sabil / Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo adalah Putra dari Pangeran Benawa II /Hadipati Benawa II/ Raden Sumohadinegoro bin Pangeran Benawa I (Raden Hadiningrat) bin Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya-Pajang)
Dengan keterangan tersebut, konsekuensi pastinya akan merubah apa yang ditulis dan menjadi pemahaman umum yang ada dimasyarakat bahwa Mbah Sabil adalah Keturunan Mataram dan buyut dari Sultan Amangkurat 1
Gus Ipong pun secara bijak mengiyakan tentang hal tersebut. Berdasarkan Manuskrip Buyut Oemar Pengkok dan Manuskrip Buyut Akhmad Robayan yang telah di amin-kan kebenaran nya oleh Alm KH Maimun Zubair dan Habib Lutfhi bin Yahya Pekalongan. Dan kedepannya dari keluarga Mbah Sabil berjanji akan menulis buku yang terbaru yang insyaallah akan dikeluarkan secepatnya.
Informasi yang sangat berharga ini menjadikan suatu rujukan baru dan penting dalam penulisan data sejarah kedepan. untuk itu akan kami ambil cerita riwayat selanjutnya dengan keberadaan Pangeran Benawa selaku Adipati Jipang Ing Panolan
KADIPATEN JIPANG ING PANOLAN
Kadipaten Jipang Panolan yang menjadi wilayah bawahan Kerajaan Pajang karena kekalahan Arya Penangsang oleh Sutawijaya. Wilayah tersebut kemudian diserahkan kepada putra Sultan Hadiwijaya yang bernama Pangeran Benawa.
( Penyerahan Kadipaten Jipang Panolan kepada Pangeran Benowo pada tahun 1568 dan beliau Diangkat Menjadi Raja Pajang ke 3 pada Tahun 1586, Pangeran Benowo Menjadi Adipati Jipang Panolan Cukup Lama yaitu 20 tahun.)
PANGERAN BENOWO ADIPATI JIPANG ING PANOLAN
(1568 - 1586)
Pangeran Benowo Adalah Dipati yang Memindahkan pemerintahan dari desa jipang ke desa PANOLAN.
Setelah ditunjuk ayahandanya yaitu Sultan Hadiwijaya untuk memimpin Jipang, Pangeran Benowo membawa keluarga besar, ratusan pasukan Pajang, para ulama, dan penasehatnya untuk membangun kembali jipang panolan. Beliau Mendiami kraton jipang di Panolan.
Sedang jipang Ing Jipang ditinggalkan dan tak terpakai, hanya menjadi petilasan lama dari Krajan Jipang Aria Penangsang. Semua aktifitas kosong, pindah ke Panolan.
beliau menikahi beberapa selir salah satunya putri bangsawan jipang yaitu Nyai Maerah.
Para pangeran dan putri tumbuh besar di sana, salah satunya adalah Pangeran Benawa II yang kelak menggantikan Pangeran Benawa di Jipang.
Silsilah Pangeran Benowo
Sang Prabu Hadiwijaya, dinikahkan dengan Ratu Mas Cepaka.
Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:
1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;
2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko, sebagai Patih dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang
7. Pangeran Sindusena.
PANGERAN BENOWO
Kanjeng Adipati Benawa / Pangeran Benawa / Sultan Prabuwijaya (AbdulHalim) 1586 - 1587, Pajang, Sultan Pajang II bergelar Sultan Prabuwijaya
wafat: 1587, Pajang
menurunkan 3(tiga) putera puteri
yaitu :
1. Pangeran Mas, menjabat sebagai Adipati di Pajang.
2. Pangeran Kaputrah, di Pajang.
3. Kanjeng Ratu Mas Hadi, sebagai prameswari hingkang sinuwun Prabu Hanyokrowati / Pangeran Sedo Krapyak.
Adapun Silsilah yang dapat kami sertakan dalam penulisan ini
(VERSI naskah cirebon 1800 & dari kelantan malaysia):
Rasulullah Muhammad S.A.W
1. Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti
2. Al-Husain bin
3. Ali Zainal Abidin bin
4. Muhammad Al-Baqir bin
5. Ja’far Shadiq bin
6. Ali Al-Uraidhi bin
7. Isa bin Muhammad bin
8. Ahmad Al-Muhajir bin
9. Ubaidillah bin
10. Alwi bin
11. Muhammad bin
12. Alwi bin
13. Ali Khali’ Qasam bin
14. Muhammad Shahib Mirbath bin
15. Alwi Ammil Faqih bin
16. Abdul Malik Azmatkhan bin
17. Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin
18. Husain Jamaluddin bin
19. Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin
20. Muhammad Kabungsuan/Raden Pancal/Samsudin Tabriz/ Ki Bajul Petak
21. Raden Jaka Sangara/ Adipati Andayaningrat / Ki Pengging II x Ratu Pembayun bin Brawijaya
22. Sayyid Shihabudin / Kebo Kenongo/ Ki Ageng Pengging III ( Adipati Pengging) Bin
23. Sayyid Abdurrahman / Sultan Hadiwijaya/ Mas Karebet/ Jaka Tingkir bin
24. Sayyid Abdul Halim / Pangeran Benawa
25. Pangeran Hadipati Benawa II / Soemohadinegoro
26. Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo / Mbah Sabil.
Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
Adapun susunan kerajaan - kadipaten Pajang berdasarkan tahun adalah sebagai berikut :
Sultan
• 1568-15831
Hadiwijaya
• 1583-1586
Arya Pangiri
• 1586-1587
Pangeran Benawa
• 1587-1591
Gagak Bening
• 1591-1618
Pangeran Benawa II
PANGERAN HADIPATI BENAWA II
Dari susunan riwayat dan kepemimpinan Pangeran Benowo di Jipang Ing Panolan yang cukup lama ( kurang lebih dua puluh tahun ) ada sebagian budayawan menyebut 22 tahun akhirnya beliau banyak melahirkan putra putri beliau di desa Panolan. Yang dahulu adalah Kadipaten Jipang Ing Panolan.
Semasa Pangeran Benawa menjadi Sultan Pajang, kadipaten Jipang Ing Panolan selanjutnya pengganti nya adalah Raden Soemohadinegoro / Hadipati Benawa II. (1857 -1891) yang selanjutnya beliau diminta oleh kakak perempuannya yaitu Ibu Ratu Hadi Hanyokrowati / Raden Ayu Banowati Bin Pangeran Benowo yang pada waktu itu menjadi Ratu Mataram ke II.
Ratu Hadi Hanyokrowati adalah istri dari Raden mas Jolang / Prabu Hanyokrowati Bin Panembahan Senopati sebagai Sultan Mataram ke II mengganti ayahnya.
Ibu Ratu ingin dekat dengan saudaranya yaitu Raden Soemohadinegoro/ Hadipati Benawa II. Jarak Pajang dan Mataram lebih dekat dan juga bisa mengurus kerabat-kerabat nya di Pajang.
HADIPATI BENAWA II
Pangeran Hadipati Benawa II baik dari jalur kakek maupun nenek, keduanya masih keturunan raja Brawijaya V yakni Adipati Joyodiningrat. Oleh karenanya beliau disebut “Pangeran”.
Manuskrip Gresik mencatat,
- Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir)/ Sayyid Abdurrahman Al Husaini Asmatkhan (mempunyai putera :
- Pangeran Benowo / Sayyid Abul Halim Al Husaini Asmatkhan (1587-1588)
Mempunyai Putra
- Pangeran Hadipati Benawa II / Raden Seda Wini /Raden Soemohadinegoro/ Adipati Jipang Ing Panolan/ Adipati Pajang ke IV (1591 - 1617)
Babad Pajang Kajoran - Serat Emas Pernikahan Pangeran Benowo dan Raden Ayu Winawingsih mempunyai putra putri
1. Diah Banowati / Ratu Mas Hadi Hanyokrowati
2. Pangeran Hadipati Benawa II
3. Pangeran Radin / Pangeran Mas
4. Putri Jipang
Sedangkan dari Pangeran Hadipati Benawa II/ Hadipati Jipang Ing Panolan (Cepu) lalu pindah ke pajang dan di angkat menjadi Hadipati Pajang setelah masa kepemimpinan Adipati Pajang yaitu Pangeran Gagak Bening ( Putra Panembahan Senopati )
Putra Pangeran Benawa II adalah sbb
(Catatan tidak berdasarkan urut usia 🙏🏾)
1. Kanjeng Pangeran Kaputran
2. Raden Ayu Jungkut
3. Pangeran Mas
4. Pangeran Selarong
5. Pangeran Hadipati Derajad
6. Pangeran Samhub Bagda
7. Pangeran Hadipati Menggolo
8. Pangeran Alit Kusumoyudo
Pangeran Benawa II menikah kembali dengan Putri Jipang Ing Panolan
( Nyai Jipang Benowo II )
Di Desa Panolan ada Makam Keramat yang di tengah Persawahan atau disebut "Paseban Agung", masyarakat Panolan menyebutnya Makam Tumenggung Benowo dan keluarga Mbah Sabil meyakini disana dikuburkan Nyai Benowo II / Ibu dari Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo.
Pangeran Benowo II dengan Ibu Nyai Jipang mempunyai empat orang putra:
1. Pangeran Pringgodani yang berjuluk Kyai Pengging
2. Pangeran Pringgokusumo berjuluk Kyai Mojo,
3. Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo,
4. Ratu Emas / Ratu Mas
KONFLIK JIPANG ING PANOLAN
Disaat terjadinya pergantian kepemimpinan di Pajang dengan mengangkat Hadipati Benawa II menjadi Adipati Pajang, seharusnya kepemimpinan Kadipaten Jipang Ing Panolan selanjutnya diserahkan ke keluarga trah Benawa II, tetapi hal ini diambil kesempatan oleh Mataram untuk dialih ke pihak keluarga Mataram yang di kuasa-kan kepada Pangeran Timur yang diteruskan Pangeran Soekawati dan keturunannya. Hal ini menimbulkan pertentangan dan pergolakan yang luar biasa dengan keluarga trah Benawa di Panolan. Intrik dan pertikaian yang berkepanjangan tak berkesudahan.
Suasana yang panas mengakibatkan Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo putra Pangeran Hadipati Benawa II melarikan diri secara diam diam dengan keranjang menuju ke Ngampel Denta untuk belajar dan menenangkan diri.
Disaat melarikan diri dari Panolan menuju Ngampel Denta tersebut, beliau dihentikan oleh mbah Hasim di padangan.
Riwayat cerita Kintir dengan keranjang dari Mataram - Jogja dibantah oleh pihak keluarga Mbah Sabil. Yang benar menyelamatkan diri dengan keranjang dari Panolan ke padangan. Ini yang akan diluruskan.
Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo adalah keturunan Pangeran Benowo II, dalam bukti “autentik” yang tercatat dalam Manuskrip keluarga yang terkait dengan kehidupan kakeknya (Pangeran Benowo) dan orang tuanya Hadipati Benawa II. Beliau lahir di Kadipaten Jipang Ing Panolan.
MBAH SABIL - MBAH ABDUL JABBAR DAN MBAH SAMBU LASEM
Setelah mengetahui tentang struktur Silsilah diatas, hal ini akan mempermudah dan semakin jelas kedudukan Mbah Sabil / Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo selaku Yang di tuakan di Padangan.
Seperti penuturan keluarga, pondok pondok sepuh dan besar di sepanjang Pati -Yuwono - Rembang - Lasem - Tuban - Gresik yang menyambung ke Mbah Sambu dan Mbah Abdul Jabbar Nglirip-Tuban semua secara tersirat dan tersurat sudah mengetahui. Sehingga punjer Padangan menjadi "Jujukan" /tujuan utama Ziarah trah Pangeran Benawa pesisir Utara Jawa.
Sedangkan keturunan dari Mbah Sabil sendiri, dari data tulisan tangan atau prasasti Mbah Kiai Ahmad Rowobayan, Mbah Sabil mempunyai dua putra dan dua putri. Tetapi untuk data tentang istri Mbah Sabil, belum ditemukan data yang pasti.
Putra putri Mbah Sambil Menak Anggrung Padangan , 2 laki-laki dan 2 perempuan, diantaranya :
1) Kyai Saban
2) Nyai Samboe Lasem.
3) Moyo Kerti (Nyai Abdul Jabbar)
4) Kyai Abdurrokhim.
Keturunan pertama Mbah Sabil adalah Kyai Saban yang mempunyai 4 anak, Kiai Abdurrohman Klotok (yang memindahkan Masjid Mbah Sabil), Kiai Uju, Nyai Gedong dan Kiai Wahid. Dari Kiai Uju, menurunkan mbah Kiai Ahmad Rowobayan.
Anak ke dua Mbah Sabil, yaitu Nyai Samboe Lasem. Tidak ada yang tahu pasti nama aslinya, karena beliau adalah istri dari Kiai Samboe Lasem, Rembang. Kiai ini disebut Muhammad Syihabuddin dan dikenal sebagai Pangeran Syihabuddin Samboe Digda Diningrat. Makam mbah Sambu dan istrinya berada di sebelah utara makam Adipati Tejokusumo I. Makam mbah Sambu dan istrinya berada dalam cungkup yang berdenah bulat dan beratap kubah yang seluruhnya terbuat dari bata merah
Anak ke tiga Mbah Sabil, adalah Moyo Kerti atau Nyai Abdul Jabbar. Beliau istri dari Kiai Abdul Jabbar yang makamnya ada di Nglirip, Jojogan, Kabupaten Tuban. Kemudian menurunkan Mbah Iskak Rengel, dari Mbah Iskak menurunkan Mbah Sholah Tsani, pemangku pondok pesantren Qomaruddin Sampurnan, Bungah Gresik.
Mbah Abdul Jabar sendiri adalah Putra dari Pangeran Selarong bin Benawa II bin Benawa I bin Sultan Hadiwijaya Jakatingkir. Pernikahan antar sepupu.
Dan putra ke empat Mbah Sabil adalah Kiai Abdurrakhim Kaliwuluh Sambeng, yang diambil menantu putra wayah R. Rahmad atau Sunan Ampel Gading Surabaya. Pernikahan Sayyid Al Husaini Azmatkhan dan Syarifah Al Husaini Azmatkhan
Demikian sejarah Mbah Sambil / Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo yang bisa kami sampaikan. Kami mohon maaf bila ada kekilafan dan kesalahan dalam pencatatan dan penulisan. salam hormat dengan para Dzuriah Mbah Sambil
Wallahu alam bishawab
Semoga bermanfaat
Sumber :
- Manuskrip Mbah Buyut Akhmad (Robayan)
- Manuskrip Mbah Buyut Oemar (Pengkok)
- Buku Ikhtisar Sejarah Menak Anggrung
- Babad Cirebon dan Kelantan ; Silsilah Pangeran Benawa
- Babad Pajang ; Pangeran Benawa
- Kominfo Bojonegoro ; sejarah Bojonegoro
- Gus Ipong (Kuncen)
- Gus Thoyib (Ngasinan)
- Gus Dahlan ( Padangan)
__________________________________
Pemerhati Sejarah Dan Budaya
Temmy Setiawan
[13/7 05.04] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/zubVNK1oTx4EUxbs/?mibextid=xfxF2i
#Silsilah_Pangeran_Benowo
#Putra_Joko_Tingkir ( Sultan Hadiwijaya Pajang )
Pangeran Benowo
Bin
Sultan Hadiwijaya Pajang ( Joko Tingkir )
Bin
Kyai Ageng Kebo Kenongo
Bin
Pangeran Handayaningrat Pengging
Bin
Raden Haryo Pandoyo II
Bin
Raden Haryo Pandoyo I
Bin
Bre Tumapel / Bre Pajang
(Wafat sebelum Jadi Raja Lalu di Ganti adiknya Ratu Suhita karena Putranya Bre Tumapel Masih di Bawah Balita )
Bin
Prabu Wikaramawardana + Ratu Kusumawardani
#Joko_Tingkir Pewaris utama Kerajaan Majapahit
Buat tambahan informasi terkait Bani Kesultanan Demak dan Pajang Drs Muys Abdurosid Andi Fahkrul Wujud Hidrochin Sabarudin
#Sumber_Manuskrip2 Tua kerajaan Pajang
Pangeran Benawa putra Sultan Hadiwijaya Pajang (Joko Tingkir)menikah salah satunya dengan anak perempuan Kyai Ageng Pengampelan I
dan memiliki beberapa putra dan putri.....
Salah satunya Putri Pangeran Benowo bernama Ratu Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi yang menjadi Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak dan berputra Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma yang kelak menjadi Raja Besar Mataram
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo dari beberapa istri antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Arya Kaputran pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Permasuri Penembahan Hanyokrowati mataram )
6. Raden Ayu Pengalasan (istri Pangeran Pangalasan Kajoran Trah Ampel )
7. Raden Ayu Barat Ketiga ( Ibu Raden Tumenggung Singoranu I / Patih Singoranu )
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Adipati Pajang II
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara
15. Raden Mas Pajang Pringapus
#NB tidak ada nama Mbah Sambu Lasem (Abdurahman Sambu Digdo)
[13/7 05.05] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/XBPgJHNV4A8GMbh7/?mibextid=xfxF2i
~~~ Dua Permaisuri Amangkurat Agung yang Terlupakan ~~~
Dibandingkan dengan Panembahan Senopati dan Sultan Agung kehidupan Amangkurat Agung dengan dua permaisurinya jarang dipernincangkan dalam panggung sejarah. Yang sering muncul justru kisah Ratu Mas Malang istri Dalang Panjang Mas dan Rara Hoyi, gadis pingitan dari Surabaya dengan kisahnya yg tragis dan memilukan. Makam Gunung Kelir dan Banyusumurup menjadi saksi bisu atas tragedi kelam keduanya yang terus menyimpan aura kesedihan sampai detik ini.
Walaupun diwarnai kesepian batin di awakhir kehidupannya, Amangkurat Agung (1645-1677) sebenarnya mempunyai kehidupan yang bersemangat di awal kehidupannya dengan dua orang permaisuri yg sangat menonjol dan berpengaruh dalam menopang perjalanan karir sang Raja. Keduanya adalah Kanjeng Ratu Mas putri Pangeran Pekik sebagai Ratu Kulon dari trah Surabaya yang berputra Raden Mas Rahmat dan Kanjeng Ratu Kencana putri dari Pangeran Kajoran (Panembahan Rama) dari trah Kajoran sebagai Ratu Wetan yang berputra Raden Mas Drajat.
Yang cukup mengejutkan, keduanya masih mempunyai garis keturunan yang sama dari Sunan Ampel. Ratu Mas (Ratu Kulon) merupakan putri Raden Pekik putra Adipati Surabaya Panji Jayalengkara putra Panji Wiryakrama Adipati Surabaya putra Pangeran Trenggana Adipati Surabaya putra Raden Qasim Syarifudin Sunan Drajat Paciran Lamongan putra Raden Rahmat (Sunan Ampel). Pangeran Pekik menikah dengan Ratu Pandan Sari adik Sultan Agung. Sedang putrinya menikah dengan Amangkurat Agung. Pangeran Pekik telah berjasa besar menundukkan Panembahan Ageng Giri di Giri Kedhaton.
Adapun Ratu Kencana (Ratu Wetan) adalah putri Panembahan Rama putra Pangeran Raden Kajoran putra Pangeran Sinduseno putra Pangeran Benowo Pajang. Pangeran Raden Kajoran adalah menantu Panembahan Agung ing Kajoran putra Sayid Kalkum Wotgaleh (menantu Batara Katong) putra Sayyid Maulana Hamzah (Pangeran Lamongan/Tumapel) putra Sunan Ampel). Trah Kajoran ini mempunyai kedudukan terhormat karena terkumpul didalamnya trah Giring, Trah Pajang, Trah Tembayat, Trah Ponorogo dan trah Mataram.
Adalah Panembahan Agung ing Kajoran pendiri wangsa Kajoran menikah dengan 3 orang istri:
1. Nyi Ageng Panembahan Agung putri Sunan Tembayat
2. Nyi Ageng Biting, janda Ki Ageng Biting dari Pajang juga putri Sunan Tembayat
3. Rara Subur mantan istri adipati Loano putri Ki Ageng Pemanahan.
Sunan Tembayat juga menikahkan putrinya yang lain dengan Ki Ageng Giring II RM. Tambakbaya menurunkan Ki Ageng Giring III RM. Kertonadi menurunkan Rara Lembayung menurunkan Pangeran Purbaya I menurunkan Pangeran Purbaya II menurunkan R.Ay Kajoran istri Panembahan Rama menurunkan Raden Mas Drajat Pangeran Puger (PB I)
Panembahan Agung Kajoran putra Panembahan Agung Ponorogo mempunyai 2 putri:
1. Putri pertama menikah dengan Pangeran Sindusena putra Pangeran Benawa menurunkan Pangeran Raden ing Kajoran
2. Putri kedua Nyai Riyo Suwanda menikah dengan Panembahan Senopati Mataram menurunkan:
a. Pangeran Jayaraga ( Mas Barthotot) b. Pangeran Harya Menggala.
Pangeran Jayaraga yang sempat memberontak Panembahan Hanyakrawati berhasil diatasi oleh Pangeran Pringgalaya, Tumenggung Mertalaya dan Tumenggung Rangga Wicitra. Pangeran Jayaraga bergelar Pangeran Jayanegara, Adipati Gadingrejo (Ponorogo) dimakamkan di Tumpak Swangon di kaki gunung Loreng Slahung Ponorogo. Beliau berputra Kyai Kasan Buntoro berputra Kyai Nursalim, dimana putrinya menikah dengan Ki Ageng Muhammad Besari, pendiri Pesantren Tegalsari. Salah satu keturunan beliau kelak adalah HOS. Cokroaminoto ayah idelogis Bung Karno.
Adalah Panembahan Senopati yang menikah dengan Niken Purwosari Rara Lembayung putri Ki Ageng Giring III menurunkan 2 anak:
1. Pangeran Purbaya
2. Raden Ayu Wangsacipta dinikahi oleh putra dari Panembahan Agung Kajoran yang bernama Pangeran Raden ing Kajoran yang menurunkan:
1. Panembahan Rama ayah dari Ratu Kencana istri Amangkurat Agung (Ratu Wetan)
Panembahan Senopati adalah menantu sekaligus besan dari Panembahan Agung Kajoran karena menikahi putrinya yaitu Nyai Riyo Suwanda dan putrinya Raden Ayu Wangsacipta menikah dengan putra beliau yaitu Pangeran Raden ing Kajoran. Jadi Panembahan Senopati merupakan mertua dari Pangeran Raden ing Kajoran dan kakek dari Panembahan Rama yang merupakan ayah mertua dari Amangkurat Agung.
~~~~~~
Permaisuri pertama Amangkurat Agung adalah Ratu Surabaya yg merupakan putri Pangeran Pekik dengan Ratu Pandansari, adik kandung Sultan Agung. Ratu Surabaya mempunyai nama kecil Raden Ajeng Siti Komariah atau Nini Sara. Ia lahir dan besar di Surabaya, maka disebut Kanjeng Ratu Surabaya. Sebagai putri yg cakap dalam usaha ia diberi kepercayaan dalam urusan niaga di pelabuhan Perak Surabaya. Kelak putranya Raden Rahmat dikenal sebagai Amangkurat ll atau Amangkurat Admiral atau Amral gelar Laksamana Eropa karena lebih suka berpakaian ala angkatan laut Eropa sebagai pakaian kebesarannya.
Kanjeng Ratu Mas Surabaya dinikahkan dengan Amangkurat Agung pada 1644 setahun sebelum dinobatkan sebagai Raja Mataram pada 1645. Sebelumnya RM Sayyidin (Amangkurat Agung) di usia 18 tahun sempat digeser dari kedudukan sebagai putra mahkota akibat skandal cinta dg salah satu selir kesayangan Tumenggung Wiraguna dari Lasem ketika sang Patih sedang diutus ke Banten. Tetapi ibunda Amangkurat Agung (Ratu Batang) sebagai Ratu Wetan berhasil menggeser Ratu Kulon dari Cirebon sebagai permaisuri utama. Secara otomatis Raden Mas Sayyidin pun menggeser Raden Mas Syahwawrat (Pangeran Alit) sebagai putra mahkota
Ketika Raden Mas Sayyidin menjabat Raja Mataram pada 1645, usaha yang pertama dilakukan adalah memindahkan istana Mataram dari kraton Kerto di sebelah utara tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong ke istana Plered yang terbuat dari batu bata yg megah dengan dikelilingi air dan danau buatan di sebelah tenggara, Segoroyoso. Istana Sultan Agung (1614-1622) yang terbuat dari bahan kayu jati dengan ukiran khas Bali dan berdiri diatas umpak batu terbukti sangat rawan terbakar.
Ratu Mas Surabaya dan Pangeran Pekik dengan dukungan para saudagar Surabaya, Madura dan Makassar mendukung dan membantu penuh perpindahan ibukota dari Kerto ke Plered. Tercatat dalam Laporan Harian Belanda (Daghregister) 7 Juli 1659, ketika Amangkut Agung membangun danau buatan Segarayasa disebelah tenggara, Amangkurat Agung sering mengunjunginya bersama sang permaisuri Ratu Mas Surabaya untuk memantau pembangunannya.
Begitupun ketika pada 1661, Amangkurat Agung membangun kolam disekeliling istana yang menjadikan istananya bagai pulau di tengah danau, Ratu Mas Surabaya selalu mendampinginya. Dalam pekerjaan kali ini laporan harian Belanda (Daghregister) 12 Septembar 1661 menyebutkan pekerja yg terlibat mencapai 300.000 orang dari wilayah pesisir dan macanegara, terkhusus dari Karawang sehingga mengakibatkan wilayah Karawang kekurangan tenaga pengolah pertanian dan mengakibatkan gagal panen.
Pembangunan kolam-kolam dan parit besar yang mengelingi istana Plered diceritakan oleh seorang utusan dari tanah seberang, Abraham Verspreet, yang berkunjung ke Plered pada 16 Oktober 1668 yang mengatakan bahwa ia harus melalui jembatan yang membentang di atas parit yang mengelilingi istana sebelum ia sampai di alun-alun (H.J. De Graaf, 1987, hlm. 15).
Dari pernikahan Amangkurat dengan Kanjeng Ratu Mas Surabaya terlahir Raden Mas Rahmat Abdullah yang sering dipanggil dengan Raden Rahmat Kuning. Ia lahir dan besar dalam asuhan kakeknya Pangeran Pekik di Surabaya setelah Ratu Mas Surabaya wafat pada 1652 ketika putranya masih berusia 6 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pajimatan Imogiri. Posisinya sebagai permaisuri digantikan oleh Ratu Mas Wiratsari dari trah Kajoran. Kelak Raden Mas Rahmat kemudian pindah ke istana Plered sebagai Adipati Anom.
Amangkurat II yang dikenal dg sebutan Amangkurat Amral ini adalah sosok yang telah berhasi menumpas perlawanan Trunajaya dan membunuhnya serta para pendukungnya di Giri Kedhaton yang dipimpin oleh Pangeran Singasari serta Panembahan Rama yang tidak bisa diatasi oleh ayahnya Amangkurat Agung. Amangkurat Amral dimakamkan persis dibawah sisi selatan Sultan Agung. Sedang ibunya Ratu Surabaya ada dibelakangnya bersanpingan dengan istri Raden Rangga Pati dan Ratu Pandansari istri Pangeran Pekik.
~~~~~~~~~~~~~~
Panembahan Rama Kajoran menikah dengan putri dari Pangeran Purubaya II yang wafat di dusun Godog Tuban pada 1676 menurunkan:
1. Ratu Mas Wiratsari menikah dg Amangkurat Agung
2. Seorang putri diperistri oleh Pangeran Trunajaya
3. Seorang putri diperistri oleh Adipati Wiramenggala
Raden Ajeng Wiratsari menikah dengan Amangkurat Agung pada 1646, satu tahun setelah penobatannya sebagai Sultan pada 1645. Ayahnya, Panembahan Rama memberi bekal sangu emas sebanyak 7 gerobak. Harta sumbangan untuk pembangunan Keraton Plered.
Raden Ayu Wiratsari lahir dan besar di daerah Banyumanik Semarang sehingga dikenal dengan sebutan Ratu Mas Semarang. Ia dikenal sebagai putri yang cakap dalam hal ihwal perdagangan di Semarang sejak dari gamping, kayu jati, hasil kerajinan, perahu, pelayaran dan pelabuhan dan dikemudian hari dikenal sebagai Ratu Mas Pelabuhan/Labuhan yg merupakan ibu kandung dari Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I, leluhur Trah Catur Sagotra Mataram.
Ratu Labuhan telah berjasa besar
membangun daerah pesisir, mulai dari Jepara, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes meneruskan jejak ibu mertuanya Ratu Mas Batang yang juga berusaha memajukan daerah pantura ketika menggantikan sang ayah Tumenggung Upasanta yang diperintah Sultan Agung untuk menyerang Batavia pada tahun 1628.
Kadipaten Onje (Purbalingga) kala itu telah masuk wilayah kekuasaan Mataram dibawah pemerintahan Adipati Onje IV (1642-1659). Ratu Mas Labuhan memerintahkan kepada Adipati Onje IV untuk membangun Pesanggrahan Purwo Arum di Mrebet. Adapun Tumenggung Yudanegara dari Banyumas diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Puja Retna di Batur Raden di kaki gunung Slamet yg tidak jauh dari desa Lesmana Ajibarang tempat bertugas Ratu Labuhan.
Ratu Labuhan meninggal sewaktu terjadi pemberontakan Trunajaya pada 1677 yang menghancurkan Kraton Plered. Jenazah dimakamkan dibelakang reruntuhan Masjid Agung Kraton Plered. Dikisahkan ketika hendak diberangkatkan ke makam Pajimatan Imogiri, puluhan prajurit yang mengangkat jenazahnya tidak ada yang kuat. Salah seorang abdi kinasih beliau yang bernama Kyai Rawit memberitahukan bahwa Ratu Labuhan sewaktu masih hidup pernah berpesan bila sewaktu-waktu meninggal hendaknya dimakamkan ditempat wafatnya, bukan di tempat lain.
~~~~~~~~~~~~
Dibawah, makam Ratu Labuhan dibelakang reruntuhan Masjid Kauman Plered.
Sumber:
https://jawasastra.com/seri-mataram-3-3-kerta-plered-segarayasa/
https://radenayulina.wordpress.com/author/radenayulina/page/9/
https://m.facebook.com/groups/Kerabat.Keliling.Jogja/permalink/1870381033050407/
https://megapolitan.harianmerdeka.id/2021/11/sirah-maqosidana-panembahan-agung.html?m=1
https://jatim.inews.id/berita/proyek-besar-kerajaan-mataram-bagun-istana-megah-di-plered-lengkap-dengan-danau-buatan/2
https://www.liputan68.com/2021/01/25/sejarah-kali-serayu-tempat-tapa-ngeli-raja-amangkurat-1/2/
[13/7 05.06] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/uNmo6Sg2A9MNZZW6/?mibextid=xfxF2i
AWAL PENDIRIAN MATARAM ISLAM (KHOLWAT/TAPA/TIRAKAT, 20 TAHUN)
بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صلي على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
" PERMULAAAN YANG MENEMPATI HUTAN MENTAOK (TANAH MATARAM) "
SYEH MAULANA AMAT MATARAM JUMADIL KUBRO, Bangsa Bani Asin yang yang pertama kali datang ke Pulau Jawa pada Tahun : 1299 M, Bersama - Sama dengan 4 orang Diantaranya :
1. SYECH ABUL RACHMAN = Seorang Nahkoda.
2. SYECH WAHDI = Dar Jeddah
3. HAJI SANTANG atau Patih Mangkuprojo, Naik Haji berganti Nama (Chaji Santang).
4. SYECH AHMAD MAULANA MATARAM JUMADIL KUBRO, yang dimakamkan di Gunung Plawangan (Turga) Sebelah Barat Kaliurang, dan Ia disebut ; [ KI AGENG MATARAM PERTAMA, (I)].
Sebelum Ki Ageng Pemanahan datang ke situ, Raden Joyoprono telah datang terlebih dahulu, untuk melaksanakan Wirayatnya Para Wali, dan selanjutnya Ki Ageng Pemanahan mengadakan tukar pikiran, dengan Raden Joyoprono, (Ki Ageng Mataram II).
Ki Ageng Pemanahan datang pada tahun: EHE 1516 JAWA.
KI AGENG PEMANAHAN BERTANYA :
Apakah paduka akan bertempat tinggal di sini ini..... ?
Apakah sudah mendapat izin, padahal hamba telah mendapat izin dari Sri Sultan Kamidil Alam di Pajang, karena Alas mentaok ini dihadiahkan menjadi perdikan untuk hamba, sehingga tanah Mataram dianugerahkan kepada hamba, menjadi atas hak dan kewajiban hamba.
RADEN JOYOPRONO MENJAWAB ;
Oh iyo.... Jebeng, tetapi aku tinggal di sini sebelum Sultan Kamidil Alam Naik Tahta, tentang izin palilah itu, ketahuilah ada 4 perkara sebagai berikut:
1. HUTAN BELUKAR, yang tidak diperintah oleh manusia.
2. TELAGA DAN SUMBER AIR.
3. JALAN BESAR DAN
4. TANAH YANG DIWAKAFKAN
Bab 4 perkara ini ini tidak usah diminta izin kepada siapa saja boleh-boleh saja.
KI AGENG PEMANAHAN BERKATA LAGI :
Menurut pendapat hamba, ada 6 perkara yang tidak dapat diingkari oleh siapa saja, diantaranya:
1. Orang yang bertindak zina (Seorang) akan merusak jasmaniah.
2. Tidak ada orang yang menolak lak kedatangan Malaikat Maut.
3. Kehendak Raja tidak dapat diperhitungkan (diramalkan).
4. Berkumpul dengan orang jahat tidak diharuskan.
5. Orang mencuri milik orang lain tidak akan menjadi kaya.
6. Tidak boleh orang menolak kebaikan dan kebenaran.
Bagi orang hidup yang sudah sempurna Budi pekertinya, pasti tidak akan mendapat kekecewaan segala apa yang diinginkan.
JAWABAN RADEN JOYOPRONO :
Bener..... Jebeng, tetapi apabila engkau dapat menuruti perintahku, aku rela dan ikhlas as-as Ica tanah di sini ini engkau tempati sampai ai turun-temurun kepada ada semua anak cucumu.
KI AGENG PEMANAHAN UNJUK ATUR LAGI:
Hamba sanggup melaksanakan apa saja atas kehendak paduka, asal hamba dapat melakukan...
RADEN JOYOPRONO BERKATA LAGI:
Permintaanku hendaknya engkau sanggup menggendong aku, tidak boleh diwakili orang lain.
Bawalah Aku pindah dari sini menuju ke arah tenggara, kurang lebih 10 kali langka, jika engkau dapat melakukan, segala permintaan mu akan aku kabulkan.
Ki Ageng pemanahan segara menggendong Raden Joyo prono, tetapi baru saja 2 langkah Ki Ageng pemanahan jatuh dan tidak dapat meneruskan lagi.
SELANJUTNYA KI AGENG PEMANAHAN UNJUK ATUR LAGI:
Duh sang tapa.... Hamba tidak sanggup lagi menggendong paduka, lebih baik hamba tidak jadi menempati tanah Mataram ini dan hamba akan mencari tempat yang yang hamba senangi.
RADEN JOYOPRONO BERKATA LAGI:
Hei... Ki jebeng Pemanahan, yang pindah aku saja... Karena engkau telah dapat melaksanakan perintah ku dan engkaulah yang aku izinkan tinggal di hutan mentaok ini (Mataram).
Dan aku tetap tinggal disini, selanjutnya Desa disini aku namakan : JAYAPRANAN.
Janjiku sak turun - turunku dan sak turun-turun mu jangan sampai ada yang berpisah, engkaulah yang akan melindungi semua.
Semua permintaannya Raden Joyoprono tersebut disanggupi oleh Ki Ageng pemanahan.
RADEN JOYOPRONO BERKATA LAGI :
INI... Jebeng, aku berikan kitab SALATU SALATIN ciptaan Imam Nawawi isinya sebagai berikut :
Ketika sang prabu Yahman berangkat berburu hatinya merasa kurang senang, karena dari pagi sampai sore tidak mendapat hewan apa-apa, setelah pulang, di tengah grumbul terdengar suara gemuruh, selanjutnya oleh sang prabu terus dilempari panah, selanjutnya terus didekati, alangkah terkejutnya sang Baginda mengetahui bahwa bukan kijang Menjangan tetapi orang miskin yang sedang mencari kayu bakar Oma iya memakai pakaian kulit Menjangan, karena tidak mampu membeli pakaian di kota.
Sang prabu merasa kasihan, sebab orang tadi kena panah di bahunya, lalu diperintahkan kepada punggawa, supaya orang tadi dibawa ke rumah tabib dan sang prabu memberikan uang emas sebanyak 100 kopi.
Setelah sampai di kota, Bagindas singgah di rumah pandita tersohor yang berdekatan dengan Keraton.
Beliau menceritakan pengalamannya, hampir saja beliau akan membunuh orang miskin yang tidak berdosa.
Selanjutnya Baginda bertanya:
Bagaimana caranya agar manusia tidak mendapat kekecewaan dan terhindar dari marabahaya...?
Sang pandita berkata:
jika Baginda tidak ingin mendapat celaka, jangan sekali-kali sering marah-marah, karena orang sabar itu akan mendapat apa saja yang diinginkan.
Baginda bersabda :
Bagaimana caranya menghindari kemarahan itu, selama aku marah-marah pasti tidak dapat memberikan keputusan dan pertimbangan yang adil dan benar.
sang pandita lalu menyerahkan surat amplop kecil kecil berjumlah 3 buah,
Berkatalah sang pandita:
apabila Baginda ingin memperdalam dan mempelajari kesabaran, hendaknya surat ketiga-tiganya ini disimpan baik-baik, jika terjadi Baginda marah-marah, bacakanlah seterusnya sampai amplop yang ketiga,
Baginda harus berjanji dan mentaati terus-menerus membaca surat tersebut, jika Baginda ingin mendapat ketentraman dan kebahagiaan lahir dan batin.
Pada suatu hari sang prabu kambuh suka marah-marah kepada pegawai yang membawa amplop itu,
Punggawa segera memberikan ketiga amplop itu, lalu dibacanya surat itu satu persatu, setelah selesai membaca bagi Anda kelihatan senang Hatinya, dan tidak marah-marah lagi.
Isi surat itu begini :
1. bila naik kuda tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya maka Kuda itu akan lari tunggang langgang, dan naik kuda akan jatuh terpisah dengan Kudahnya.
2. Jangan bertindak sewenang-wenang terhadap orang yang mendapat kesalahan, bertindaklah yang adil dan bijaksana.
3. jangan menjatuhkan hukuman yang belum dipertimbangkan dengan masak - masak nya.
Ki Ageng Mataram atau Ki Ageng pemanahan lestari menempati tanah Mataram, dan mendapat sebutan:
[KI AGENG MATARAM KE-3]
RADEN JOYO PRONO DIANGKAT SEBAGAI GURU KI AGENG PEMANAHAN, DAN MENDAPAT SEBUTAN PANEMBAHAN JOYOPRONO ATAU KI AGENG MATARAM KE-II.
Wafat dimakamkan di istana raja di Kotagede.
Adapun Putra Penembahan Joyoprono hanya seorang wanita, dinikahkan dengan Tumenggung Joyoprono, Masih saudara sepupu, lalu bernama : RADEN AYU JOYOPRONO.
suami istri meninggal dan dimakamkan di sebelah barat pengimaman masjid Kotagede beliau melahirkan Raden Ayu Demang Sepangkon yang dimakamkan di drono, atau yang melahirkan Temanggung Mangundipuro Ke-2, yang dimakamkan di Astana ketegan.
Istri Panembahan joyodrono adalah Putra Pangeran Tanduran di Kalinyamat, Putra Panembahan Agung di Surabaya yang pertama, sesudah mempunyai anak satu perempuan lalu cerai dan menikah lagi dengan Penambahan Wilasmoro di Kediri.
PERLU DIKETAHUI BAHWA KI AGENG PEMANAHAN ATAU KI GEDE MATARAM KE-3,
MELAKUKAN RIYADHOH ATAU TIRAKAT ATAU KHALWAT, KEPADA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA UNTUK MEMBUKA ALAS MENTAOK, SEHINGGA MENJADI MATARAM.
BELIAU MELAKUKAN TIRAKAT 20 TAHUN BERTAPA DI ALAS MENTAOK TERSEBUT, KARENA SEBELUM DIBUKA MENJADI KADIPATEN MATARAM ALAS MENTAOK ITU DIHUNI OLEH DANYANG - DANYANG DAN LELEMBUT - LELEMBUT YANG TUA-TUA DAN SAKTI.
(KI AGENG PEMANAHAN BERKHOLWAT/TAPA DI HUTAN MENTAOK 20 TAHUN ATAS NASEHAT DAN SARAN GIRUNYA KANJENG SUNAN KALIJAGA).
I. SILSILAH PANEMBAHAN JOYOPRONO DI MATARAM.
Dimulai dari Putra Kanjeng Sultan Demak yang ke-3 dan tersebut anak nomor 3 bernama:
SUNAN PRAWOTO.
Istri dua orang:
1. Istri Pertama, Ratu Mas Pembayun.
Putri Kanjeng Sultan Demak ke-2, (mempunyai anak 2 orang).
2. Istri Kedua, Ratu Mas Panenggak.
Putri Panembahan Agung di Surabaya ke-1, Putra Batoro Katong di Ponorogo, ADIPATI PONOROGO, (berputra 4 orang).
1. Istri Pertama, : Pangeran Madhe Pandan Ke- 1.
Bergelar (Panembahan Prawoto).
2. Istri Pertama : Ratu Mas Kagaluhan.
Menikah dengan bangsawan Banten, dan menurunkan bangsawan di Kerajaan Banten.
3. Istri kedua : Pangeran Joyoprono.
Yang tinggal di hutan Mentaok, MATARAM.
Setelah Ki Ageng pemanahan datang berguru lalu disebut: (Panembahan Joyoprono),
wafat lalu dimakamkan di istana Kotagede.
4. Istri kedua : Panembahan Wilasmoro
Di Kediri.
Adapun Ratu Mas Panenggak, setelah suaminya meninggal, menikah lagi dengan Pangeran Madepandan 1,
(Putra Ki Ageng Syekh Abdullah, di Wonosobo).
Syekh Abdullah Putra Ki Ageng Getas Pendowo.
Pangeran Madepandan 1 bergelar: PANEMBAHAN PRAWOTO, istri Putri Temanggung Mangkurat, Berputra 2 orang :
1. Pangeran Juru dimakamkan di Banten.
2. Pangeran Tumenggung Joyoprono. Dimakamkan di luar barat pengimaman masjid Kotagede.
Pujongga penembahan Senopati sampai Sultan Agung Hanyokrokusumo, di Mataram.
Kanjeng Pangeran Juru istri Putri Kanjeng Sunan Kudus, Berputra :
Pangeran Adipati Demak disebut Pangeran Madepandan 2, istri Putra Sultan Kamidil Alam di Pajang yang tertua naik tahta bergelar :
SULTAN NGAWAN LIPURO : Bertahta Pada tahun 1563 M, Lamanya 4 th.
Pangeran Adipati Benowo lalu ditetapkan menjadi Raja bernama :
SULTAN PRABU WIJOYO Di Pajang.
Kanjeng Pangeran Mataram setelah pulang dari Pajang lalu bergelar :
Panembahan Senopati Ing Ngalogo di Mataram.
Panembahan Joyoprono berputra : Haryo Dhadap Tulis 1,
Setelah ayahnya meninggal, nama digantikan anaknya bergelar : Tumenggung Joyoprono istri Putri Ki Ageng Mataram nomor 6, ibunya bernama, Raden Roro Maryam.
Dimakamkan di Kota Gede, berputra 2 orang :
1. Perempuan, menikah dengan kyai Tumenggung Singoranu.
Pepatih Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo.
meninggal dimakamkan dimakamkan di makam Kranon.
2. Perempuan, diambil menantu Pangeran Huposonto, dinikahkan dengan Haryo Dhadaptulis 2, berputra :
- Haryo Dhadap Tulis Ke-3, istri Putri Temanggung Surontani ke-1, Putra Panembahan Juru Ayem Berputra 2 orang :
1. Raden Ayu Mangundirjo Mataram, menikah dengan saudara sepupunya, berputra Raden Ayu Demang sepangkon yang dimakamkan di Drono.
2. Raden Ayu Putro Diwongso, diambil menantu Temanggung Mertoyudo. dimakamkan di kahotan, dinikah Kiyai Tumenggung Potrodiwongso, menurunkan: Nyai Ajeng Noyomanggolo istri Kiyai Noyomanggolo.
II. SILSILAH KI AGENG PAMANAHAN / KI AGENG MATARAM III, DI MATARAM.
MEMETIK DARI RADEN ANIS JUGA DISEBUT : KI AGENG ENIS ATAU KI AGENG NGELAWEYAN, karena dimakamkan di nglawean Kartosuro.
istrinya dimakamkan di istana Kotagede di Tajig sebelah timur, beliau adalah Putri Pangeran Madepandan 1 di Selo Getas Aji, Berputra 2 orang :
1. Raden Kacung / Ki Ageng pemanahan juga disebut Ki Ageng Mataram Ke- 3.
2. Raden Blancer / Ki Ageng Karotangan juga disebut Ki Ageng Pager Gunung ke-1 dan dimakamkan di Astana Pager Gunung, istri Putri Pangeran Karanggayam, pujangga Kanjeng Sultan alam di pajang yang menciptakan surat Surti keturunannya banyak.
KI AGENG PEMANAHAN / KI AGENG MATARAM KE-3 (R. KACUNG), menjadi lurah tamtomo prajurit pajang dan mendapat anugerah tanah Mataram, lalu diambil menantu (Pangeran Sungaib) di Saba dinikahkan dengan kakak perempuannya Pangeran Juru/Jurumartani di Mataram, Berputar 31 orang :
I. Istri pertama :
1. Raden Roro Sobro atau Raden Ayu Adipati Manduranarogo dimakamkan di Kota Gede.
2. Raden Danang Bagus Subruk ganti Nama,
Bagus Danang Joyo, Ganti lagi Ngabei Sutowijoyo Loring Pasar, setelah menggantikan ayahandanya di Mataram, atas kehendak Sultan pajang dinamakan: PANGERAN HARYO MATARAM SENOPATI ING ALOGO.
Diangkat sebagai Pangeran pada tahun Alip 1531.
9 tahun kemudian naik tahta bergelar Panembahan Senopati, setelah 6 tahun wafat dimakamkan di Astana Kotagede.
II. Istri Pengrambe :
3. Niken Rubiyah, bibit petani dari Getas Tarub Agung nama titik 2 Raden dong sama dengan Raden Bendong = R. Andangkoro setelah di Mataram nama: pangeran Ronggo mertosono makam di Kotagede.
I. Utama :
4. Raden Roro wuryan dinikahi oleh Tumenggung Mayang, berputra : Raden Pabelan, meninggal dimakamkan di Kotagede.
II. Pengrambe :
5. Niken Rubiah = Raden janak surenggokoro, setelah di Mataram bernama Pangeran Tanduran, istri Putra Tumenggung Mangkurat, setelah di desa pancuran dipanggil Pangeran Pancuran, istri Putra Pangeran Minangkabau di Bayat. Berputra 3 orang :
- Perempuan, diambil menantu Panembahan Juminah dinikahkan dengan Adipati Blitar meninggal dimakamkan di kota giriloyo.
- Nyai Ageng Muneng dimakamkan di Kedu bersama suaminya, yang menurunkan Tumenggung Mangkurejo di Kedu
- Ki Ageng Pancuran Ke-2.
I. Utama :
6. Raden Roro Maryam atau Raden Ayu Dhadaptulis ganti nama Raden Ayu Joyoprono dimakamkan di Kotagede.
7. Raden Panulat Adipati Teposono dimakamkan di Kotagede
8. Raden Pamadhe meninggal masih bayi
9.Raden jambu Pangeran Adipati Mangkubumi di Sukowati dimakamkan di Kota Gede Putra 2 orang:
- Adipati Sukowati dimakamkan di Kotagede
- Raden Ayu mertalaya istri Adipati Mertalaya di Madiun Putra Panembahan Senopati di Mataram.
10. Raden Santri Pangeran Adipati Singasari dimakamkan di Kota Gede.
II. Pengrambe :
11. Niken Rubiyah, Roro Subur, Raden Ayu Adipati Lowanu, cerai lalu di nikah Pangeran Agung kajoran dimakamkan di kajoran.
I. Utama :
12. Raden Tompe, Raden Tumenggung Gagak Bani di Pajang juga disebut Pangeran gagak Pranolo dimakamkan di Kota Gede.
13. Raden sambak meninggal masih bayi.
14. Raden Kedhawung Adipati Pringgolayan dimakamkan di Kota Gede Putra 2 orang :
- Pangeran Demang Tanpa Nangkil diambil menantu Panembahan Senopati Mataram.
- Raden Ayu Pringgolaya juga menantu Panembahan Senopati Mataram.
II. Pengrambe :
15. Laki-laki meninggal masih bayi
16. Roro Mantrik, Nyai Ageng Haji Muso alias Nyai Ageng Tanduran.
17. Roro Saran, Nyai Ageng Panjang jiwa punggawa di Mataram
18. Perempuan meninggal masih bayi
19. Rara Chenathung Nyai Ageng Banyak Patra 20. Roro Prenah Nyai Ageng Kusumoyudo di merisi disebut, Nyai Ageng Merisi
21. Roro Jomlang, Nyi Ageng WiroPatra di Pucang disebut Nyai Ageng Pucang
22. Roro slSemuag Nyai Ageng Singopadu dipanggul
23. laki-laki meninggal masih bayi
24. Roro Mundri Niyai Ageng Muhammad Faqih di sumawe
25. Roro Sengsem Nyai Ageng wonobodro di Ngasem
26. Roro Siyem Nyai Ageng Adiguno di Palem
27. Roro Sandhet Nyai Ageng Sosroyudo Kecambhe
28. Roro Demi Nyai Ageng Mursodo Di Selarong
29. Rara DamiyahNyai Ageng Ronggo
30. Roro Patimah Nyai Ageng ursodo di Selarong rodania Nyai Ageng Kapansi atau Nyai Ageng Kewangsen
31. Roro Katimah Nyai Ageng Wirosobo Nyai Ageng Lambiro.
والله اعلم
صلوا على نبي محمد .....
Semoga Bermanfaat Dan menambah Informasi Sejarah Awal Mataram bagi kita semua.
Sejarah dn Silsilah Ini Diambil dr Silsilah Raja - Raja Mataram Islam, Kutipan :
KRT. YUDODIPROJO.
[13/7 05.07] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid024mQwmmHt1gJnJk1HqRykgdryQaVDuYBGCR984f5vrFceY3Gpp19pv4ECxofZ5Kyl&id=100027844689676&sfnsn=wiwspwa&ref=share&mibextid=6aamW6
MATARAM ISLAM
Penerus Alas Mentaok [ Generasi Ke II ]
Mataram Islam Gn I - JATI DIRI BANGSA PENERUS WALISONGO DAN RAJA-RAJA ISLAM.
27/8/2020 - 21.45 WIB
السلام عليكم ورحمه الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صلي على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
Telah diulas sebelumnya, sejarah awal babat alas Mentaok, yang menjadi hadiah daerah Perdikan dari Kanjeng Sultan Pajang kepada Ki Ageng Pemanahan dan mulai di bangun pada Tahun 1532 M, oleh Kiyai Ageng Pemanahan beserta keluarga besarnya dari daerah Laweyan, dari daerah Wonosobo, dan daerah Seselo dan lain-lain, setelah Ki Ageng Pemanahan mangkat atau meninggal dan dimakamkan di Makam raja-raja Kotagede, penerus selanjutnya yang ditunjuk sebagai pengganti Pemimpin Mataram ialah Putra sulungnya yang bernama SDIS Kanjeng Panembahan Senopati, pada tahun 1582 M, karena di tahun ini Kerso Dalem Kanjeng Sultan Hadiwijaya juga mangkat atau meninggal dunia karena usia yang sudah tua.
Kesultanan Pajang
Pada tahun 1582 M setelah Kerso Dalem Kanjeng Sultan Hadiwijoyo mangkat atau meninggal Dunia, kedudukan tahta Kerajaan Kesultanan Pajang diurus dan dipimpin oleh Pangeran Haryo Pengiri keturunan dari Sultan Prawoto Kesultanan Demak, Pangeran Haryo Pangiri adalah putra menantu Kerso Dalem Kanjeng Sultan Hadiwijoyo, Beliau dinikahkan dengan putri sulungnya yang bernama Putri Pembayun.
Pangeran Benowo atau Syekh Abdul Halim Putra kandung laki-laki dari Kanjeng Sultan Hadiwijoyo, yang seharusnya naik tahta di Kesultanan Pajang, karena beliau sebagai Putra Mahkota Kerajaan akan tetapi Pangeran Benowo lebih senang mendalami ilmu Agama dan menyebarkan ilmu Agama Islam ke penjuru daerah dengan berdakwah berpindah-pindah, beliau tidak senang dengan kehidupan di dalam lingkup Keraton.
Beliau juga ditempatkan sebagai penguasa di daerah Pengging dan dijadikan Adipati di sana setelah ayahnya meninggal dunia.
Mataram
Sedangkan di Kadipaten Mataram sendiri dipimpin oleh Raden Sutowijoyo yang meneruskan kepemimpinan ayahandanya yaitu Ki Ageng Pemanahan, Raden Sutawijaya juga Putra angkat kesayangan Kanjeng Sultan Hadiwijoyo.
Raden sutowijoyo setelah diangkat menjadi pemimpin di Mataram oleh penghageng Mataram dan Sultan Hadiwijoyo beliau mendapat gelar Panembahan Senopati Ing Alogo.
Karena beliau bukan Sultan ataupun Raja, gelar Panembahan Senopati ing Alogo diberikan oleh Sultan Hadiwijaya Kepada beliau karena beliau adalah salah satu Senopati atau Panglima perang dari Kesultanan Pajang.
Kesultanan Pajang
Kesultanan Pajang yang dipimpin oleh Pangeran Arya Pangiri, mengalami penolakan dari masyarakat Pajang dan lainnya sehingga di daerah Pajang terjadi huru-hara dan sengketa kekuasaan, dan rakyat pajang pergi ke Pengging untuk menemui Pangeran Benowo untuk melaporkan keadaan di Pajang, sebagian dari masyarakat Pajang juga pergi ke Mataram untuk melapor kepada Raden Sutowijoyo menceritakan kondisi di Pajang yang dipimpin oleh Pangeran Arya Pengiri.
Dan selanjutnya Kanjeng Panembahan Senopati beserta rombongan dari Mataram menuju ke Pajang untuk menemui Pangeran Arya Pengiri, begitu pula dengan Pangeran Benowo yang di Pengging, Beliau juga pergi ke Pajang untuk menemui Pangeran Arya Pengiri.
Dari hasil keputusan setelah Raden Sutawijaya dan Pangeran Benowo di Pajang dengan punggawa - punggawa Kerajaan maka Pangeran Arya Pangiri dikembalikan ke hak tahtah warisnya di Demak, sedangkan posisi di Pajang akan diberikan kepada Pangeran Benowo sebagai putra mahkota Kesultanan Pajang.
Sejarah tentang cerita di atas, akan dijelaskan dalam sebuah riwayat cerita di bawah ini :
ATURIPUN PANGERAN BENOWO MARANG RAKA :
KAKANG PADUKA KULO ATURI JUMENENG NOTO WONTEN ING PAJANG, ANGGENTO SONO JUMENENG NOTO KANJENG ROMO SWARGI, LAN KULO LILO LEGOWO LAHIR TRUSING BATIN, NERIMA NYA TRIOSIPUN KEMAWON PENOPO MALEH BAB RAJABRANA TETILAHANIPUN SUWARGI, KULO SUMANGGAAKEN DUMATENG PADUKO KAKANG PANEMBAHAN SENOPATI.
KANJENG SENOPATI ING ALOGO PARING WANGSULAN KARONO ARIS :
ADIMAS BANGET PENERIMA NINGSUN, NANGING PUN KAKANG NORA PISAN WANI JUMENENG NOTO ONO ING PAJANG, NGAWITI INGSUN WIS JUMENENG NOTO ANENG MATARAM, YO AWIT SOKO PARINGI ROMO SULTAN SUWARGI, KARO MANEH PINATIH KERSANING YANG MAHA ADIL, YEN INGSUN LAN SAKTURUN-TURUN KU BAKAL JUMENENG RATU AGUNG MATARAM, DENE ING PAJANG IKI ANDIKA KANG BAKAL KAJUMENENGAKEN NOTO ANGGANTOSI KANJENG ROMO SULTAN SUWARGI, AMUNGKANG ARUPA BARANG WASIAT BAE INGSUN PUNDUT, KOYOTO:
GONG KYAI SEKAR DELIMA, KENDALI KYAI MACAN GUGUH, CEKATHAKAN KYAI GETHAYU LAN SAPANUNGGALANE KANG ARUPA BEBERKATAN.
ATURO KANG RAYI PANGERAN BENOWO :
KERSO DALEM KAKANG, KULO NAMUNG NYUWUN YUMANGGA'AKEN, KULO ATURAKEN KANTHI LILO LAN LEGOWO.
Kanjeng Senopati lalu bersama dengan adik Pangeran Benowo masuk Kedaton, Di Pagi harinya bersama-sama ke Pagelaran, Kanjeng Senopati sudah duduk di dampar terbuat dr bubut pengwadhani, di depan para Nayaka menteri Bupati, cahayanya sangat berwibawa, dan adiknya Pangeran Benowo berada disebelahnya Kakang Senopati.
PERINTAH ATAU SABDA KANJENG SENOPATI KEPADA YANG DATANG :
PORO BUPATI LAN MANTRI KABEH, SIRO PODO ANEK SENONO YEN KADANG INGSUN ADIMAS PANGERAN BENOWO INGSUN JUMENENG SULTAN HAMENGKU NEGORO PAJANG GUMATHOS KEPRABON KANJENG ROMO SULTAN SUWARGI.
Para bupati menteri semuanya takut dan hormat kepada Kanjeng Senopati, karena tidak mengira Pangeran Benowo yang menduduki Tahta Pajang, Kanjeng Senopati lalu memberikan nasehat kepada adiknya yaitu Pangeran Benowo tentang BAB menata negara,
Jangan sampai dalam Memimpin tidak tahu kebesaran dalam menata Kerajaan, serta menasehati supaya memiliki 3 pendamping sebagai penasehat Kerajaan.
1. Memiliki pandita
2. Memiliki ahli laduni falakiyah
3. orang ahli Tirakat/Bertapa/Sakti
Penjelasannya:
- Pada saat suatu saat memutuskan sebuah keputusan yang tidak diketahui maka bertanyalah kepada Pendita tersebut.
- kalau kamu ingin mengetahui masalah yang belum terjadi maka bertanyalah kepada ahli laduni falakiyah.
- dan apabila ingin mempunyai kekuatan maka tanyalah kepada ahli tirakat tersebut.
Pangeran Benowo berkata :
Wahai Kakanda terima kasih,
Panembahan Senopati meminta pamit untuk kembali ke Mataram, untuk memimpin daerah Mataram, Tetapi tidak memakai gelar Sultan di Mataram, dengan gelar "PANEMBAHAN",
Pada saat itu Panembahan Senopati memunculkan nama-nama adiknya yang sudah dewasa :
1. Raden Tompi atau Temanggung Gagak Bening
2. Raden Santri atau Pangeran
3. Raden Jambu atau Pangeran Mangkubumi
4. Putranya sendiri yang sudah dewasa yaitu Raden Ronggo.
SDIS Kanjeng Panembahan Senopati putra dari Ki Ageng Pemanahan dengan Nyai Sabinah putri dari Ki Ageng Saba bin Sunan Kidul/Giri II Bin Sunan Giri/Raden Paku (Salah satu anggota Walisongo), Ki Ageng Pemanahan putra dari Ki Ageng Henis Bin Ki Ageng Selo/Syaikh Abdurrahman.
SDIS Kanjeng Panembahan Senopati, Bergelar juga Ngabei Loring Pasar, Nama Kecil Beliau R. Sruwut atau R. Danar, Setelah Di jadikan Anak Angkat Kinasih Kanjeng Sultan Hadiwijaya, Beliau Diberi nama R. Sutowijoyo.
Beliau terlahir dari keluarga yang beragama dan dari kalangan Priyayi atau kerabat Kerajaan, Leluhur beliau termasuk Raja-Raja di Nusantara dan Walisongo.
Generasi selanjutnya dari Mataram sampai sekarang masih ada, Seperti :
Keraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat Kepatihan Pakualaman atau Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran.
Salah satu bukti nyata bahwa Raja-Raja Islam di Jawa Tengah dan keturunan Walisongo di daerah Jawa Tengah masih ada hingga sekarang, Baik yg Dalam lingkup Keraton ataupun diluar Keraton (Krn Tetab Ada Pendataan Silsilah/Nasab keluarga Kerajaan/Walisongo).
Nb.
- Tulisan ini mengutip dari buku himpunan sejarah Noto Tanah Jawi, dari buku babad Wirasaba, dari babad Ki Ageng mangir, dan cerita lisan Abdi dalem makam dan lain-lain.
Apabila ada kekurangan tulisan dan informasi cerita mohon disempurnakan dan diberitahukan kan, (karena keterbatasan keadaan), sebab sejarah Mataram menorehkan tinta emas berabad-abad lamanya dan masih banyak informasi sejarah yang perlu digali kembali.
- dari sejarah yang telah diuraikan berabad-abad, yang telah diajarkan oleh Walisongo dan Raja-Raja Islam di Nusantara khususnya di tanah Jawa, marilah kita sebagai penerus anak bangsa bisa mengambil ibroh atau contoh suri tauladan para pendahulu terdahulu untuk mempertahankan JATI DIRI Bangsa Nusantara, yang :
Berbudi luhur, santun, berakhlakul karimah, dengan penuh nilai-nilai keislaman yang luhur.
Putra-putri dari SDIS Kanjeng Panembahan Senopati, adalah:
1. Pangeran Ronggo Ibu dari Kalinyamat
2. Kanjeng Ratu Pembayun istri dari Ki Ageng Mangir Wonoboyo IV
3. Pangeran Adipati Puger
4. Raden Mas Jebeng
5. Raden Haryo Tepasan atau Adipati Jaga Makuth
6. Putra Kakung Sedo Timur
7. Pangeran Adipati Purboyo
8. Pangeran Adipati Wiromenggolo
9. Putra Kakung Sedo Timur
10. Pangeran Adipati Jagaraga
11. Ingkang sinuwun Kanjeng Sultan Hanyokrowati
12. Raden Haryo Demang Temponangkil
13. Raden Mas Gadhung
14. Raden Haryo wiramantri
15. Raden Haryo Pangeran Kajoran
16. Putra-Putri Sedo Timur
17. Raden Mas Pathet
18. Pangeran Adipati Pringgoloyo
19. Pangeran Adipati Juminah
20. Raden Haryo Demang Tanponangkik II
21. Pangeran Adipati Martoloyo
22. Pangeran Adipati Puger II
23. Pangeran Demang Tamponangkil
HADIAH Surah Al Fatihah utk :
Kanjeng Nabi, Keluaraga, Sahabat, Umat, ulama salaf, Keturunan Walisongo dn Raja-raja Islam di Indonesia, kedua Orang kita dn Kelurga.
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين
الرحمن الرحيم
مالك يوم الدين
اياك نعبد واياك نستعين
اهدنا الصراط المستقيم
صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا آلضالين
امين.
CONTOH JATI DIRI BANGSA INDONESIA YG DIWARISKAN OLEH WALISONGO DAN RAJA-RAJA ISLAM DI NUSANTARA.
والله اعلم
اسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
[13/7 05.09] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Bisa Cek Data Pakuncen Padangan
https://www.facebook.com/share/p/qV7jeHPo6qbgW9mK/?mibextid=xfxF2i
MBAH ABDUL JABBAR / P KUSUMOYUDHO JOJOGAN TUBAN
Merujuk pada sumber Historiografi catatan Tua dan Riwayat2 yang ada dari Pihak2 Yang mengaku Keturunanya , Sebagian besar Menyebutkan bahwa Mbah Abdul Jabar merupakan keturunan Pangeran Benowo dan Hidup Satu Masa dengan Mbah Sambu / Abdurahman Sambu
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo dari beberapa istri antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Arya Kaputran pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Permasuri Penembahan Hanyokrowati mataram )
6. Raden Ayu Pengalasan (istri Pangeran Pangalasan Kajoran Trah Ampel )
7. Raden Ayu Barat Ketiga ( Ibu Raden Tumenggung Singoranu I / Patih Singoranu )
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Adipati Pajang II
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara
15. Raden Mas Pajang Pringapus
🙏☝️☝️☝️☝️
#NB tidak ada nama Mbah Sambu Lasem / P Abdurahman Sambu Digdo dan Mbah Abdul Jabar / P Kusumoyido
#Kemungkinan Nama Mbah Abdul Jabbar dan Mbah Sambu adalah Nama Keturunan di antara nama nama di atas atau CUCU dari Pangeran Benowo dan Bukan Anak Langsung Pangeran Benowo 😁🙏
[13/7 05.09] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Mbah 'Abdul Jabbaar
[13/7 05.10] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/ifccCs52iB65TCev/?mibextid=xfxF2i
Gus Dur merupakan putra pertama dari 6 bersaudara dan pernah menjabat sebagai Presiden RI ke-4. Silsilah Gus Dur ternyata memiliki garis keturunan langsung dari Rasulullah SAW.
Dalam Kitab Talkhish karya Abdullah bin Umar Assathiri, disebutkan bahwa KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah keturunan ke-34 dari Rasulullah SAW.
Ketika dirunut ke atas, leluhur Gus Dur akan sampai kepada sebuah nama, yakni Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya yang merupakan salah satu raja dari Kerajaan Pajang.
Selain itu, silsilah Gus Dur juga akan sampai kepada Lembu Peteng atau Sultan Brawijaya V, raja terakhir dari Majapahit.
Gus Dur memperoleh darah biru dari kakeknya yang bernama Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari dari jalur ayah, yaitu Muhammad Hasyim bin Asy'ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin Abdul Rahman (Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq bin Ainul Yakin (Sunan Giri).
Sementara, dari jalur sang ibu, yaitu Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Jaka Tingkir (Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya) bin Lembu Peteng (Prabu Brawijaya VI).
Secara berturut-turut, dari Asy’ari ke atas sampai ke Rasulullah SAW, garis keturunan Gus Dur sebagai berikut:
1.Nabi Muhammad SAW
2.Sayyidah Fathimah Az-Zahra (Istri Sayyidina Ali Bin Abi Thalib)
3.Husein Bin Ali
4.Ali Zainal Abidin
5.Muhammad Al Baqir
6.Ja'far Sodiq
7.Ali Al Uraidi
8.Muhammad Annaqib
9.Isa Arrumi
10.Ahmad Al Muhajir Ilalloh (Al Hadrami)
11 .Ubaidillah
12 Alawi
13.Muhammad
14.Alawi
15.Muhammad
16.Ali Holil Qosam
17.Muhammad Sohibul Mirbat
18.Alawi
19.Amir Abdul Malik
20.Abdulloh Khain
21.Ahmad Syah Jalal
22.Jamaludin Husen (Jamaludin Akbar)
23.Maulana Ibrahim Asmoro
24.Maulana Isha' (Syeh Awalul Islam, Aceh)
25.Ainul Yakin (Sunan Giri, Gresik)
26.Abdurrohman (Jaka Tingkir)
Abdul Halim (Pangeran Benowo)
27.Abdurrohman (Pangeran Sambud Bagda)
28.KH. Abdul Halim
29.KH. Abdul Wahid
30.H. Anu Sarwan
31.KH. Asy'ari
33.KH. Hasyim Asy'ari (Pendiri NU)
KH. Abdul Wahid Hasyim (Menteri Agama)
Gus Dur (KH. Sayyid Abdurrahman Wahid)
[13/7 05.12] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Joko Tingkir
https://www.facebook.com/share/p/EAVDDXzXmSoS7TW4/?mibextid=xfxF2i
Menelusuri Anti Tesis Siapa Tokoh Sebenarnya yang di Tulis dalam Naskah2 Sastra Babad Brang Kidul Mataraman Sebagai Leluhurnya Panembahan Senopati Selain Nama Prabu Brawijaya V / Raden Alit / Bhre Kertabumi
Bhre Kertabumi Wafat di Perkirakan tahun 1478 versi lain 1486
Time line jarak Masa yang Dekat tapi Susunan Nasab Yang Terlalu Panjang
Prabu Wikramawardhana wafat 1427
⬆️
Prabu Kertiwijaya
⬆️
Rajasa Wardhana
⬆️
Bre Kertabumi Brawijaya V wafat 1478 / 1486
⬆️
Kyai R Bondan Kejawan
⬆️
Kyai Getas Pandawa
⬆️
Kyai Ageng Selo
⬆️
Kyai Ageng Nis
⬆️
Kyai Pemanahan
⬆️
Panembahan Senopati wafat 1601
#10 Generasi
Susunan Nasab Pembanding
Versi Sejarah
Prabu Wikramawardhana wafat 1427
⬆️
Bre Tumapel II Manggala Wardhana
⬆️
Ratu Pajang Istri Haryo Pandoyo / Syamsudin Wasith Termez Sumare ing Kediri
⬆️
Prabu Handayaningrat Sumare ing Pengging
⬆️
Kyai Ageng Kebo Kenongo
⬆️
Sultan Hadiwijaya Pajang
⬆️
Pangeran Benowo 1612
#7 Generasi
Versi Sejarah
Maulana Malik Ibrahim Gresik wafat 1419
⬆️
Kyai Ageng Mataram I / Kyai Ageng Tarub I menikah dengan Bre Mataram Dyah Aniswari binti Aji Rajanata Junaid Bre Wirabhumi
⬆️
Nawang Wulan Menikah dengan Kyai Ageng Bondan Kejawan / Kyai Ageng Tarub II
⬆️
Kyai Ageng Getas Pandawa
⬆️
Kyai Ageng Selo
⬆️
Kyai Ageng Nis
⬆️
Kyai Ageng Pemanahan
⬆️
Panembahan Senopati wafat 1601
#8 Generasi
Maulana Malik Ibrahim Gresik wafat 1419
⬆️
Kyai Ageng Mataram I / Kyai Ageng Tarub I menikah dengan Bre Mataram Dyah Aniswari binti Aji Rajanata Junaid Bre Wirabhumi
⬆️
Kyai Ageng Ngerang I
⬆️
Kyai Ageng Ngerang II
⬆️
Kyai Ageng Ngerang III
⬆️
Kyai Penjawi
⬆️
Nyai Ageng Pati Istri Panembahan Senapati
#7 Generasi
NB :
1) Tanda Merah Bre Tumapel Manggala Wardhana ( Ayah Raden Fatah )
2) Tanda Merah Adipati Palembang Arya Damar Ayah Raden Husen Pecat Tanda Terung
👇👇👇👇
[13/7 05.14] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/7NUS6xvpY4MTJfQB/?mibextid=oFDknk
[13/7 05.15] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: InsyaAllah bakal dapat ilmu buat yg baca ini, 15 menit saja 😊👍🏻👍🏻
*Sudah sering saya baca, malah pernah lihat videonya juga dan tetap menarik. 😎😎
SEJARAH ISLAM NUSANTARA
Di woco Karo Ngopi
[Tulisan ini adalah resume ceramah Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY) di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah, pada 06 Agustus 2016.
Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa, tumpeng. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.
Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.
Ternyata, jaman dulu ada orang belanda yang sudah menceritakan santri NU, namanya C. Snock--------e. C. Snock Hurgronje itu hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in, tapi tidak islam, sebab tuganya menghancurkan Islam Indonesia, karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok mewlawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.
Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun, tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.
Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz. Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk, konslet. Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice, padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice. Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego, nasi, disana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, disini namanya upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan ajur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.
Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal: (1)kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting), (2)mambu rokok (bau rokok), (3)tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit). Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa.
Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah. Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.
Lha, akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.
Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.
Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama hindu. Hindu itu, orang kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra. Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Dibawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra. Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta Paria, yang hidup dengan meminta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama.
Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini. Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhairawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco. Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang. Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa.
Akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo. Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus. Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau tumbuh Sumanto. Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya ngepet. Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet.
Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet. 1500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka dari Turki Utsmani mengirim kembali ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa, namanya Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki Syekh Subakir, kemudian mereka diusir, ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro. Karena Syekh Subakir sepuh, dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi), melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik. Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan. Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah-kan, diceritain ini. kalau ngeyel, didatangi: tapuk mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.
Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di (daerah) Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Disana punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.
Nah, Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.
Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang. Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan:
“……………. masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”
Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi. Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.
Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau mananam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun, disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan. Kalau sekarang dibalik: akhi, ukhti. Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat.
Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati. Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya? Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang. Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo. Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: …ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat. Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,.”fanfuhur ruuh”(maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed.)
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah. Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim. Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa. Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu, kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar. Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo, sabut ngapati, mitoni, ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi. Maka menurut NU ada ngapati, mitoni, karena itu turunnya nyawa.
Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil: lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.
Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.
Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya Asmorodono, mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati.
Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh, laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.
Setelah Dhandanggula, menurut Mbah Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain? Khairunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya.
Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur. Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh: megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Terakhir, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung. Manusia di pocong Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya: siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).
Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nakir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut. Ditanya: “Man rabbuka?”, dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir, karena tidak bisa mengucapkan Allah. Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka. “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”
Maka, seperti ini itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?”, menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya:”Plaakkk!!”. Di-canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng, takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di-udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol, ajur mumur seperti gedhebok bosok. Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tapuk mulutnya!
Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok: nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung. Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu. Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.
Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah, kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.
Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil. Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho, ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.
Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, simbol: kolo-kolo teko, janur gunung. Udan grimis panas-panas, caping gunung.
Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing. Tidak cah angon ayo memanjat mangga.
Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat ‘imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun. Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebung, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua.
Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang. Padahal tugas imam adalah menunggu makmum. Ditunggu memakai pujian.
Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana, – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin. Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk.
Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro…... Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……., langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allau Akbar, matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaanya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:
kanjeng Nabi Muhammad,
lahir ono ing Mekkah,
dinone senen,
rolas mulud tahun gajah.
Inilah cara ulama-ulama dulu mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir. Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing.
Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.
Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya.
“Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.
Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber.
Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:
Gundul-gundul pacul, gembelengan
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x
Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar. Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan. Kalau kepala memangku amanah rakyat kok gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.
Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi. Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan. Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan,menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda. Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban. Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama. Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlah menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.
Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in. Tabi’in bukan ashhabus-shahabat, tetapi tabi’in, maknanya pengikut. Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in, pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in, pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa?
Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari. Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali. Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng. Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath, murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah. Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.
Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.
Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran. Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman.
Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya. Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.
Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.
Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “Waddluha” keluarnya “Waddluhe”. Orang Turki diajari “Mustaqiim” keluarnya “Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “Lakanuud” keluarnya “Lekenuuik”. Orang Sunda diajari “Alladziina” keluarnya “Alat Zina”. Di Jawa diajari “Alhamdu” jadinya “Alkamdu”, karena punyanya ha na ca ra ka. Diajari “Ya Hayyu Ya Qayyum” keluarnya “Yo Kayuku Yo Kayumu”. Diajari “Rabbil ‘Aalamin” keluarnya “Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga. Orang Jawa tidak punya huruf “Dlot” punyanya “La”, maka “Ramadlan” jadi “Ramelan”. Orang Bali disuruh membunyikan “Shiraathal…” bunyinya “Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin”. Di Sulawesi, “’Alaihim” keluarnya “’Alaihing”.
Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran, namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam.
Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut. Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir. Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum,” ada saksinya.
Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu. Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia. Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi.
Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris. Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang. Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama.
Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia. Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja.
Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.
---------
[13/7 05.44] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/4jzgMHcEyQsryN19/?mibextid=A7sQZp
NASAB BA'ALAWI ALU JADID , BA'ALAWI ALU BASHRI , BA'ALAWI ALU ALWI ITU SAMA TERKATEGORI "MARDUD AL NASAB" (NASAB YANG TERTOLAK)
Ba Alawi, adalah sebuah klan yang konon merupakan keturunan Alawi bin Ubaidillah. Namun, menurut penulis, mereka menamakan diri mereka sebagai Ba Alawi tersebut hanya karena adanya term Abi Alwi / Ba Alawi yang terdapat dalam kitab Al-Suluk karya Al-Janadi (w. 732 H), yaitu ketika menerangkan tentang seorang ahli hadits yang bernama Ali Abul hasan dari keluarga Abi Alwi yang tinggal di Hadramaut. Habib Ali Al-Sakran (w. 895 H), kemudian mengklaim keluarga dan leluhurnya sebagai bagian dari keluarga Ba Alawi tersebut.(?)
Fakta sebenarnya bahwa , Ali Al-Sakran tidak mempunyai dalil yang mendukung klaimnya tersebut. Ia tidak mempunyai sumber, baik primer maupun sekunder, yang menyatakan bahwa Alwi adalah saudara seayah dari Jadid. Begitu pula dengan Bashri yang diklaim sebagai saudara lain dari Alwi. Tidak ada dalil apapun.
Perhatikan contoh silsilah Bani Bashri, ia rapuh, bahkan runtuh. Dalam kitab Al-Raudul Jali yang mencatut2 nama Imam Murtadlo Al-Zabidi (w. 1205 H) sebagai Pengarangnya
Dikatakan dalam kitab itu, bahwa sebagian dari keturunan Bashri adalah Salim bin Bashri bin Abdullah bin Ahmad bin Isa. Dikatakan pula dalam kitab tersebut bahwa salim bin Bashri wafat tahun 604 H. bagaimana bisa masuk akal, Abdullah yang wafat tahun 383 H, setelah 221 tahun baru mempunyai cucu yang bernama Salim. (lihat Al-Raudul Jali h. 31). Atau bagaimana bisa seorang yang bernama Bashri yang wafat sekitar tahun 400 H, baru mempunyai anak bernama Salim setelah 170 tahun kemudian (?)
Perhatikan silsilah nasab Bani Jadid! Silsilah keluarga ini adalah “silsilah mudhtaribah” (silsilah yang berubah-ubah).
Jumlah keluarga ini dari Abul Hasan Ali sampai Abdullah- pun berbeda-beda. Dalam satu manuskrip berjumlah Sembilan nama; dalam manukskrip lain lima nama; dalam kitab syamsu dzahirah jumlahnya tujuh nama. (lihat hamisy Syamsu dzahirah: 62). Terkadang nama jadid ditulis dua kali, terkadang pula satu kali. Dalam ilmu nasab, nasab mudhtaribah seperti ini merupakan indikasi kuat bahwa nasab itu palsu.
[13/7 05.44] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/x3batasvHFnUFGJD/?mibextid=A7sQZp
RA - ORMAS PRIMORDIAL KHUSUS IMIGRAN BA'ALAWI ASAL YAMAN YANG KEPEDEAN 🙈
#fahami Terbitnya Sebuah kitab nasab atau buku catatan nasab hanya dapat menjadi dalil kesahihan untuk nama-nama yang sezaman dengan kitab nasab itu ditulis. Misalnya kitab nasab Nubzat Lathifah fi Silsilati nasabil Alawi yang ditulis oleh Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail, kitab Ittisalu Nasabil Alawiyyin wal Asyraf yang ditulis Umar bin Salim al- Attas juga pada abad 13 H, kitab Syamsudz Dzahirah yang ditulis oleh Abdurrahman Muhammad bin Husein al- Masyhur yang ditulis juga pada akhir abad 13 H.
#Lucunya Sayyid Syarif Dzurriyah Rasulullah SAW jalur Walisongo yang Hidup di masa abad 8H - 11H mau di Isbat menggunakan Kitāb Nasab Khusus hanya Mencatat Keluarga Ba'Alawi yang di Tulis abad 13H , Kitāb Nasab Khusus dibuat untuk Me Sayyid Syarif kan para imigran Ba'Alawi yang Baru Datang Ke Nusantara di Masa Abad 13H 🙈
[13/7 06.19] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://lamongankab.go.id/beranda/dinpmd/post/10272
[13/7 06.49] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/7048448675237056/?comment_id=7049164338498823
Terima kasih mas abu Abu Farrell, saya juga ragu soalnya untuk Abdul Jabbar di hubungkan ke Benowo, karena ya itu, belum menemukan data falid, meskipun menurut tutur lisan dan beberapa tulisan keluarga merupakan putra Selarong, dan Selarong ini putra Benowo. Teka teki silsilah Abdul Jabbar sampai saat ini masih belum terjawab ke atasnya. Meskipun kebawah tercatat rapi, dan kebanyakan keturunannya adalah para kyai-kyai di daerah lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Gresik bagian Pantura. Termasuk pengampu pondok Langitan saat ini, Kyai Ma'sum Ali pengarang Tasripan, Mbah Faqih Maskumambang, dan lainnya.
[13/7 06.50] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/7048448675237056/?comment_id=7049164338498823&reply_comment_id=7049908291757761
Oh Nour Ahmed Masih dlm Penelitian
Cik Go ing Alias Adipati Lasem Tejakusuma II / Adipati Di masa Sultan Agung Mataram diceritakan adalah Mertua Dari Mbah Sambu Lasem
Lasem Tak ada kaitan dengan keluarga Kajoran Ampel
[13/7 06.54] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/XBPgJHNV4A8GMbh7/?mibextid=xfxF2i
~~~ Dua Permaisuri Amangkurat Agung yang Terlupakan ~~~
Dibandingkan dengan Panembahan Senopati dan Sultan Agung kehidupan Amangkurat Agung dengan dua permaisurinya jarang dipernincangkan dalam panggung sejarah. Yang sering muncul justru kisah Ratu Mas Malang istri Dalang Panjang Mas dan Rara Hoyi, gadis pingitan dari Surabaya dengan kisahnya yg tragis dan memilukan. Makam Gunung Kelir dan Banyusumurup menjadi saksi bisu atas tragedi kelam keduanya yang terus menyimpan aura kesedihan sampai detik ini.
Walaupun diwarnai kesepian batin di awakhir kehidupannya, Amangkurat Agung (1645-1677) sebenarnya mempunyai kehidupan yang bersemangat di awal kehidupannya dengan dua orang permaisuri yg sangat menonjol dan berpengaruh dalam menopang perjalanan karir sang Raja. Keduanya adalah Kanjeng Ratu Mas putri Pangeran Pekik sebagai Ratu Kulon dari trah Surabaya yang berputra Raden Mas Rahmat dan Kanjeng Ratu Kencana putri dari Pangeran Kajoran (Panembahan Rama) dari trah Kajoran sebagai Ratu Wetan yang berputra Raden Mas Drajat.
Yang cukup mengejutkan, keduanya masih mempunyai garis keturunan yang sama dari Sunan Ampel. Ratu Mas (Ratu Kulon) merupakan putri Raden Pekik putra Adipati Surabaya Panji Jayalengkara putra Panji Wiryakrama Adipati Surabaya putra Pangeran Trenggana Adipati Surabaya putra Raden Qasim Syarifudin Sunan Drajat Paciran Lamongan putra Raden Rahmat (Sunan Ampel). Pangeran Pekik menikah dengan Ratu Pandan Sari adik Sultan Agung. Sedang putrinya menikah dengan Amangkurat Agung. Pangeran Pekik telah berjasa besar menundukkan Panembahan Ageng Giri di Giri Kedhaton.
Adapun Ratu Kencana (Ratu Wetan) adalah putri Panembahan Rama putra Pangeran Raden Kajoran putra Pangeran Sinduseno putra Pangeran Benowo Pajang. Pangeran Raden Kajoran adalah menantu Panembahan Agung ing Kajoran putra Sayid Kalkum Wotgaleh (menantu Batara Katong) putra Sayyid Maulana Hamzah (Pangeran Lamongan/Tumapel) putra Sunan Ampel). Trah Kajoran ini mempunyai kedudukan terhormat karena terkumpul didalamnya trah Giring, Trah Pajang, Trah Tembayat, Trah Ponorogo dan trah Mataram.
Adalah Panembahan Agung ing Kajoran pendiri wangsa Kajoran menikah dengan 3 orang istri:
1. Nyi Ageng Panembahan Agung putri Sunan Tembayat
2. Nyi Ageng Biting, janda Ki Ageng Biting dari Pajang juga putri Sunan Tembayat
3. Rara Subur mantan istri adipati Loano putri Ki Ageng Pemanahan.
Sunan Tembayat juga menikahkan putrinya yang lain dengan Ki Ageng Giring II RM. Tambakbaya menurunkan Ki Ageng Giring III RM. Kertonadi menurunkan Rara Lembayung menurunkan Pangeran Purbaya I menurunkan Pangeran Purbaya II menurunkan R.Ay Kajoran istri Panembahan Rama menurunkan Raden Mas Drajat Pangeran Puger (PB I)
Panembahan Agung Kajoran putra Panembahan Agung Ponorogo mempunyai 2 putri:
1. Putri pertama menikah dengan Pangeran Sindusena putra Pangeran Benawa menurunkan Pangeran Raden ing Kajoran
2. Putri kedua Nyai Riyo Suwanda menikah dengan Panembahan Senopati Mataram menurunkan:
a. Pangeran Jayaraga ( Mas Barthotot) b. Pangeran Harya Menggala.
Pangeran Jayaraga yang sempat memberontak Panembahan Hanyakrawati berhasil diatasi oleh Pangeran Pringgalaya, Tumenggung Mertalaya dan Tumenggung Rangga Wicitra. Pangeran Jayaraga bergelar Pangeran Jayanegara, Adipati Gadingrejo (Ponorogo) dimakamkan di Tumpak Swangon di kaki gunung Loreng Slahung Ponorogo. Beliau berputra Kyai Kasan Buntoro berputra Kyai Nursalim, dimana putrinya menikah dengan Ki Ageng Muhammad Besari, pendiri Pesantren Tegalsari. Salah satu keturunan beliau kelak adalah HOS. Cokroaminoto ayah idelogis Bung Karno.
Adalah Panembahan Senopati yang menikah dengan Niken Purwosari Rara Lembayung putri Ki Ageng Giring III menurunkan 2 anak:
1. Pangeran Purbaya
2. Raden Ayu Wangsacipta dinikahi oleh putra dari Panembahan Agung Kajoran yang bernama Pangeran Raden ing Kajoran yang menurunkan:
1. Panembahan Rama ayah dari Ratu Kencana istri Amangkurat Agung (Ratu Wetan)
Panembahan Senopati adalah menantu sekaligus besan dari Panembahan Agung Kajoran karena menikahi putrinya yaitu Nyai Riyo Suwanda dan putrinya Raden Ayu Wangsacipta menikah dengan putra beliau yaitu Pangeran Raden ing Kajoran. Jadi Panembahan Senopati merupakan mertua dari Pangeran Raden ing Kajoran dan kakek dari Panembahan Rama yang merupakan ayah mertua dari Amangkurat Agung.
~~~~~~
Permaisuri pertama Amangkurat Agung adalah Ratu Surabaya yg merupakan putri Pangeran Pekik dengan Ratu Pandansari, adik kandung Sultan Agung. Ratu Surabaya mempunyai nama kecil Raden Ajeng Siti Komariah atau Nini Sara. Ia lahir dan besar di Surabaya, maka disebut Kanjeng Ratu Surabaya. Sebagai putri yg cakap dalam usaha ia diberi kepercayaan dalam urusan niaga di pelabuhan Perak Surabaya. Kelak putranya Raden Rahmat dikenal sebagai Amangkurat ll atau Amangkurat Admiral atau Amral gelar Laksamana Eropa karena lebih suka berpakaian ala angkatan laut Eropa sebagai pakaian kebesarannya.
Kanjeng Ratu Mas Surabaya dinikahkan dengan Amangkurat Agung pada 1644 setahun sebelum dinobatkan sebagai Raja Mataram pada 1645. Sebelumnya RM Sayyidin (Amangkurat Agung) di usia 18 tahun sempat digeser dari kedudukan sebagai putra mahkota akibat skandal cinta dg salah satu selir kesayangan Tumenggung Wiraguna dari Lasem ketika sang Patih sedang diutus ke Banten. Tetapi ibunda Amangkurat Agung (Ratu Batang) sebagai Ratu Wetan berhasil menggeser Ratu Kulon dari Cirebon sebagai permaisuri utama. Secara otomatis Raden Mas Sayyidin pun menggeser Raden Mas Syahwawrat (Pangeran Alit) sebagai putra mahkota
Ketika Raden Mas Sayyidin menjabat Raja Mataram pada 1645, usaha yang pertama dilakukan adalah memindahkan istana Mataram dari kraton Kerto di sebelah utara tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong ke istana Plered yang terbuat dari batu bata yg megah dengan dikelilingi air dan danau buatan di sebelah tenggara, Segoroyoso. Istana Sultan Agung (1614-1622) yang terbuat dari bahan kayu jati dengan ukiran khas Bali dan berdiri diatas umpak batu terbukti sangat rawan terbakar.
Ratu Mas Surabaya dan Pangeran Pekik dengan dukungan para saudagar Surabaya, Madura dan Makassar mendukung dan membantu penuh perpindahan ibukota dari Kerto ke Plered. Tercatat dalam Laporan Harian Belanda (Daghregister) 7 Juli 1659, ketika Amangkut Agung membangun danau buatan Segarayasa disebelah tenggara, Amangkurat Agung sering mengunjunginya bersama sang permaisuri Ratu Mas Surabaya untuk memantau pembangunannya.
Begitupun ketika pada 1661, Amangkurat Agung membangun kolam disekeliling istana yang menjadikan istananya bagai pulau di tengah danau, Ratu Mas Surabaya selalu mendampinginya. Dalam pekerjaan kali ini laporan harian Belanda (Daghregister) 12 Septembar 1661 menyebutkan pekerja yg terlibat mencapai 300.000 orang dari wilayah pesisir dan macanegara, terkhusus dari Karawang sehingga mengakibatkan wilayah Karawang kekurangan tenaga pengolah pertanian dan mengakibatkan gagal panen.
Pembangunan kolam-kolam dan parit besar yang mengelingi istana Plered diceritakan oleh seorang utusan dari tanah seberang, Abraham Verspreet, yang berkunjung ke Plered pada 16 Oktober 1668 yang mengatakan bahwa ia harus melalui jembatan yang membentang di atas parit yang mengelilingi istana sebelum ia sampai di alun-alun (H.J. De Graaf, 1987, hlm. 15).
Dari pernikahan Amangkurat dengan Kanjeng Ratu Mas Surabaya terlahir Raden Mas Rahmat Abdullah yang sering dipanggil dengan Raden Rahmat Kuning. Ia lahir dan besar dalam asuhan kakeknya Pangeran Pekik di Surabaya setelah Ratu Mas Surabaya wafat pada 1652 ketika putranya masih berusia 6 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pajimatan Imogiri. Posisinya sebagai permaisuri digantikan oleh Ratu Mas Wiratsari dari trah Kajoran. Kelak Raden Mas Rahmat kemudian pindah ke istana Plered sebagai Adipati Anom.
Amangkurat II yang dikenal dg sebutan Amangkurat Amral ini adalah sosok yang telah berhasi menumpas perlawanan Trunajaya dan membunuhnya serta para pendukungnya di Giri Kedhaton yang dipimpin oleh Pangeran Singasari serta Panembahan Rama yang tidak bisa diatasi oleh ayahnya Amangkurat Agung. Amangkurat Amral dimakamkan persis dibawah sisi selatan Sultan Agung. Sedang ibunya Ratu Surabaya ada dibelakangnya bersanpingan dengan istri Raden Rangga Pati dan Ratu Pandansari istri Pangeran Pekik.
~~~~~~~~~~~~~~
Panembahan Rama Kajoran menikah dengan putri dari Pangeran Purubaya II yang wafat di dusun Godog Tuban pada 1676 menurunkan:
1. Ratu Mas Wiratsari menikah dg Amangkurat Agung
2. Seorang putri diperistri oleh Pangeran Trunajaya
3. Seorang putri diperistri oleh Adipati Wiramenggala
Raden Ajeng Wiratsari menikah dengan Amangkurat Agung pada 1646, satu tahun setelah penobatannya sebagai Sultan pada 1645. Ayahnya, Panembahan Rama memberi bekal sangu emas sebanyak 7 gerobak. Harta sumbangan untuk pembangunan Keraton Plered.
Raden Ayu Wiratsari lahir dan besar di daerah Banyumanik Semarang sehingga dikenal dengan sebutan Ratu Mas Semarang. Ia dikenal sebagai putri yang cakap dalam hal ihwal perdagangan di Semarang sejak dari gamping, kayu jati, hasil kerajinan, perahu, pelayaran dan pelabuhan dan dikemudian hari dikenal sebagai Ratu Mas Pelabuhan/Labuhan yg merupakan ibu kandung dari Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I, leluhur Trah Catur Sagotra Mataram.
Ratu Labuhan telah berjasa besar
membangun daerah pesisir, mulai dari Jepara, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes meneruskan jejak ibu mertuanya Ratu Mas Batang yang juga berusaha memajukan daerah pantura ketika menggantikan sang ayah Tumenggung Upasanta yang diperintah Sultan Agung untuk menyerang Batavia pada tahun 1628.
Kadipaten Onje (Purbalingga) kala itu telah masuk wilayah kekuasaan Mataram dibawah pemerintahan Adipati Onje IV (1642-1659). Ratu Mas Labuhan memerintahkan kepada Adipati Onje IV untuk membangun Pesanggrahan Purwo Arum di Mrebet. Adapun Tumenggung Yudanegara dari Banyumas diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Puja Retna di Batur Raden di kaki gunung Slamet yg tidak jauh dari desa Lesmana Ajibarang tempat bertugas Ratu Labuhan.
Ratu Labuhan meninggal sewaktu terjadi pemberontakan Trunajaya pada 1677 yang menghancurkan Kraton Plered. Jenazah dimakamkan dibelakang reruntuhan Masjid Agung Kraton Plered. Dikisahkan ketika hendak diberangkatkan ke makam Pajimatan Imogiri, puluhan prajurit yang mengangkat jenazahnya tidak ada yang kuat. Salah seorang abdi kinasih beliau yang bernama Kyai Rawit memberitahukan bahwa Ratu Labuhan sewaktu masih hidup pernah berpesan bila sewaktu-waktu meninggal hendaknya dimakamkan ditempat wafatnya, bukan di tempat lain.
~~~~~~~~~~~~
Dibawah, makam Ratu Labuhan dibelakang reruntuhan Masjid Kauman Plered.
Sumber:
https://jawasastra.com/seri-mataram-3-3-kerta-plered-segarayasa/
https://radenayulina.wordpress.com/author/radenayulina/page/9/
https://m.facebook.com/groups/Kerabat.Keliling.Jogja/permalink/1870381033050407/
https://megapolitan.harianmerdeka.id/2021/11/sirah-maqosidana-panembahan-agung.html?m=1
https://jatim.inews.id/berita/proyek-besar-kerajaan-mataram-bagun-istana-megah-di-plered-lengkap-dengan-danau-buatan/2
https://www.liputan68.com/2021/01/25/sejarah-kali-serayu-tempat-tapa-ngeli-raja-amangkurat-1/2/
~~~ Dua Permaisuri Amangkurat Agung yang Terlupakan ~~~
Dibandingkan dengan Panembahan Senopati dan Sultan Agung kehidupan Amangkurat Agung dengan dua permaisurinya jarang dipernincangkan dalam panggung sejarah. Yang sering muncul justru kisah Ratu Mas Malang istri Dalang Panjang Mas dan Rara Hoyi, gadis pingitan dari Surabaya dengan kisahnya yg tragis dan memilukan. Makam Gunung Kelir dan Banyusumurup menjadi saksi bisu atas tragedi kelam keduanya yang terus menyimpan aura kesedihan sampai detik ini.
Walaupun diwarnai kesepian batin di awakhir kehidupannya, Amangkurat Agung (1645-1677) sebenarnya mempunyai kehidupan yang bersemangat di awal kehidupannya dengan dua orang permaisuri yg sangat menonjol dan berpengaruh dalam menopang perjalanan karir sang Raja. Keduanya adalah Kanjeng Ratu Mas putri Pangeran Pekik sebagai Ratu Kulon dari trah Surabaya yang berputra Raden Mas Rahmat dan Kanjeng Ratu Kencana putri dari Pangeran Kajoran (Panembahan Rama) dari trah Kajoran sebagai Ratu Wetan yang berputra Raden Mas Drajat.
Yang cukup mengejutkan, keduanya masih mempunyai garis keturunan yang sama dari Sunan Ampel. Ratu Mas (Ratu Kulon) merupakan putri Raden Pekik putra Adipati Surabaya Panji Jayalengkara putra Panji Wiryakrama Adipati Surabaya putra Pangeran Trenggana Adipati Surabaya putra Raden Qasim Syarifudin Sunan Drajat Paciran Lamongan putra Raden Rahmat (Sunan Ampel). Pangeran Pekik menikah dengan Ratu Pandan Sari adik Sultan Agung. Sedang putrinya menikah dengan Amangkurat Agung. Pangeran Pekik telah berjasa besar menundukkan Panembahan Ageng Giri di Giri Kedhaton.
Adapun Ratu Kencana (Ratu Wetan) adalah putri Panembahan Rama putra Pangeran Raden Kajoran putra Pangeran Sinduseno putra Pangeran Benowo Pajang. Pangeran Raden Kajoran adalah menantu Panembahan Agung ing Kajoran putra Sayid Kalkum Wotgaleh (menantu Batara Katong) putra Sayyid Maulana Hamzah (Pangeran Lamongan/Tumapel) putra Sunan Ampel). Trah Kajoran ini mempunyai kedudukan terhormat karena terkumpul didalamnya trah Giring, Trah Pajang, Trah Tembayat, Trah Ponorogo dan trah Mataram.
Adalah Panembahan Agung ing Kajoran pendiri wangsa Kajoran menikah dengan 3 orang istri:
1. Nyi Ageng Panembahan Agung putri Sunan Tembayat
2. Nyi Ageng Biting, janda Ki Ageng Biting dari Pajang juga putri Sunan Tembayat
3. Rara Subur mantan istri adipati Loano putri Ki Ageng Pemanahan.
Sunan Tembayat juga menikahkan putrinya yang lain dengan Ki Ageng Giring II RM. Tambakbaya menurunkan Ki Ageng Giring III RM. Kertonadi menurunkan Rara Lembayung menurunkan Pangeran Purbaya I menurunkan Pangeran Purbaya II menurunkan R.Ay Kajoran istri Panembahan Rama menurunkan Raden Mas Drajat Pangeran Puger (PB I)
Panembahan Agung Kajoran putra Panembahan Agung Ponorogo mempunyai 2 putri:
1. Putri pertama menikah dengan Pangeran Sindusena putra Pangeran Benawa menurunkan Pangeran Raden ing Kajoran
2. Putri kedua Nyai Riyo Suwanda menikah dengan Panembahan Senopati Mataram menurunkan:
a. Pangeran Jayaraga ( Mas Barthotot) b. Pangeran Harya Menggala.
Pangeran Jayaraga yang sempat memberontak Panembahan Hanyakrawati berhasil diatasi oleh Pangeran Pringgalaya, Tumenggung Mertalaya dan Tumenggung Rangga Wicitra. Pangeran Jayaraga bergelar Pangeran Jayanegara, Adipati Gadingrejo (Ponorogo) dimakamkan di Tumpak Swangon di kaki gunung Loreng Slahung Ponorogo. Beliau berputra Kyai Kasan Buntoro berputra Kyai Nursalim, dimana putrinya menikah dengan Ki Ageng Muhammad Besari, pendiri Pesantren Tegalsari. Salah satu keturunan beliau kelak adalah HOS. Cokroaminoto ayah idelogis Bung Karno.
Adalah Panembahan Senopati yang menikah dengan Niken Purwosari Rara Lembayung putri Ki Ageng Giring III menurunkan 2 anak:
1. Pangeran Purbaya
2. Raden Ayu Wangsacipta dinikahi oleh putra dari Panembahan Agung Kajoran yang bernama Pangeran Raden ing Kajoran yang menurunkan:
1. Panembahan Rama ayah dari Ratu Kencana istri Amangkurat Agung (Ratu Wetan)
Panembahan Senopati adalah menantu sekaligus besan dari Panembahan Agung Kajoran karena menikahi putrinya yaitu Nyai Riyo Suwanda dan putrinya Raden Ayu Wangsacipta menikah dengan putra beliau yaitu Pangeran Raden ing Kajoran. Jadi Panembahan Senopati merupakan mertua dari Pangeran Raden ing Kajoran dan kakek dari Panembahan Rama yang merupakan ayah mertua dari Amangkurat Agung.
~~~~~~
Permaisuri pertama Amangkurat Agung adalah Ratu Surabaya yg merupakan putri Pangeran Pekik dengan Ratu Pandansari, adik kandung Sultan Agung. Ratu Surabaya mempunyai nama kecil Raden Ajeng Siti Komariah atau Nini Sara. Ia lahir dan besar di Surabaya, maka disebut Kanjeng Ratu Surabaya. Sebagai putri yg cakap dalam usaha ia diberi kepercayaan dalam urusan niaga di pelabuhan Perak Surabaya. Kelak putranya Raden Rahmat dikenal sebagai Amangkurat ll atau Amangkurat Admiral atau Amral gelar Laksamana Eropa karena lebih suka berpakaian ala angkatan laut Eropa sebagai pakaian kebesarannya.
Kanjeng Ratu Mas Surabaya dinikahkan dengan Amangkurat Agung pada 1644 setahun sebelum dinobatkan sebagai Raja Mataram pada 1645. Sebelumnya RM Sayyidin (Amangkurat Agung) di usia 18 tahun sempat digeser dari kedudukan sebagai putra mahkota akibat skandal cinta dg salah satu selir kesayangan Tumenggung Wiraguna dari Lasem ketika sang Patih sedang diutus ke Banten. Tetapi ibunda Amangkurat Agung (Ratu Batang) sebagai Ratu Wetan berhasil menggeser Ratu Kulon dari Cirebon sebagai permaisuri utama. Secara otomatis Raden Mas Sayyidin pun menggeser Raden Mas Syahwawrat (Pangeran Alit) sebagai putra mahkota
Ketika Raden Mas Sayyidin menjabat Raja Mataram pada 1645, usaha yang pertama dilakukan adalah memindahkan istana Mataram dari kraton Kerto di sebelah utara tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong ke istana Plered yang terbuat dari batu bata yg megah dengan dikelilingi air dan danau buatan di sebelah tenggara, Segoroyoso. Istana Sultan Agung (1614-1622) yang terbuat dari bahan kayu jati dengan ukiran khas Bali dan berdiri diatas umpak batu terbukti sangat rawan terbakar.
Ratu Mas Surabaya dan Pangeran Pekik dengan dukungan para saudagar Surabaya, Madura dan Makassar mendukung dan membantu penuh perpindahan ibukota dari Kerto ke Plered. Tercatat dalam Laporan Harian Belanda (Daghregister) 7 Juli 1659, ketika Amangkut Agung membangun danau buatan Segarayasa disebelah tenggara, Amangkurat Agung sering mengunjunginya bersama sang permaisuri Ratu Mas Surabaya untuk memantau pembangunannya.
Begitupun ketika pada 1661, Amangkurat Agung membangun kolam disekeliling istana yang menjadikan istananya bagai pulau di tengah danau, Ratu Mas Surabaya selalu mendampinginya. Dalam pekerjaan kali ini laporan harian Belanda (Daghregister) 12 Septembar 1661 menyebutkan pekerja yg terlibat mencapai 300.000 orang dari wilayah pesisir dan macanegara, terkhusus dari Karawang sehingga mengakibatkan wilayah Karawang kekurangan tenaga pengolah pertanian dan mengakibatkan gagal panen.
Pembangunan kolam-kolam dan parit besar yang mengelingi istana Plered diceritakan oleh seorang utusan dari tanah seberang, Abraham Verspreet, yang berkunjung ke Plered pada 16 Oktober 1668 yang mengatakan bahwa ia harus melalui jembatan yang membentang di atas parit yang mengelilingi istana sebelum ia sampai di alun-alun (H.J. De Graaf, 1987, hlm. 15).
Dari pernikahan Amangkurat dengan Kanjeng Ratu Mas Surabaya terlahir Raden Mas Rahmat Abdullah yang sering dipanggil dengan Raden Rahmat Kuning. Ia lahir dan besar dalam asuhan kakeknya Pangeran Pekik di Surabaya setelah Ratu Mas Surabaya wafat pada 1652 ketika putranya masih berusia 6 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pajimatan Imogiri. Posisinya sebagai permaisuri digantikan oleh Ratu Mas Wiratsari dari trah Kajoran. Kelak Raden Mas Rahmat kemudian pindah ke istana Plered sebagai Adipati Anom.
Amangkurat II yang dikenal dg sebutan Amangkurat Amral ini adalah sosok yang telah berhasi menumpas perlawanan Trunajaya dan membunuhnya serta para pendukungnya di Giri Kedhaton yang dipimpin oleh Pangeran Singasari serta Panembahan Rama yang tidak bisa diatasi oleh ayahnya Amangkurat Agung. Amangkurat Amral dimakamkan persis dibawah sisi selatan Sultan Agung. Sedang ibunya Ratu Surabaya ada dibelakangnya bersanpingan dengan istri Raden Rangga Pati dan Ratu Pandansari istri Pangeran Pekik.
~~~~~~~~~~~~~~
Panembahan Rama Kajoran menikah dengan putri dari Pangeran Purubaya II yang wafat di dusun Godog Tuban pada 1676 menurunkan:
1. Ratu Mas Wiratsari menikah dg Amangkurat Agung
2. Seorang putri diperistri oleh Pangeran Trunajaya
3. Seorang putri diperistri oleh Adipati Wiramenggala
Raden Ajeng Wiratsari menikah dengan Amangkurat Agung pada 1646, satu tahun setelah penobatannya sebagai Sultan pada 1645. Ayahnya, Panembahan Rama memberi bekal sangu emas sebanyak 7 gerobak. Harta sumbangan untuk pembangunan Keraton Plered.
Raden Ayu Wiratsari lahir dan besar di daerah Banyumanik Semarang sehingga dikenal dengan sebutan Ratu Mas Semarang. Ia dikenal sebagai putri yang cakap dalam hal ihwal perdagangan di Semarang sejak dari gamping, kayu jati, hasil kerajinan, perahu, pelayaran dan pelabuhan dan dikemudian hari dikenal sebagai Ratu Mas Pelabuhan/Labuhan yg merupakan ibu kandung dari Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I, leluhur Trah Catur Sagotra Mataram.
Ratu Labuhan telah berjasa besar
membangun daerah pesisir, mulai dari Jepara, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes meneruskan jejak ibu mertuanya Ratu Mas Batang yang juga berusaha memajukan daerah pantura ketika menggantikan sang ayah Tumenggung Upasanta yang diperintah Sultan Agung untuk menyerang Batavia pada tahun 1628.
Kadipaten Onje (Purbalingga) kala itu telah masuk wilayah kekuasaan Mataram dibawah pemerintahan Adipati Onje IV (1642-1659). Ratu Mas Labuhan memerintahkan kepada Adipati Onje IV untuk membangun Pesanggrahan Purwo Arum di Mrebet. Adapun Tumenggung Yudanegara dari Banyumas diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Puja Retna di Batur Raden di kaki gunung Slamet yg tidak jauh dari desa Lesmana Ajibarang tempat bertugas Ratu Labuhan.
Ratu Labuhan meninggal sewaktu terjadi pemberontakan Trunajaya pada 1677 yang menghancurkan Kraton Plered. Jenazah dimakamkan dibelakang reruntuhan Masjid Agung Kraton Plered. Dikisahkan ketika hendak diberangkatkan ke makam Pajimatan Imogiri, puluhan prajurit yang mengangkat jenazahnya tidak ada yang kuat. Salah seorang abdi kinasih beliau yang bernama Kyai Rawit memberitahukan bahwa Ratu Labuhan sewaktu masih hidup pernah berpesan bila sewaktu-waktu meninggal hendaknya dimakamkan ditempat wafatnya, bukan di tempat lain.
~~~~~~~~~~~~
Dibawah, makam Ratu Labuhan dibelakang reruntuhan Masjid Kauman Plered.
Sumber:
https://jawasastra.com/seri-mataram-3-3-kerta-plered-segarayasa/
https://radenayulina.wordpress.com/author/radenayulina/page/9/
https://m.facebook.com/groups/Kerabat.Keliling.Jogja/permalink/1870381033050407/
https://megapolitan.harianmerdeka.id/2021/11/sirah-maqosidana-panembahan-agung.html?m=1
https://jatim.inews.id/berita/proyek-besar-kerajaan-mataram-bagun-istana-megah-di-plered-lengkap-dengan-danau-buatan/2
https://www.liputan68.com/2021/01/25/sejarah-kali-serayu-tempat-tapa-ngeli-raja-amangkurat-1/2/
[13/7 07.02] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Gak Masuk Silsilah Pakuncen Padangan
https://m.facebook.com/groups/155984034899736/permalink/1130346107463519/?sfnsn=wiwspwa&ref=share&mibextid=6aamW6
RM. Citro Menggolo/Kyai Modjo 1
Nama lain beliau Pangeran Menggolo/Kyai Jumal Sepuh/ Kyai Mojo Sepisan. Beliau adalah Putra Adipati pajang bin Pangeran Benowo 1 bin Sultan Hadiwijoyo (Jaka Tingkir) Pajang, yang kemudian pindah babat Alas di wonotoro kesambi Boyolali mendirikan padepokan disana. Murid semakin banyak akhirnya pindah mendirikan pesantren di daerah Mojo Tegalrejo Sawit Boyolali yg selanjutnya menjadi tanah perdikan dijaman cucunya (Kyai Modjo 3). *Sebelumnya juga mendirikan padepokan di Mojo andong boyolali* untuk pendidikan agama islam. Beliau memiliki beberapa istri, berputra diantaranya :
1. *Kyai Jumal Arif*
2. Kyai Sencoko Pengging (Leluhur Mbah Wasil/Kyai Kepil, Kyai Abdul Syukur Kras Kediri)
*ada beberapa versi silsilah mengenai mbah modjo.
[13/7 07.06] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/zubVNK1oTx4EUxbs/?mibextid=xfxF2i
#Raden_Tumenggung_Singoranu_I
#Patih_Singoranu_I
Terletak di Kompleks Pasareyan Kagungan Dalem Kranon tempat disemayamkannya para Tokoh Agung Mataram Islam : R.T. Singoranu I, Kyai Barat Ketiga (makam asal sebelum "diputer" ke dalam makam Raja-Raja Mataram di Kotagede), Ratu Kemuning, dll.
#Silsilah R.T. Singoranu I (Jalur Ayah) :
𝙎𝙪𝙡𝙩𝙖𝙣 𝙎𝙝𝙖𝙝 𝘼𝙡𝙖𝙢 𝘼𝙡-𝘼𝙠𝙗𝙖𝙧 𝙄 𝙞𝙣𝙜 𝘿𝙚𝙢𝙖𝙠 𝘽𝙞𝙣𝙩𝙖𝙧𝙖 / 𝙍. 𝙁𝙖𝙩𝙩𝙖𝙝
I
R. Kandhuruwan / R. Wangkawa
I
P. Wetan
I
P. Lor II
I
P. Arya Penghulu Jipang Panolan
I
Kyai Barat Ketiga (Makam asli / asal : Pedan, Kab. Klaten, Makam puteran : Pasareyan Kranon & Pasareyan Raja2X Mataram Kotagede)
I
Kyai Raden Tumenggung Singoranu I { Makam asli / asal : pasareyan Kranon, Makam puteran : Pasareyan Raja2X Mataram Imogiri / berbeda nisan dengan R.T. Singoranu II / Kyai Adipati Singoranu (patih dalem Sinuwun Sultan Agung) yang sama-sama dimakamkan di Pasareyan Raja2X Mataram Imogiri }
#Silsilah R.T. Singoranu I (Jalur Ibu) :
𝙎𝙧𝙞 𝙈𝙖𝙠𝙪𝙧𝙪𝙣𝙜 𝙃𝙖𝙣𝙙𝙖𝙮𝙖𝙣𝙞𝙣𝙜𝙧𝙖𝙩 𝙋𝙖𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙖𝙨
(Ki Ageng Pengging Sepuh)
I
Ki Ageng Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging)
I
Kanjeng Sultan Hadiwijoyo (Mas Karebet / Joko Tingkir)
I
P. Benowo I
I
Raden Ayu Barat Ketiga
I
Kyai Raden Tumenggung Singoranu I { Makam asli / asal : pasareyan Kranon, Makam puteran : Pasareyan Raja2X Mataram Imogiri / berbeda nisan dengan R.T. Singoranu II / Kyai Adipati Singoranu (patih dalem Sinuwun Sultan Agung) yang sama-sama dimakamkan di Pasareyan Raja2X Mataram Imogiri }
R.T. Singoranu I atau Patih Singoranu I adalah Patih Mataram Islam yang menjabat pertama kali pada 1615 di masa Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo
Dihimpun dari :
- Serat Sejarah Ratu
- Puncak Kekuasaan Mataram (Dr. HJ. De Graaf)
- Diskusi dengan Mas Harban selaku Abdi Dalem Juru Kunci Pasareyan Kagungan Dalem Kranon
Lokasi Pasareyan Kranon :
Kampung Kranon, Kec. / Kepanewonan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Prov. DIY
Lahumul Faatihah 🤲🤲🤲
[13/7 07.07] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/QfYDhV2rvZhD9atM/?mibextid=xfxF2i
SAMBI PAYUNG
adalah salah satu situs makam yg terletak sebelah barat Desa Loning bersebelahan dengan Makam Dowo namun Masuk Wilayah administratif Dusun Sigorok Desa Tegalmlati, menurut tutur turun temurun Sambi payung merupakan cikal bakal dukuh Sigorok/Sighoro ( cilik), disitu ada beberapa makam diantaranya Makam R Mertorono Putra dari R Mertowijoyo, Putra dari R. Honggowijoyo, Putra dari R.Kertokertolo, Putra dari R. Singo Kertolo, putra dari R.Asmangali, Putra dari R.Padmasari, putra dari R.Buntaran, Putra dari R.M Sangkan, Putra dari R.Tumenggung Joyowinoto( gajah Cilik), R.Ay. Joyowinoto ( gajah Gedhe) Putri dari B.R.Ay Wirokusumo putri dari Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Hadi Prabu Hanyokrowati ing Mataram dari Istri B.Ratu Mas adi Dyah Banowati Putri dari Pangeran Benowo Putra dari Sultan Hadiwijaya/Mas Karebet/Joko Tingkir, Hadi Prabu Hanyokrowati sendiri adalah Putra Panembahan Senopati Raja dan Pendiri Mataram,sementara Mbah mertorono Mempunyai Beberapa Anak di antaranya R.Mustopo/Kyai Mustofa mempunyai anak R.Maswi, R.Maswan ( Muwondo), R. Maswat(Sukiyah) R. Munoto, R. Mualim ( Mbah Kalim),... Gambar.hari ini Kamis Wage Keluarga R.Sukiyah yaitu Raden Teguh Santoso, R.Nurwindo, Raden Nurwantoro sedang bersih makam
[13/7 07.30] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/ePdMtUbopxK4KPZ7/?mibextid=xfxF2i
Kisah Sunan Geseng
Sunan Geseng adalah murid dari ulama besar Jawa, yakni Sunan Kalijogo. Sebutan Sunan Geseng diberikan Sunan Kalijaga kepada Kiai Cokrojoyo I karena begitu setia terhadap perintahnya sehingga merelakan badannya menjadi hangus (geseng).
Alkisah, setelah ditinggal ibundanya (yakni Nyai Ageng Bagelen atau Raden Rara Rengganis), Bagus Gentho melanjutkan hidupnya di desa Bagelen. Pekerjaan sehari-hari dilakukan menjadi petani seperti kebiasaan para leluhur. Setelah dewasa ia menikah dan memperoleh putra yang diberi nama Raden Damarmoyo.
Raden Damarmoyo mempunyai putri bernama Raden Rara Rengganis II yang setelah dewasa menikah dengan Kiai Pakotesan. Pernikahan mereka menghasilkan keturunan, yakni Pangeran Semono atau sering disebut Pangeran Muryo. Dari hasil pernikahan Pangeran Semono inilah Kiai Cokrojoyo I lahir untuk mencicipi kehidupan di dunia dan kemudian dikenal sebagai Sunan Geseng
Saat Kiai Cokrojoyo I beranjak dewasa, Islam sedang mengalir deras ke Tanah Jawa. Penyebabnya tak lain karena sepak terjang para wali yang sangat gigih menyebarkan Islam di Tanah Jawa (baca: Pusat Pengembangan Peradaban Islam Madani). Di tengah fanatisme masyarakat penganut Hindu, Budha maupun Dinamisme, Sembilan Wali menyebarkan Islam ke Tanah Jawa mulai penghujung abad 14 sampai pertengahan abad 16. Para Wali Allah tersebut tinggal di tiga wilayah strategis pantai utara Jawa, yakni Jawa Timur (Surabaya-Gresik-Lamongan), Jawa Tengah (Demak-Kudus-Muria) dan Jawa Barat (Cirebon).
Di Jawa Tengah yang menjadi pemimpin wali Allah dalam menyebarkan Islam termasuk Sunan Kalijogo. Ia sering berkelana keliling menyiarkan Islam sampai di pelosok desa maupun hutan .
Pada suatu hari Sunan Kalijogo singgah di kediaman Kiai Cokrojoyo I karena mendengar kiprah anak Pangeran Semono ini dalam menyebarkan Islam di daerahnya. Sewaktu tiba, Cokrojoyo sedang mencetak aren sambil bernyanyi dengan santai (Jawa: uro-uro).
Setelah mengucapkan salam, Sunan Kalijaga bertanya; "Berapa hasilnya setelah menjadi gula?" Cokrojoyo menjawab seketika; ”hanya cukup untuk menghidupi orang melarat”. Sunan Kalijaga lalu berkata; ”Coba gantikanlah uran-uran-mu dengan Surat Kalimah Syahadat. "Kemarilah biar aku ajarkan membacanya dan nanti jika gulanya telah tercetak bawalah kemari, aku akan melihatnya," ujar Kalijaga lebih lanjut.
Setelah mengucapkan Surat Kalimah Syahadat, Cokrojoyo meneruskan kerjanya, dan sesudah gulanya dicetak ia tutupi dengan tampi. Kemudian cetakan gula itu diserahkan ke Sunan Kalijaga. Namun betapa takjubnya ketika tutup gula itu diangkat oleh Sunan Kalijaga, dilihatnya gula aren yang baru dibuat telah berubah menjadi emas. Ia pun langsung diam terpaku hingga beberapa saat.
Sewaktu sadar, Sunan Kalijaga sudah tak di tempat. Dengan bergegas (Jawa: guralawan) Cokrojoyo mengejar dan setelah berhasil menyusul ia langsung bersimpuh pada lutut Kalijaga. Sambil berlutut ia memohon agar diperkenankan menjadi muridnya. Dikisahkan Sunan Kalijaga mengatakan; ”Anakku (Jawa: jebeng) jika sungguh-sungguh ingin menjadi murid, maka kau harus bertapa sujud di tempat ini dan jangan pergi sebelum aku datang.” Setelah berkata demikian, Kalijaga sirna dari pandangan dalam sekejap.
Syahdan, Kalijaga baru teringat dengan peristiwa itu ketika lewat di desa Bagelen dalam rangka syiar Islam keliling. Kemudian para pengikutnya diperintahkan untuk mencari tempat bertapa Kiai Cokrojoyo I. Namun karena sudah dipenuhi alang-alang dan tumbuhan liar setinggi manusia, maka tak seorangpun berhasil menemukan.
Sunan Kalijogo kemudian memerintahkan untuk membabat seluruh tumbuh-tumbuhan yang menutupi tempat itu. Tapi sekali lagi, upaya itu sia-sia. Akhirnya tak ada jalan lain kecuali membakar seluruh alang-alang dan semua tumbuhan yang telah dibabat. Dikisahkan walaupun alang-alang dan dahan-dahan tumbuhan masih basah, ketika didoakan oleh Sunan Kalijaga, api langsung menyala berkobar-kobar seperti kebakaran hutan besar. Peristiwa itu membuat penduduk di sekitarnya menjadi cemas dan ketakutan.
Setelah api reda dan semua tumbuh-tumbuhan rata dengan tanah, terlihatlah tubuh Kiai Cokrojoyo I masih dalam posisi sujud namun telah hitam hangus. Walaupun seperti tak bernyawa, namun denyut jantungnya masih berdetak dengan sangat lemah.
Sunan Kalijaga mendekati tubuh hangus itu sambil berkata; ”Hai Cokrojoyo bangunlah. Jangan enak-enak tidur, aku datang”. Seketika Cokrojoyo tersentak dan begitu melihat sang guru ia langsung bersimpuh.
Kiai Cokrojoyo I kemudian mendapat wisik ”manunggalnya kawulo dengan gusti”, yang berarti dirinya telah mencapai tingkat kesempurnaan tertentu. Setelah menerima berkah Sunan Kalijaga, hatinya merasa semakin terang (dalam istilah Jawa: kadyo mendung ingkang kabuncang ing samirono, narawang lir pendah saged muluk ing ngawiyat).
Sunan Kalijogo meneruskan wejangan kepada Cokrojoyo. Dikatakan, atas kemurahan Allah Yang Maha Kuasa, Cokrojoyo telah terbuka (Jawa: tinarbuko) memperoleh Wahyu Wali. Kalijogo meneruskan ucapannya; "Karena badanmu hangus (geseng), pakailah nama Sunan Geseng dan mulailah bermukim (Jawa: tetruko) di hutan Loano. Hutan ini kelak akan menjadi desa ramai dan akan menjadi tempat tinggal para keturunan raja."
Sunan Geseng mengembara menyebarkan agama Islam sampai ke desa Jatinom, sekitar 10 kilometer arah utara kota Klaten. Penduduk Jatinom mengenal Sunan Geseng dengan sebutan Ki Ageng Gribig, karena ia senang tinggal di rumah beratap gribig (anyaman daun nyiur).
Menurut legenda, ketika Ki Ageng Gribig pulang menunaikan ibadah haji, dilihatnya penduduk Jatinom sedang kelaparan. Ia kemudian membagikan sepotong kue apem kepada ratusan orang yang kelaparan. Kepada semua orang yang menerima secuil kue itu disuruhnya makan sambil berzikir: Ya-Qowiyyu (Allah Maha Kuat). Anehnya, seketika semuanya merasa kenyang dan sehat. Sampai kini, masyarakat Jatinom masih menyelenggarakan upacara ”Ya-Qowiyyu” setiap bulan Syafar.
Upacara itu dimulai masyarakat dengan membuat kue apem lalu disetorkan ke masjid. Apem yang terkumpul hingga 40 ton itu berjumlah sekitar ratusan ribu potong. Puncak upacara berlangsung usai shalat Jumat. Dari menara masjid, kue apem disebarkan oleh para santri sambil berzikir; "Ya Qowiyyu..." Ribuan orang yang menghadiri upacara itu kemudian memperebutkan apem ”gotong royong” yang disebut apem ”Jokowiyu”.
Dikisahkan setelah 40 tahun kemudian, yang bertahta di kerajaan Mataram adalah Kangjeng Sinuwun Anyokrowati (1612-1621). Istri prameswarinya adalah Kanjeng Ratu Mas Hadi, putri dari Pangeran Adipati Benowo di Pajang. Pangeran Adipati Benowo ini adalah putra dari Joko Tingkir (Kangjeng Sinuwun Hadiwijoyo).
Kangjeng Sinuwun Anyokrowati mempunyai kakak laki-laki bernama Pangeran Wiromenggolo yang berambisi menjadi raja. Karena obsesi itu ia bertapa siang dan malam dan berguru pada Sunan Geseng di Tegal Bekung untuk mencapai kesempurnaan hidup. Karena bertapa melebihi batas kemampuan, Pangeran Wiromenggolo menemui ajalnya. Dikisahkan sukmanya merasuk ke dalam ikan tombro bersisik kencana (ikan mas).
Pada saat bersamaan, sang prameswari Kangjeng Ratu Mas Hadi sedang mengandung dan ngidam ikan tombro bersisik emas. Keinginannya itu disampaikan berkali-kali kepada suaminya Kangjeng Sinuwun.
Dalam pada itu Kangjeng Sinuwun mendengar kabar bahwa Sunan Geseng memiliki sebuah jala sutra dengan biji pemberat dari emas, yang khusus hanya untuk menjala ikan tombro. Oleh karenanya, sang Prabu mengirim utusan untuk minta bantuan Sunan Geseng menangkap ikan tombro bersisik kencana seperti yang diinginkan sang Ratu.
Akhirnya keinginan sang Ratu Ratu terpenuhi dan lahirlah bayi laki-laki yang diberi nama Raden Mas Jatmiko (atau Raden Mas Rangsang). Setelah Sinuwun Anyokrowati wafat, kedudukannya diganti oleh putranya Raden Mas Jatmiko, dengan gelar Kangjeng Sinuwun Sultan Agung Anyokrokusumo (1621-1636).
Sang Prabu juga berguru ilmu kesempurnaan pada Sunan Geseng, sampai pada tingkat penguasaan yang tinggi (Jawa: widagdo waskitho ing samudayanipun). Atas jasanya, Sunan Geseng dianugerahi sebidang tanah jabatan (siti lenggah) dengan nama Kiai Ageng Jolosutro.
Kini makam Sunan Geseng di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dikenal Makam Jolosutro dan dikeramatkan orang untuk diziarahi terutama pada Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.
Perkawinan Sunan Geseng melahirkan anak perempuan bernama Nyai Tumenggung Kertisara yang pada saat dewasa bersuamikan Bupati Jenar. Bupati Kertisara memiliki anak bernama Wiratantana yang memiliki anak perempuan bernama Raden Rara Sragu. Dari hasil perkawinannya, Raden Rara Sragu memiliki dua orang putera, yakni Kertamanggolo (kemudian bergelar Adipati Nilasrobo I atau Cokrojoyo II) dan Raden Bumi.
Dikisahkan Kertamanggolo memiliki perawakan yang agak aneh sehingga sering disebut Joko Bedug. Karena itu ayahnya memerintahkan untuk tapa brata secara ”gentur”, mengurangi tidur serta makan, dengan tekad agar segera diampuni oleh Yang Maha Kuasa. Setelah beberapa waktu, dikisahkan ia mendapat ampun dari Tuhan YME dan kembalilah wujudnya seperti sediakala, yaitu sebagai manusia.
Konon ”genturnya” Joko Bedug didengar Sang Raja Mataram. Karena itu ia diangkat menjadi Bupati di Bedug dengan nama, Raden Adipati Nilosrobo I. Setelah wafat ia dimakamkan dekat dengan Petilasan Nyai Ageng Bagelen.
Raden Adipati Nilosrobo I mempunyai putra, Raden Cokrojoyo III (Tumenggung Rogowongso atau Raden Adipati Danurejo). Setelah ditinggal wafat ayahnya, Raden Cokrojoyo III diperkenan oleh Sinuwun di Mataram untuk menggantikan kedudukan ayahanda sebagai Bupati di Bedug.
Semasa hidupnya, Raden Cokrojoyo III mengalami berbagai peristiwa huru-hara. Tidak jelas berapa lama perang itu berlangsung, tetapi yang jelas ketika Sinuwun Pakubuwono I mangkat dan kemudian digantikan oleh putranya (bergelar Sinuwun Mangkurat Jawa/Agung), Kia Patih Cokrojoyo III masih di Surabaya.
Pengabdian Kiai Patih Cokrojoyo III di segala bidang sangat luar biasa. Akibatnya Sinuwun Mangkurat Jawa/Agung menganugerahkan pangkat Adipati. Dengan gelar Adipati Danurejo, beliau meneruskan pengabdiannya sebagai Patih Kerajaan. Pengabdian itu berlangsung setelah Sinuwun Mangkurat Jawa/Agung mangkat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sinuwun Paku Buwono II.
Saat pergantian tampuk pimpinan kepada Raja yang masih muda itu, Kyai Patih diberhentikan dari jabatannya, dan bahkan dikisahkan dibuang ke Jakarta. Sesungguhnya Kyai Patih sudah mengabdi pada tiga Raja, yaitu Sinuwun Paku Buwono I, Sinuwun Mangkurat Jawa/Agung dan Paku Buwono II. Kalau dihitung, jumlah pengabdiannya semasa jaman Pangeran Puger sudah berlangsung selama 45 tahun.
Cerita kembalinya Adipati Danurejo ke Bagelen memang masih misteri. Namun setelah ia dan istrinya wafat, jasadnya dimakamkan di pegunungan Gemulung di desa Bagelen, tidak jauh dari petilasan Nyai Ageng Bagelen.
Saat ini, makam Kiai Cokrojoyo III atau Tumenggung Rogowongso atau Raden Adipati Danurejo sudah dicungkup dengan dinding tembok. Makam itu dikenal nama Makam Rogowangsan, terletak di desa Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.
Kembali pada kisah Raden Adipati Danurejo, ia beristrikan adik dari Sinuwun Paku Buwono II yang merupakan keturunan dari Sinuwun Mangkurat Jawa/Agung. Istrinya bernama Bandoro Raden Ayu Tungle yang sehari-harinya disebut (Jawa: apeparab) Kleting Dadu.
Sebelum menikahi Raden Adipati Danurejo, BRA. Tungle sudah kawin dengan Raden Nosuto yang disebut juga Wirosuto. Raden Nosuto masih bersaudara sepupu dari Raden Adipati Danurejo, yaitu putra dari Joko Bumi, kakak laki-laki (Jawa:roko) dari Joko Bedug alias Raden Nilosrobo I.
Perkawinan BRA. Tungle dengan Raden Nosuto menurunkan tiga orang anak laki-laki, yakni: (1).Raden Tumenggung Cokrojoyo I yang dikenal dengan nama Cokrojoyo Mbalik. Selama perang Giyanti ia menjadi pendamping Tumenggung Arung Binang;
(2)Raden Kertoyudo;
(3).Raden Hudosoro atau Yudosoro;
Perkawinan dengan Raden Adipati Danurejo, BRA. Tungle mempunyai 6 orang anak;
Raden Ayu Lebe (kemudian menikah dengan Syeh Baulowi);
Raden Ayu Notoyudo III (yakni istri Raden Tumenggung Notoyudo III, Bupati Kedu);
Raden Nilosrobo (tidak memiliki keturunan);
Raden Tumenggung Kartomenggolo (dimakamkan di Bedug);
Raden Rogoyudo (dimakamkan di Bagelen);
Raden Ayu Nosingo (menjadi istri Kiai Nosingo di Bragolan);
Perkawinan Raden Ayu Nosingo (Wonosingo) dengan Kiai Nosingo (Wonosingo) melahirkan keturunan dua anak laki-laki, yakni:
Raden Mas Singowijoyo;
Raden Mas Singogati
Setelah menikah, Raden Mas Singowijoyo (Raden Bei Singawijaya) memiliki tiga orang putera yang salah satunya kemudian menjadi Bupati pertama Purworejo):
Raden Rekso Diwiryo (RAA Cokronagoro I, Bupati Purworejo);
Raden Nganten Citrowikromo;
Raden Prawironagoro (Raden Tumenggung Prawironagoro, Wedana Bragolan);
Dari Raden Adipati Aryo Cokronagoro I lahir bupati-bupati Purworejo penerusnya sampai Raden Mas Tumenggung Cokronagoro IV. Adik bungsu RAA Cokronagoro I, yakni Raden Tumenggung Prawironagoro mempunyai anak bernama Raden Ayu Cokroatmojo yang menjadi istri Raden Adipati Cokroatmojo, Bupati Temanggung. Raden Adipati Cokroatmojo sendiri adalah putra Raden Gagak Handoko dari Loano.
Sementara Raden Mas Singogati di Jenar mempunyai putra Raden Singodrio dari Bakungan, cucu dari Raden Singowijoyo di Bragolan atau cicit Raden Singodiwongso (Kiai Singodiwongso) dan terus mengalir sampai kini. FitriWeningtyas&GitaIndrawanti
print this page Cetak
COKRONEGARAN di 16.36
‹
›
Beranda
Lihat versi web
[13/7 07.33] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/pa42219VyH6nVwd1/?mibextid=xfxF2i
RADEN MAS JATMIKO (SULTAN AGUNG) INDAHNYA PERPADUAN NASIONALIS, RELIGIUS,SPIRITUALIS, & KEBUDAYAAN JAWA
Silsilah Sultan Agung ke atas tidak lepas dari trah Majapahit, Demak dan Pajang. Trah luhur Majapahit didapatkannya dari Bhre Kertabhumi atau Prabu Brawijaya V yang dikenal dengan Brawijaya Pamungkas, Maharaja Majapahit terakhir.
Trah luhur dari Kasultanan Demak Bintoro didapatkannya dari Raden Fatah yang juga putra Bhre Kertabhumi dari istri selir, Siu Ban Chi. Sementara trah luhur ke atas dari Kasultanan Pajang diperoleh dari Sultan Hadiwijaya atau yang dikenal Joko Tingkir atau Mas Karebet.
Sultan Agung adalah Raja Mataram ketiga dengan nama kecil Raden Mas Rangsang atau Raden Mas Jatmika. Ia lahir di Kotagede pada tahun 1593 dan wafat di Karta, tepatnya Pleret, Bantul dan dimakamkan di kompleks pemakaman Raja-raja Mataram Imogiri.
Ia sempat mengambil gelar Panembahan Hanyakrakusuma, dan setelahnya mengambil gelar Sultan Agung Adiprabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan "Sultan Agung" saja. Ia dikenal sebagai raja yang gigih dan nasionalis dengan upayanya untuk menyatukan kembali Nusantara seperti cita-cita luhur yang pernah dilakukan Mahapatih Gajah Mada.
Peristiwa penting dalam sejarahnya, antara lain usaha penyerangan ribuan pasukan Mataram kepada VOC di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta). Meski dua kali serbuan prajurit Mataram kepada VOC gagal, ia dikenang sebagai pejuang sekaligus pahlawan nasional karena upayanya dalam mengusir penjajahan di bumi Nusantara.
Sultan Agung juga sosok yang religius, spiritualis dan cinta dengan kebudayaan. Karya sastra karangannya yang dikenal adalah Sastra Gending.
Semasa kecil, ia dititipkan ayahnya, Panembahan Hanyakrawati Raja Mataram kedua untuk menjadi murid sekaligus santri di Padepokan Jejeran yang diasuh Ki Jejer.
Karena sosok kepribadian Sultan Agung yang religius, spiritualis sekaligus nasionalis itu yang berdasarkan fakta sejarah, dapat disimpulkan bahwa religiusitas dan spiritualitas Sultan Agung berasal dari pengetahuan yang diwariskan Kanjeng Sunan Kalijaga melalui gurunya Ki Jejer, serta nasionalisme-nya diwarisi dari semangat Mahapatih Gajah Mada.
Dalam sejarahnya, Sultan Agung berhasil membawa Mataram mengalami masa kejayaan dan keemasannya. Bahkan, semua wilayah di Tanah Jawa berhasil ditaklukannya kecuali empat daerah, yakni Banten, Betawi atau Batavia yang dikuasai VOC (Jayakarta atau sekarang Jakarta), Giri Kedaton (warisan Sunan Giri) dan Blambangan (sekarang Banyuwangi warisan Majapahit).
Namun dalam perjalanannya, Giri Kedaton pun berhasil dijebol dan akhirnya masuk wilayah Mataram. Sultan Agung juga mendapatkan gelar kehormatan dari pemimpin Ka'bah di Mekah, Timur Tengah, yakni gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram.
Lantas, bagaimana bagan silsilah Sultan Agung ke atas? Berikut penjelasannya.
Majapahit
Darah Majapahit sebetulnya ia dapatkan secara tidak langsung dari Pajang dan Demak. Namun jika dirunut secara langsung, maka urutannya seperti berikut:
Sultan Agung Adiprabu Hanyokrokusumo bin
Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) bin
Panembahan Senopati (Raden Danang Sutawijaya) bin
Ki Ageng Pemanahan (Ki Gedhe Mataram) bin
Ki Ageng Ngenis bin
Ki Ageng Selo bin
Ki Ageng Getas Pendowo bin
Raden Bondan Kejawan bin Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit pamungkas)
Demak
Adapun garis silsilah dari Kasultanan Demak Bintoro, sebagai berikut:
Ibu Sultan Agung Adiprabu Hanyokrokusumo (Raden Mas Rangsang) adalah Ratu Mas Hadi putri Pangeran Benowo. Benowo adalah putra dari Ratu Mas Cempaka (istri Joko Tingkir), sedangkan Ratu Mas Cempaka (Nimas Sekaring Kedaton) adalah putri Sultan Trenggono, putra Raden Patah (Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah).
Pajang
Dari Kasultanan Pajang, Sultan Agung adalah putra dari Ratu Mas Hadi binti Pangeran Benowo bin Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) bin Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) bin Pangeran Andayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh), sedangkan Pangeran Andayaningrat adalah suami dari Retno Pembayun, putri Prabu Brawijaya dari istri permaisuri (Dewi Amarawati putri Raja Kauthara Champa).
Jika dirunut juga, Sultan Agung masih memiliki darah waliyullah dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yakni Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang (makamnya di Desa Tambakromo Pati). Sebab, ayahnya, Raden Mas Jolang (Panembahan Hanyokrowati) adalah putra Panembahan Senopati dari istri Waskita Jawi (Kanjeng Ratu Pati), putri Ki Ageng Penjawi penguasa Kadipaten Pati.
Sementara Ki Ageng Penjawi adalah putra Ali Nurul Yaqin (Sunan Ngerang III), putra Abdullah Nurul Yaqin (Sunan Ngerang II), putra Muhammad Nurul Yaqin (Sunan Ngerang) yang beristri Nyai Ageng Ngerang cucu Prabu Brawijaya Raja Majapahit.
Jangan bayangkan Islamisasidi Jawa datang dalam waktu semalam. Semua itu membutuhkan proses dalam waktu yang sangat panjang.
Tergambar betapa mahal sekaligus susahnya mengeksiskan Islam di Jawa yang sebelumnya menganut agama lain, yakni Hindu.
Kiprah Sultan Agung di dalam 'menyatukan' agama Islam dan kultur keyakinan orang Jawa. Dia misalnya menyebut dirinya dengan Sultan yang dimintanya dari seorang 'Syarif' Makkah yang merupakan orang yang diberi kuasa Sultan Turki Ottoman untuk mengurus tanah suci. Di sini gelar Sultan oleh Pangeran Rangsang (nama muda Sultan Agung) tak mau lagi punya gelas seperti raja Majapahit yakni Susuhunan.
Peran lain dari Sultan Agung di dalam 'mengislamkan Jawa' adalah meleburpenangalan Jawa yang terpengaruh sistem India dengan penanggalan Islam atau hijrah. Maka nama hari di jawa dalam sepekan yang terdiri dari lima, kini menjadi tujuh. Dan kisah soal Islamisasi di Jawa itu seperti ini:
Pada awal abad ke-17, dinasti yang berkuasa di Jawa adalah dinasti Maratam (yang wilayahnya meliputi daerah Yogyakarta sekarang), Di sana, raja terbesar dari era pasca Majapahit adalah Sultan Agung (1613-1646), mempertemukan dan mendamaikan kraton dan tradisi-tradisi Islam.
Sultan Agung tidak lantas memutus begitu saja hubungan mistisnya dengan penguasa rohani tertinggi yang diyakini masyarakat Jawa Tengah (yang tentu saja tidak bersifat Islamik), Ratu Kidul (Ratu Pantai Selatan), tetapi dia juga mengambil langkah tegas untuk menjadikan kerajaannya lebih Islamik.
[13/7 07.36] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/iadN9yoJYgsVgzdJ/?mibextid=xfxF2i
#Riwayat Mbah Sambu Bernasab Ke Pangeran Benowo Masyhur?
Abah Habib Lutfi Bin Yahya Berpendapat Mbah Sambu Itu Putra P Benowo Bin Joko Tingkir?
#Entah Sumber Riwayat atau Informasi Dari Mana beliau Berpendapat Mbah Sambu Pokoknya nasabnya ke Joko Tingkir Titik 🤭
#Pertanyaannya apa ada naskah-naskah Tua menyebutkan P Benowo bernama Lain Hasyim dan Hasyim ini makam nya di Lasem?
#Catatan
Pangeran Benowo Bin Joko Tingkir / Sultan Hadiwijaya Pajang Wafat di Perkirakan sekitar 1615
Mbah Sambu Alias Abdurrahman Bin Hasyim bin Abdurahman Wafat 1680 di Makamkan di Lasem , Mbah Sambu diperkirakan Lahir 1600 - 1605 Di Lasem Dari Perkawinannya Raden Hasyim dengan Putri Adipati Lasem Tejjakusuma II
#Dalam Daftar Catatan Naskah Yang ada pada Nama nama Anak Langsung dan Cucu Langsung Pangeran Benowo tidak di temukan Nama Mbah Sambu alias P Sambudigdo / Abdurrahman Sambua Digdaningrat
Putra Putra Mbah Sambu / Pangeran Sambua Digdaningrat
- Abdul Alim
- Abdul Adzim
- Yusuf
- Abdul Qadir
- Jalaluddin
DLL
[13/7 07.42] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/LbJWWNrqmiuKG1Yp/?mibextid=xfxF2i
Ini silsilah syeh ahmad mutamakkin,pangeran benowo dan joko tingkir yang di susun oleh kh.abdullah salam/mbah dulloh salam kajen..gimana pendapat antum mengenai silsilah ini bib...
[13/7 07.44] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/978659238882727/?comment_id=979036148845036
silsilah syaikh ahmad mutamakkin versi kasunanan surakarto hadiningrat : syeikh ahmad mutamakkin (sumohadi wijoyo II) bin sumohadi negoro bin pangeran mas putra adipati pajang (sumohadi wijoyo I) bin pangeran benowo (sultan prabu wijoyo) bin sultan hadiwijoyo "joko tingkir".
[13/7 07.44] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/978659238882727/?comment_id=979044918844159
syeikh mutamakkin ada keterkaitan keluarga dg kraton solo karena salah satu garwo beliau adlh putri hadiah dr kraton solo yakni kakak dr paku buwono II putri amangkurat jawi
[13/7 07.48] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/GjZKJVTt1uqQXbhr/?mibextid=xfxF2i
LEGENDA MAKAM "PANGERAN BENOWO" DI GUNUNG KIMPUL PADA EKS RERAWA PURBA BEDALEM
Oleh : M. Dwi Cahyono
A. Kekunoan di Pulau Bedalem pada Eks Rawa Bening
1. Paleo-Ekologi Rowo Bening (Bedalem)
Sebelum medio 1980-an, yakni sebelum pem- bangunan Terowongan Niyama (Pematusan) I dan II, pada sub-area selatan di Tulungagung terdapat "rerawa purba", yang lazim disebut dengan "Rawa Bening" atau "Bedalem". Nama "Bening" digunakan mengingat rawa yang da- lam ini berair bening, tidak keruh. Nama yang serupa juga didapat di Semarang, luas 2.670 hektar meliputi wilayah Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru pada cekung- an terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Nama "Rawa Bening" terdapat pula di Madiun serta Jakarta Timur. Adapun nama "Bedalem" yang untuk se- butan rawa menggambarkan airnya yang dalam juga digunakan untuk menyebut bukit (konon, ketika masih berada di areal rawa, disebut se- bagai "pulau"). Sebutan lainnya kepada bukit itu adalah "Gunung Kimpul", yang lantaran berada di tengah rawa, seolah merupakan bukit atau kapal besar yang mengambang di permukaan perairan luas
Bukit berukuran sekitar 280 X 500 m, dengan tinggi maksimal sekitar 40 m itu tampak dari kejauhan bervegetasi cukup lebat. Yang pada akhir tahun 1950 - awal 1960-an masih meru- pakan "alas gledegan (hutan lebat)". Ketika itu pada kaki Gunung Kimpul hanya terdapat 10-15 rumah tinggal, yang kehidupan para warganya bergantung kepada hasil rawa, seperti mencari ikan (nelayan rawa). Untuk mencapai ke Pulau Bedalem dari Desa Besole di sebelah selatan atau timurnya dilakukan dengan perjalanan air menggunakan perahu jenis mancung menem- puh jarak sekitar 1,5 km. Ketika sore hari acap permukaan air rawa luas yang tertiup angin itu berombak, yang bisa membahakan laju perahu bila ombak itu tidak dipecah dengan memukul- kan penggalah ke gelombang air.
Rawa purba Bedalem (Bening) dikabarkan di- huni pula oleh sejumlah buaya, yang dahulu acap berada di sekitar pepohonan cangkring pada tepian rawa di kakinya Bukit Bedalem. Keberadaan hewan buas ini, dan ditambah lagi dengan namanya "Rawa Bening", ikut melatari adanya legenda yang mengingatkan pada tem-
bang bermetrum Megatruh dengan syair :
Sigra milir sang gethek sinangga bajul
kawan dasa kang njageni
ing ngarsa miwah ing pungkur
tanapi ing kanan kering
kang gethek lampahnya alon.
Demikianlah tembang macapat yang berkisah tentang Jaka Tingkir naik rakit di sebuah rawa atau sungai. Ada yang menyebutnya sungai itu sebagai Kedung Srengege. Ada yang menyata- kan Bengawan Solo. Ada pula Rawa Bening. Ia dikawal 40 buaya putih, di depan, di belakang, di samping kanan dan samping kiri. Rakitnya pun bergerak perlahan-lahan memuju ke keda- ton Kadultanan Demakbintoro.
2. Jejak Kekunoan di Pulau/Bukit Bedalem
Bukan hanya itu, pada puncak Bukit atau Pulau Bedalem ini terdapat sebuah pusara tua, yang dilegendakan sebagai "makam" dari Pangeran Benowo, yakni kerabat (putra) Joko Tingkir be- serta sembilan makam lain yang berderetan di sebelah timurnya. Pada sejumlah tempat lain, baik di Jawa Tengah ataupun Jawa Timur, ada dijumpai makam yang juga diidentifikasi seba- bagai "Pangeran Benowo". Bahkan, di Surabaya nama "Bonowo" bukan hanya berkaitan dengan makam, namun juga toponimi wilayah, dimana kata "benawa (bentuk kraminya "benawi") pada bahasa Jaw berarti : perahu atau kapal. Begitu juga dalam sebutan Melayu kata "benawa" atau "banawa" adalah suatu jenis kapal dari Gowa. Catatan paling awal dari kapal ini adalah Hika- yat Banjar (ditulis secara bertahap, dari abad ke-14 sampai 17). Jenis kapal ini sudah punah. Pelari dan paduwakan, yakni kapal dengan lam- bung serupa telah menggantikannya. Sejauh ini belum diperoleh informasi mengenai identitas yang dimakamkan pada deret sembilan pusara pada sebelah timur makam Pangeran Benawa. Ada baiknya tidak usah "memaksakan" untuk memberi nama bagi si mati, apa lagi mengkait- kan dengan "Wali Songo" jika toh memang tak diperoleh informasi akurat, dari pada timbulkan "kebohongan publik".
Pada akhir tahun 1950 - awal 1960-an, pusara Pangeran Benowo hanyalah dinaungi cungkup bertiang dan berkerangka kayu, dengan atap je- rami. Sembilan makam lainya hanya merupa- kan makam terbuka (tanpa diaungi cungkup). Kala itu lingkungan sekitar makan masih "alas gledegan". Ketika almarhum Ibu saya dan dus teman putri (karib di Pondok Pelem pada DAS Ngrowo) berkunjung kemari pada paro kedua tahun 1950an, di dekat pusara dari Pangeran Benowo itu terdapat "tlungsungan ulo (kulit ganti ular) " besar. Wajarlah, ketika masih ber- ada di tengah rawa, tak banyak orang berziarah kemari. Perihal ular, hingga kini pun masih ter- dapat cukup banyak ular jenis "ulo luwuk" pada hutan di sekitar makam.
Pembangunan halaman berteras, cungkup ma- kam, musolah, gapura, ruas tangga bagian atas dan tembok keliling sebagaimana dijumpaj se- karang baru dilakukan pada tahun 1995-1996, setelah Rawa Bedalem mengering pada medio tahun 1980-an. Bahkan kini, selain makam Pa- ngeran Benowo dan sembilan malam sebelah timurnya itu terdapat pula makam dari "Sampo Kong alias Dampo Awang -- tidakk begitu jelas bagaimana kisah Sampo Kong bisa sampai ke- mari, yang terletak di sebelah utara-timur dari kompleks makam Pangeran Benowo. Selain itu, pada kaki Gunung Bedalem (konon pada tepian Rawa Purba Bedalem) terdapat makam "Juru Mudi". Pada lereng timur Gunung Bedalem di sisi luar tembok keliling dari kompleks makam Pangeran Benowo dijadikan sebagai areal ma- kam umum.
B..Makam Pangeran Benowo dan Makan Lain
Tergambar bahwa legenda dari makam di Gu- Nung/Pulau Bedalem) di tengah Rawa Bening (Bedalem) Purba dipengaruhi oleh (a) legenda Joko Timgkir serta (b) Legenda Sampo Kong alias Dampo Awang. Bahkan, sebutan "Rawa Bening" mengingatkan kepada rewa di daerah Ambarawa, yang dilengendai sebagai prasara- na air ketika menuju ke Kasultanan Demak. Be- lum jelas benar apakah Pangeran Benowo yang dipercayai sebagai berpusarakan pada Gunung Bedalem ini benar-benar kerabat Joko Tingkir. Sayang sekali tidak dijumpai kronogram (ang- ka tahun) dan/atau inskripsi (epithaf) di nisan- nisan yang terdapat di Situs Bedalem, walau balok-batu kapur lunak (bata putih) yang kini dijadikan sebagai jirat dan nisan pada makam- makam itu memperlihatkan ketuan usianya.
Terlepas dari kebenaran legenda tersebut, Si- tus Bedalem yang konon (pra 1980an) berada di tengah rerawa purba menyimpan kekunoan, yang ditata membentuk jirat dan nisan. Apakah sebelum Periode Perkembangan Islam di Bukit Bedalem telah terdapat kelak budaya yang le- bih itu, sayang belum diperoleh kepastiannya. Ada kabar bahwa "juru kunci" Situs Bedalem, yaitu pak Suryanto -- putra dan cucu juru kunci terdahulu, yaitu pak Sadiman dan Mbah Rono Tirto -- pernah menjumpai arca di suatu tempat dalam rutan pada bukit ini. Jika benar penyata- annya, berarti telah ada jejak budaya di Gunung Bedalem dari Masa Hindu-Buddha. Kemungkin- an demikian itu bisa difahami, mengingat pafa seberang selatan barat dari situs ini, tepatnya di Desa Kebo Ireng didapat peninggalan ikono- grafis (arca Dwarapala unfinsh sangat besar), sisa arsitektur purba, serta fragmen- fragmen gerabah lama.
C. Aset Eko-Kultural Desa Besole
Demikianlah gambaran sekilas mengenai keku- noan di Situs Bedalem. Suatu aset kultura yang telah menjadi tujuan peziarahan (pylgrime) dari dulu dan kian marak lagi di masa kini. Bersa- ma dengan "sisa danau purba Bedalem" -- acap pula disebut "Telogo Gede" -- sekitar 500 M di sebelah timur Gunung Bedalem maupun Tero- wingan Niyama maupun Gua Prasejarah Song Genthong merupakan aset kultural dari Desa Besole, yang dapat dijadikan paket jelajah se- jarah di dalam kerangka "eco-cultural torism". Semoga di waktu mendatang warga setempat (Desa Besole) mandayagunakan aset paleo- ekologis dan paleo-kuturalnya itu untuk kewi- sataan desa.
Semoga asa sebagai "wisata desa" kelak jadi kenyataan, papa kabhuktihi. Perkara legenda itu benar atau salah, biarlah dia hadir dengan legendanya sendiri. Namanya saja "legenda", acap menyimpan misteri serta polemik. Bagi wisata ziarah, tinggalannya "diasembling" se- dekian rupa dan legenda atau mitosnya dija- dikan "menu penarik" kehadiran wisatawan, sehingga acapkali sengaja dilebih-lebihkan ketokohannya untuk timbulkan daya pukau. Nuwun.
Plandaan TA, telenge wengi 18-7-2021
Omahpunjer CITRALEKHA
[13/7 07.49] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://m.facebook.com/groups/327670604460/permalink/10160988389079461/?sfnsn=wiwspwa&ref=share&mibextid=6aamW6
Assalamu Alaikum wr wb.
Banyaknya seseorang masuk banyak ke suatu Trah karena adanya Perkawinan para Pendahulu.
TRAH SUNAN KALIJOGO.
- Sunan Kalijogo
- Ratu Pembayun binti Sunan Kalijogo Garwo Sultan Trenggono.
- Ratu Mas Cempoko Garwo Sultan Pajang Raden Joko Tingkir.
- Pangeran Benowo.
- Dyah Banowati garwo Prabu Hanyokrowati ing Ngalogo Mataram.
- Ratu Pandansari ( Raden Adjeng Walik ) Garwo Panembahan Romo.
- Panembahan Djoko/ Pangeran Permadi.
- Raden Satyo Nagoro Patih Sedayu.
- Raden Hadmowijoyo Tuban.
- Raden Ayu Kartopradoto Garwo Raden Mas Panji Kartopradoto Djekso Tuban putranipun Raden Tumenggung Soerodiningrat Bupati Sedayu/ Raden Pandji Dewo Kusumo putranipun Panembahan Tjakraningrat Sedo Mukti Meduro.
- Raden Ayu Soemodirono Garwo Raden Kiyahi Ngabehi Soemodirono Mantri Aris Tuban putranipun Raden Kiyahi Ngabehi Soemodilogo Mantri Anom Semarang putranipun Raden Ayu Djamanuk putranipun Hadipati Tjitrosomo I Jeporo.
- Raden Ayu Reksodiwiryo Garwo Raden Mas Reksodiwiryo ing Wiromantren Tuban.
- Raden Ayu Djojoadmojo Garwo Raden Mas Djojoadmojo Tuban.
- Raden Ayu Siti Chasanah Garwo Raden Kiyahi Nur Muhammad Ibrohim.
- Raden Soedjoko Muh Said Garwo Raden Ayu Kamaroekmi.
- Raden Ayu Hery Poerwaty Garwo Raden Nyamat Soehardjo.
- Raden Hendy Norsanto.peputro:
- Raden Ayu Nindy Soraya Ibad.
- Raden Roro Berlian Ulul Asmi.
- Raden Roro Indri Aulia Ulhaq.
[13/7 07.52] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/8482WdCkQD1xNc4N/?mibextid=xfxF2i
#Meluruskan Riwayat Sejarah Dan Nasab yang Keliru
Nama anak langsung Pangeran Benowo Bisa di Di cek Disini
https://www.facebook.com/groups/854130474668938/permalink/3928789717202983/?mibextid=Nif5oz
#Perbandingan_Nasab
Susur Galur Nasab I
P Benowo
☝
Ratu Mas Hadi
☝
Sultan Agung
☝
Sunan Amangkurat I
☝
Pangeran Puger / PB I
☝
Amangkurat IV
☝
Pakubuwana II
#7_Generasi
Susur Galur Nasab II
P Benowo
☝
P Benowo II / Sumohadinegoro
☝
Sumohadiwijoyo / Ahmad Mutamakin
#3_Generasi
#Catatan Syaikh Ahmad Mutamakin Hidup di Masa Pakubuwana II memerintah 1726 - 1742
Jadi Dongeng Sejarah Qila waqilah Konon Versi Tebu Ireng, Versi Bla bla dan Sumber yang sejenis lainnya yang menyambungkan Nasab Syaikh Ahmad Mutamakin Kajen Sebagai Cucu Pangeran Benowo Mutlak Tertolak Secara Time line
Fahami Kalau nama Sumohadinegoro Ayah Sumohadiwijoyo alias Ahmad Mutamakin Kajen hidup Maksimal Satu Generasi dengan Pangeran Puger / Sunan Pakubuwana I
Sunan Amangkurat I Wafat 1677 Ayah Pangeran Puger alias Pakubuwana I itu terhitung Cicit Dari Pangeran Benowo Pajang
#Buka Kecerdasan anda simpel sekali Meluruskan Hoax cantol cantol Nasab Syaikhul Ahmad Mutamakin Kajen Sebagai Dzurriyah Pangeran Benowo atau Cucu Pangeran Benowo
Begitu pun Hoax Mbah Sambu Lasem alias Abdurahman di sebut Menantu dari Adipati Tejakusuma Lasem dan Anak Pangeran Benowo 100% Tertolak secara Time line
Mbah Sambu Hidup Segenerasi/Sebaya Sunan Amangkurat I, Mbah Sambu Wafat 1680 dalam Konflik Perang Trunojoyo
Jadi Klo Sunan Amangkurat I terhitung Cicit Pangeran Benowo Maka Mustahil Mbah Sambu Jadi Kakek Sunan Amangkurat I atau Anak Langsung Pangeran Benowo 🤣
Dan Nama " Hasyim " nama Ayah Mbah Sambu Bukan Nama lain Pangeran Benowo
Dan Nama Mbah Sambu / Abdurahman tidak ada dalam Daftar anak anak Pangeran Benowo
#Catatan
Versi Riwayat keturunannya Nama Lain Pangeran Benowo Itu Abdu Halim
[13/7 07.52] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/uG4coV3ozbvVF6bg/?mibextid=xfxF2i
Pangeran Benawa putra Sultan Hadiwijaya Pajang (Joko Tingkir)
menikah salah satunya dengan anak perempuan Kyai Ageng Pengampelan I
dan memiliki beberapa putra dan putri.....
Salah satunya Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi yang menjadi Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Hanyokrowati dan berputra Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma yang kelak menjadi Raja Besar Mataram
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo dari beberapa istri antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Arya Kaputran pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Permasuri Penembahan Hanyokrowati mataram )
6. Raden Ayu Pengalasan (istri Pangeran Pangalasan)
7. Raden Ayu Barat Ketiga
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Adipati Pajang II
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara
15. Raden Mas Pajang Pringapus
#NB tidak ada nama Mbah Sambu Lasem (Abdurahman)
[13/7 07.54] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/TuSPeRrvHKYpjsru/?mibextid=xfxF2i
Nepungke balung pisah Soho pados pasederek'an.mbok menawi wonten sederek saking jalur Ronggo Warsito utawi lintu nipun.mugi saget dados pambiyantu raketipun sanak kadhang
[13/7 07.56] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/8qdaZhNQGAkzawDd/?mibextid=xfxF2i
Sejarah Nasab mbah Sambu ( Abdurahman Sambu) dari dulu ada banyak Versi ;
1) Versi Riwayat mutawatir keturunannya ke Pangeran Benowo bin Joko Tingkir ( Sultan Hadiwijaya)
2) Versi Waqilah Catatan Baru Mbah Kyai Hamid ke Abdurahman Sambu bin Umar Basyaiban
3) versi Waqilah Dongeng Kekinian Kelompok Al Hadrami ke Nama Abdullah awwal bin Umar Basyaiban
#Catatan
No 2 dan No 3 setelah bertahun-tahun di Telusuri tak Bisa di Buktikan kebenarannya atau Sebatas kena Prank Dongeng Para pecangkok Sejarah saja atau Bisa di Pastikan kalau Rabithah Alawiyah tak punya naskah Tua / manuskrip Tua Basyaiban Sebagai Sumber Data rujukan Pembanding Nasab 🤭🙏
[13/7 07.56] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/UqejJsNc433KpRcM/?mibextid=xfxF2i
Makam Pangeran Benowo Putra Sultan Hadiwijaya ada di Parakan, Kendal Jawa Tengah
https://jateng.solopos.com/pangeran-benowo-putra-jaka-tingkir-pendiri-desa-pekuncen-kendal-1320936
[13/7 07.58] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/uyW3532mx8Y6JbPv/?mibextid=xfxF2i
*Ringkasan singkat Keluarga Pesantren Modjo*
Tahap 1
*RM. Citro Menggolo/Kyai Modjo 1*
Nama lain beliau Pangeran Menggolo/Kyai Jumal Sepuh/ Kyai Mojo Sepisan. Beliau adalah Putra Adipati pajang/Mbah Sambu 1/Benowo 2 bin Pangeran Benowo 1 bin Sultan Hadiwijoyo (Jaka Tingkir) Pajang, yang kemudian pindah babat Alas di wonotoro kesambi Boyolali mendirikan padepokan disana. Murid semakin banyak akhirnya pindah mendirikan pesantren di daerah Mojo Tegalrejo Sawit Boyolali yg selanjutnya menjadi tanah perdikan dijaman cucunya. Sebelumnya juga mendirikan padepokan di Mojo andong boyolali untuk pendidikan agama islam. Beliau memiliki beberapa istri, berputra diantaranya :
1. *Kyai Jumal Arif*
2. Kyai Sencoko Pengging (Leluhur Mbah Wasil/Kyai Kepil, Kyai Abdul Syukur Kras Kediri)
*ada beberapa versi silsilah mengenai mbah sambu 1.
Tahap 2
*Kyai Jumal Arif/Kyai Modjo 2*
Nama lain beliau adalah Kyai Modjo 2 atau Kyai Jumal Qorib. Seorang tokoh pengasuh pesantren modjo dan Ahli Kanuragan yang ada di Negeri Modjo. Beliau memiliki 3 istri, berputra (yg baru terdata) :
1. *Kyai Imam Abdul Arif* di Mojo
2. Nyai Abdul Jalal 1 (Leluhur Kalioso) di Kalioso.
Punya murid diantaranya Sri Sultan Hb 2, Kyai Abdul Jalal 1 (Menikah dengan putri gurunya), dll.
Ketika Kyai Abdul Jalal 1 sudah cukup ilmu di tugasnya Kyai Jumal Qorib untuk babat alas yg sekarang menjadi daerah kalioso.
Tahap 3
*Kyai Imam Abdul Arif/Kyai Modjo 3/Kyai Baderan 1*
Nama lain Kyai Modjo 3 atau Kyai Khotib Imam Abdul Arif lebih lengkapnya :
*Al Allamah Al Arif billah Al Haj Al Imam Abdul Arif*
Beliau berkecimpung dalam bidang Agama Islam, sehingga menjadi Guru Para Sultan, sunan dan Pangeran dari Keraton Jogja Solo. Pernah ditugaskan Sunan Solo menulis Al Quran dan diberi hadiah batangan emas oleh Sunan. Ketika pulang dalam perjalanan emas tersebut di bagikan ke warga sekitar. Beliau salah seorang Mursyid Tarekat Satariah yang sanad turun temurun dari Rosululloh SAW. Sebagai penerus pesantran Modjo, beliau punya murid diantaranya yaitu Pangeran Diponegoro 1, Tmg. Prawirodigdoyo Gagatan, R. Sujono gunung kawi, Ki Galuh, Ki Ageng Alim, dll. Beliau meninggal dimakamkan di Komplek makam Modjo.
Beliau merupakan sahabat seperjuangan dengan Habib Hasan bin Toha bin Kyai Ageng Terboyo Al Yahya (Tumenggung Sumodiningrat Wedono Jero Kesultanan Ngayogyokarta). Juga seperjuangan dengan R. Ronggo Prawirodirjo 3 madiun. Dimana banyak penghulu dari Kesultanan Pajang Sukapura Tasikmalaya yg tinggal di Maospati Madiun sebagai penghulu R. Ronggo Prawirodirjo 3 dan periode sebelumnya.
Beliau membuka cabang pesantren di baderan sidowayah klaten (Pesantren Baderan) bergelar Kyai Baderan 1.
Memiliki 3 orang istri.
1. RA. Baderan berputra :
- *Syech Hasan Besari* (Panglima Perang Diponegoro wil Kedu)
- *R. Ngabei Wiropati* (Kyai Baderan 2, membantu adiknya yaitu Kyai Chalifah dalam perang jawa) (leluhur Prof. Nis Dekan Undip, Prof Sugeng Wahyudi Undip Semarang).
- Nyai Mursinah / Nyai Murdoko seorang senopati perang jawa wil ambarawa salatiga boyolali (Leluhur Ir. Yusuf Karnadi Boyolali, Ir. Ashadi Jakarta, Ir. Heru Basuki Jogja, dll)
- Nyai Abdul Syukur
- Nyai Hasan Ahmad
2. Putri Gading Solo, berputra :
- Kyai Imam Muhammad (ikut ibunya ke keraton solo).
3. Putri Madiun, berputra :
- *Kyai M. Muslim Chalifah*
Tahap 4
*Kyai M. Muslim Chalifah/Modjo 4*
Nama lain Kyai Modjo 4. Pernah berguru kepada pamanya yaitu Kyai Abdul Jalal 1 di kalioso bersama Kyai Imam Rozi / Singo Manjat Tempursari Klaten. Kyai Modjo 4 memiliki murid diantaranya Pangeran Diponegoro 2 (Putra sulung Diponegoro 1). Ikut berperang bersama Pangeran Diponegoro 1 dan 2 yang dipercaya menjadi Panglima perang dan juga penasehat dari Pangeran Diponegoro. Singkat cerita pernah sang Pangeran Diponegoro terkena luka parah saat perang, setelah di beri minum air kelapa serta doa dari Kyai Modjo 4, akhirnya beliau sadar dan pulih kembali. Beliau dibantu santri modjo dan pengikut sekitar 600 orang dalam perang jawa. Mengalami pengasingan di Tondano Minahasa Sulut bersama 63 pengikutnya dan meninggal dimakamkam disana.
Beliau memiliki 4 istri, berputra :
- *Syech Muzahid di Mekkah*
- Kyai Sirriman Solo
- Kyai Imam Puro Tegal sari ponorogo
- Raden Mangun Rejo Kediri
- Kyai Hasan Mucharrar Pengging
- Kyai Gozali Tondano
- Nyai Satoriah
- Nyai Habibah
*Tokoh Perang Jawa Dari Pesantren Modjo* :
1. *Syech Hasan Besari/Pangeran Laut Biru*
Beliau dijuluki Pangeran Laut Biru. Seorang Panglima Perang Jawa untuk Wilayah kedu dan sekitarnya. Membentuk resimen berjumat. Sempat diasingkan belanda ke srilangka, kemudian dibawa lagi kebatavia dan sempat mengislamkan puluhan serdadu belanda. Akhirnya wafat pada 1830 dan dimakamkan di dekat pintu gerbang Masjid Luar Batang Jakarta Utara sekomplek dengan Makam Habib Husain bin Abubakar Al Aidrus.
2. *R. Ngabei Wiropati*
Nama lain beliau Kyai Baderan 2 / Kyai Baderan Sepuh. Menjadi penerus pesantren Baderan di desa Baderan Sidowayah Klaten sebagai Kyai Baderan 2. Diteruskan oleh putranya Kyai Beran 3, ke Kyai Baderan 4, ke Kyai Baderan 5, ke Mbah Demang. Ikut membantu perjuangan adiknya dalam perang jawa. Beliau merupakan tokoh yang sangat dibenci oleh belanda dibalik perjuangan Kyai Modjo 4. R. Wiropati sangat sulit untuk dibujuk dan tetap gigih melawan belanda sampai akhir hayatnya dimakamkan bersama adiknya di Jawa Tondano.
3. *Nyai Siti Mursinah/Nyai Murdoko*
Seorang Senopati Perang Wanita dalam perang jawa yang ditugaskan ayahnya membatu perjuangan sang Pangeran Diponegoro 1. Beliau memimpin pertempuran di wilayah Ambarawa, salatiga dan Boyolali. Beliau menikah dengan seorang murid ayahnya bernama Kyai Murdoko dari Trah Pangeran Gugur Gunung Lawu.
4. *Kyai Muslim Chalifah Modjo 4*
Nama lain beliau Kyai Modjo 4 (dikenal dengan nama Kyai Modjo). Punya murid yaitu putra sulung Pangeran Diponegoro 1 yang bernama Muhammad Arif sebagai Pangeran Diponegoro 2. Beliau dipercaya Pangeran Diponegoro menjadi penasehat serta Panglima Perang Jawa 1825-1830. Sebelumnya pada 1811 beliau juga sempat di tangkap belanda karena pengaruhnya di Masyarakat pra perang jawa. Memiliki jaringan luas dikalangan pesantren maupun kalangan keraton dinusantara sehingga menjadi pertimbangan khusus sang pangeran menjadikanya penasehat. Selain juga beliau adalah Guru dari Pangeran Diponegoro 2.
4. *Kyai Muzahid Modjo*
Seorang putra Kyai Modjo 4 yang membantu Kyai Modjo 4 dalam peperangan perang jawa. Dikejar mau dibunuh belanda akhirnya pindah ke mekkah bersama keluarganya yaitu istri asal kalioso putri Kyai Abdurrahman Kalioso. Setelah pindah ke mekah berganti nama Syech Zaed Al Jawi.
Sumber :
- Buku "Sejarah Perjuangan Kyai Modjo" Ir. H. Yusuf Karnadi MBA, cetakan 2003
- Catatan sejarah keluarga Modjo
- Catatan Bani Kalioso
- Catatan Keluarga Kyai Abdul Syukur Kras Kediri
- Catatan Keluarga Jawa Tondano
_ dll
Note :
(Relesaed 18102017)
[13/7 07.58] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/zubVNK1oTx4EUxbs/?mibextid=xfxF2i
#Silsilah_Pangeran_Benowo
#Putra_Joko_Tingkir ( Sultan Hadiwijaya Pajang )
Pangeran Benowo
Bin
Sultan Hadiwijaya Pajang ( Joko Tingkir )
Bin
Kyai Ageng Kebo Kenongo
Bin
Pangeran Handayaningrat Pengging
Bin
Raden Haryo Pandoyo II
Bin
Raden Haryo Pandoyo I
Bin
Bre Tumapel / Bre Pajang
(Wafat sebelum Jadi Raja Lalu di Ganti adiknya Ratu Suhita karena Putranya Bre Tumapel Masih di Bawah Balita )
Bin
Prabu Wikaramawardana + Ratu Kusumawardani
#Joko_Tingkir Pewaris utama Kerajaan Majapahit
Buat tambahan informasi terkait Bani Kesultanan Demak dan Pajang Drs Muys Abdurosid Andi Fahkrul Wujud Hidrochin Sabarudin
#Sumber_Manuskrip2 Tua kerajaan Pajang
Pangeran Benawa putra Sultan Hadiwijaya Pajang (Joko Tingkir)menikah salah satunya dengan anak perempuan Kyai Ageng Pengampelan I
dan memiliki beberapa putra dan putri.....
Salah satunya Putri Pangeran Benowo bernama Ratu Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi yang menjadi Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak dan berputra Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma yang kelak menjadi Raja Besar Mataram
Berikut putra dan putri Pangeran Benowo dari beberapa istri antara lain :
1. Ratu Mas Hartati
2. Ratu Mas Kalangon ( Istri Adipati Cirebon )
3. Pangeran Arya Kaputran pajang
4. Ratu Mas Kencana Wungu
5. Ratu Mas Hadi ( Permasuri Penembahan Hanyokrowati mataram )
6. Raden Ayu Pengalasan (istri Pangeran Pangalasan Kajoran Trah Ampel )
7. Raden Ayu Barat Ketiga ( Ibu Raden Tumenggung Singoranu I / Patih Singoranu )
8. Raden Ayu Tambakbaya
9. Raden Ayu Gedhung Barung
10. Pangeran Mas Adipati Pajang II
11. Raden Ayu Jungut
12. Pangeran Arya Timur
13. Raden Ayu Galuh
14. Raden Ayu Jaganagara
15. Raden Mas Pajang Pringapus
#NB tidak ada nama Mbah Sambu Lasem (Abdurahman Sambu Digdo)
[13/7 07.59] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/2gh5PoVrozJY6rFj/?mibextid=xfxF2i
SILSILAH LELUHUR SUNAN PAKUBUWANA X
A.Silsilah Panengen :
Panembahan Senopati menikah dengan GKR Waskita Jawi ( Putri Ki Panjawi ) menurunkan:
Panembahan Hadi Hanyakrawati.
Panembahan Hadi Hanyakrawati menikah dengan Ratu Mas Hadi ( putri Pangeran Benowo, putra Sultan Hadiwijaya Pajang ) menurunkan : Sultan Agung Hanyakrakusumo
Sultan Agung Hanyakrakusumo menikah dengan Ratu Mas Batang ( Cucu Buyut Ki Ageng Juru Mertani ) menurunkan : Prabhu Amangkurat I ( seda Tegalarum )
Prabhu Amangkurat I menikah dengan RAy menurunkan : Sunan Pakubuwana I
Sunan Pakubuwana I menikah dengan GKR Puger ( trah keturunan Panembahan Madiun dan Panembahan Juminah ) menurunkan Sunan Amangkurat IV
Sunan Amangkurat IV menikah dengan Kandjeng Ratu Kencana ( Trah Sunan Kudus ) menurunkan Sunan Pakubuwana II
Sunan Pakubuwana II menikah dengan GKR Mas menurunkan : Sunan Pakubuwana III
Sunan Pakubuwana III menikah dengan GKR Kencana / Kandjeng Ratu Beruk ( putra R.T Wiraredja , cucu Ki Ageng Karanglo keturunan Pangeran Alit , putra Sultan Trenggana Demak Bintoro )menurunkan Sunan Pakubuwana IV
Sunan Pakubuwana IV menikah dengan RAy Handoyo ( putri Adipati Cakraningrat Madura ) menurunkan Sunan Pakubuwana V
Sunan Pakubuwana V menikah dengan RAy Sosrokusumo ( putri Patih Sosrodiningrat ,Trah Mungup / Trah Ki Juru Ki Juru Mertani ) menurunkan : Sunan Pakubuwana VI
Sunan Pakubuwana VI menikah dengan Kandjeng Ratu Mas ( putri KGPH Mangkubumi dan RAy Tasikwulan trah Siwalen ) menurunkan Sunan Pakubuwana IX
Sunan Pakubuwana IX menikah dengan RAy Koestiyah menurunkan Sunan Pakubuwana X
Silsilah Pangiwa :
B.Silsilah RAy Koestiyah, Ibunda Sunan Pakubuwana X :
Sunan Amangkurat IV menikah dengan Mas Ayu Sumonarso ( trah Pangeran Demang Tanpo Nangkil , putra Sultan Agung ) menurunkan : KPH Mangkunagara ing Kartasura.
KPH Mangkunagara Kartasura menikah dengan RAy Wulan menurunkan RM Said / KGPAA Mangkunagara I ( Pendiri Puro Mangkunegaran )
KGPAA Mangkunagara I menikah dengan Mas Ayu Kertasari putri Bupati Ponorogo menurunkan : KPH Purbonegara
KPH Purbonegara menikah dengan GRAy Supiyah ( putri Sunan PB III ) menurunkan : BRAy Ngaisah
BRAy Ngaisah menjadi Garwa Permaisuri VIII menurunkan GKR Bandara
GKR Bandara menikah dengan KPH Hadiwijaya II menurunkan RAy Koestiyah
RAy Koestiyah menjadi Garwa Permaisuri Sunan Pakubuwana IX menurunkan : Sunan Pakubuwana X
KGPAA Mangkunagara I menikah dengan BRAy Kusumo Patahati menurunkan : KPH Prabu Mijaya
KPH Prabu Mijaya menikah dengan GKR Alit ( putri Sunan Pakubuwana III ) menurunkan KGPAA Mangkunagara II
KGPAA Mangkunagara II menikah dengan putri Patih Sindureja dari istrinya putri Pangeran Tirtakusumo ing Pancuran / kakak KGPAA MN I menurunkan GRAy Sakeli
GRAy Sakeli menikah dengan KPH Hadiwijaya II ( putra dari putri Sunan PB III dengan KPH Kusumodiningrat , putra KPH Hadiwijaya Kali Abu ) menurunkan KPH Hadiwijaya III
KPH Hadiwijaya III menikah dengan GRAy Bandara ( putri Sunan PB VIII ) menurunkan : RAy Koestiyah
RAy Koestiyah menjadi Permaisuri Sunan Pakubuwana IX menurunkan Sunan Pakubuwana X
[13/7 08.00] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/PXhQoqwWvJ41m85n/?mibextid=xfxF2i
Aal Matarami adalah bagian dari Keturunannya Sunan Sunan Walisongo ,Nenek Mereka adalah Para Syarifah Keturunan Walisongo
Sayyid Maulana Husein Jamal-ad-din Al Kubra
⬆️
Sayyid Maulana Ibrahim Samarqondi
⬆️
Sayyid Maulana Ishaq
⬆️
Sunan Giri - Raden Paku - Sayyid Maulana Muhammad Ainul Yaqin
⬆️
Sunan Kidul
⬆️
Pangeran Sobo Ing Giri
⬆️
Syarifah Siti Sabinah + Kyai Ageng Pamanahan
⬆️
Panembahan Senopati - R Danang Sutowijoyo + Syarifah Ratu Mas Jawi Trah Sunan Ngerang
⬆️
Panembahan Hanyokrowati + Syarifah Ratu Mas Hadi binti Pangeran Benowo
⬆️
Sultan Agung Hanyokrokusumo + Syarifah Ratu Wetan Trah Sunan Giri
⬆️
Sunan Amangkurat I + Syarifah Ratu Wetan Kajoran Trah Sunan Ampel
⬆️
Sunan Pakubuwono I + Ratu Mas Balitar
⬆️
Sunan Amangkurat IV
Beputra
- Sunan Pakubuwono II (Pakubuwanan)
- Sultan Hamengkubuwono I (Hamengkubuwanan)
- Pangeran Mangkunegara - RM Sura (Mangkunegaran)
[13/7 08.00] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/4KsXemMjdVzoLipX/?mibextid=xfxF2i
SULTAN AGUNG RAJA III MATARAM RAJA YANG JUGA ULAMA
di Perkirakan lahir 1595 Putra dari perkawinan Raden Mas Jolang dengan IRatu Dyah Banowati putri Pangeran Benowo di angkat menjadi Raja pada tahun 1613 , Raja Ini Adalah Raja Terbesar Kerajaan Mataram di masa nya Wilayah Kerajaan Mataram meliputi Wilayah yang sangat Luas , Mulai Jawa Barat / Karawang Sampai Ke Wilayah Jawa Timur dari Pesisir Utara pulau Jawa sampai Pesisir selatan Pulau Jawa
#Kecuali Sunda Kelapa / Batavia dan Wilayah lain Kekuasaan Kerajaan Banten
Daerah Vassal Di Luar Jawa
- Palembang,Jambi , Lampung , Banjarmasin ,Sampai ke Paser Kalimantan Timur , Pontianak dan Kalimantan Utara Juga masuk sebagai wilayah Vassal Kerajaan Mataram
Miniatur Kerajaan Majapahit Adalah Kerajaan Mataram di Masa Sultan Agung Hanyokrokusumo 1613 - 1645
.
Dimasa Raja ini Berkuasa Kerajaan Mataram menjadi Pusat Keilmuan dan pusat Gerakan Syiar Dakwah , di Masa Beliau ini juga Pernah di bentuk Dewan Dakwah seperti Majelis Ulama di Masa Walisongo dengan anggota2nya Kebanyakan Ulama Ulama Muda dari Trah Walisongo
di Bawah Pimpinan Panembahan Cirebon ( Panembahan Girilaya )
Sebagai Penasehat Dewan Dakwah di jabat Ulama yang Usianya Lebih Sepuh dan Pejabat tinggi Kerajaan Mataram antara lain , Panembahan Juru Maryam , Kyai Ageng Jejer , Kyai Ageng Karang Lo , Panembahan Ratu Cirebon ,Pangeran Purbaya I DLL
Dewan ulama yang Mayoritas Anggotanya itu Ulama Ulama muda di Pimpin oleh Panembahan Ratu II / Panembahan Cirebon Seda ing Gayam / Panembahan Girilaya
Usia Pemimpin Dewan Dakwah Kerajaan Mataram di masa itu pada 1643 baru 42 THN , anggota lainnya
- Panembahan Rama Kajoran usia 32 tahun
- Pangeran Bayat Usia 34 tahun
- Pangeran Awongga Usia 36 tahun
- Panembahan Ratu Pekik Usia 38 tahun
- Pangeran Mandurareja II usia 39 Tahun
- Pangeran Purbaya II usia 45 tahun
- Pangeran Kudus Usia 36 tahun
- Panembahan Cakraningrat I usia masa Itu 38 tahun
Masa Sultan Agung Ekpedisi tersukses adalah Menaklukkan Kerajaan Blambangan yang masih di Kuasai Raja yang beragama Hindu
Di masa Sultan Agung pula Kalender Saka Mulai di pakai dan Huruf Jawa di Pakai Secara Meluas hampir Ke Seluruh Wilayah Kerajaan Mataram dan Wilayah2 yang di Pengaruhi kerajaan Mataram
Sultan Agung Hajyokrokusumo wafat pada 1645 , Setelah Sebelumnya dua kali pada 1628 - 1629 Mengirim Ekpedisi Mengusr Bangsa Asing Kolonialis Belanda yang bercokol di Batavia
Lahumul Fatiha untuk Leluhur/ Kerabat Leluhur Kita di atas
#Semangat Persatuan sesama Putro Wayah Walisongo mari Terus kita Hidupkan
Kalau di Tanya tokoh Mana yang Mempengaruhi saya // Saya kagumj jawabannya
1) Panembahan Senapati Leluhur Saya dari Garis Nenek , Beliau Panembahan Senapati Mendirikan Kerajaan Mataram dari semula sebuah desa Perdikan di Tengah Alas Mentaok
2) Sultan Agung Mataram , Raja Mataram paling Sukses Meluaskan wilayah Dan Anti Kolonialis bangsa Asing
3) Mbah saya sendiri Panembahan Rama Kajoran 😁🤣🙏
[13/7 08.01] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/jRGjRcZzPBbHfioN/?mibextid=xfxF2i
Wilujeng enjing para kadang sedaya, Rahayu samudayanipun
Dherek miterang menawi alur silsilah mekaten, aluripun ngurus silsilah wonten pundi nggih ?
Wonten Kasultanan ngayogyakarta napa Kasunanan Surakarta?
Panuwun awit katingkasanipun.
Sarasilah saking Bapakipun Bapak kula
1. PARDJOTO putra sk
2. Ki RANUTIRTO putra sk
3. R.Ngt. KAMISAH KROMO SENJOYO putra sk
4. R. SURODIKROMO putra sk
5. R.Ngt. WONGSODRONO putra sk
6. R. SINGOWONGSO putra sk
7. R. SUNDRIYO SUROWIJOYO putra sk
8. R. KERTOMENGGOLO putra sk
9. R. RIYOMENGGOLO putra sk
10. Panembahan RAPIK putra sk
11. Panembahan SUTOMOYO putra sk
12. Pangeran BENOWO bin Kanjeng SULTAN HADIWIJOYO Pajang
Sarasilah saking Ibunipun Bapak kula
1. PARDJOTO putra sk
2. Nyi PAILAH putra sk
3. Nyi KLOWOH putra sk
4. Ki SURODIKROMO putra sk
5. Ki WONGSODRONO putra sk
6. Ki SUKODONO putra sk
7. Tumenggung WONGSONEGORO VI putra sk
8. Ki KENTOL SINGOTOKO putra sk
9. Tumenggung WONGSONEGORO IV putra saking
10. Tumenggung WONGSONEGORO III putra sk
11. Tumenggung WONGSONEGORO II putra sk
12. Tumenggung WONGSONEGORO I putra sk
13. Ki BAGUS SINGO putra sk
14. Nyi Pangeran BANYU URIP putra sk
15. Nyi PANGERAN WUNTAT putra sk
16. Nyi GALUHWATI Pangeran JOYOKUSUMO putra sk
17. Prabu HAYAM WURUK Majapahit
[13/7 08.02] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/6zBssqTHBcy6EMdT/?mibextid=xfxF2i
Ada 7 Tokoh bernama Abdurahman di masa yang berbeda dan Memiliki Sejarah yang tentu nya berbeda pula 🤭
1) Abdurahman Panjunan ini Ipar Syarif Hidayatullah Cirebon masa hidup 1500 an
2) Abdurahman Gringging sari Batang ini di Duga Keturunan Sayyid Ali Zainal Abidin bin Sunan Ampel masa Hidup 1500 an
3) Abdurahman Syabil Demaan Jepara
Kemungkinan ini kerabat keluarga Al Magribi Jepara atau Mertua dari Mbah Sambu Lasem masa Hidup tahun 1600 an
4) Abdurahman Sambu menantu Syaikh Syabil Jepara nama ini keturunan dari Pangeran Benowo Pajang masa hidup 1600 an
5) Abdurahman Kramat Megu Cirebon diduga keturunannya Panembahan Girilaya Cirebon hidup di Masa 1700 an
6) Abdurrahman Pangeran Panatas Angin Plumbon Cirebon masa Hidup 1700 an
7) Abdurahman Al Magribi Makam di Jepara nama ini keturunan Dari Syaikh Muhamad Al Magribi Jepara masa hidup 1500 an
[13/7 08.02] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/v/CMcaN6ZVPVgEEZP8/?mibextid=xfxF2i
Melihat ramainya rombongan peziyarah di depan Toko PIRANTI sepulang mereka dari mengikuti acara haul Pangeran Benowo (Sunan Abinawa) di Pekuncen, Pegandon, Kab. Kendal.
Pangeran Benowo, nama lain dari Sunan Abinawa- dikenal sebagai salah satu wali yang menyebarkan agama Islam.
Dulu waktu menyebarkan agama Islam di Pekuncen, Sunan Abinawa mendirikan sebuah masjid yang kini bernama Masjid Jami' Sunan Abinawa.
Desa Pekuncen termasuk sebuah desa yang cukup dikenal oleh masyarakat Kabupaten Kendal dan sekitarnya.
[13/7 08.03] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/9b1gqU5PF3XozjnQ/?mibextid=xfxF2i
Penyebab Hancurnya Kerajaan Pajang Usai Wafatnya Jaka Tingkir #kerajaanpajang #274
Kerajaan Pajang akhirnya runtuh setelah wafatnya Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir pada tahun 1582. Perebutan kekuasaan antara Putra Mahkota Pangeran Benowo dengan menantu Arya Pangiri menjadi pemicu utamanya. Ditambah lagi munculnya Sutawijaya dengan Kerajaan Mataram yang semakin kuat dan ekspansif.
https://youtu.be/BY0c4IY154s
[13/7 08.04] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/AP4dKxhtDgFTizFu/?mibextid=xfxF2i
Mbah Sambu Lasem tersambung nasab ke Pangeran Benowo bin Sultan Hadiwijaya Pajang
#Riwayat ini yang paling Kuat dan terjaga di Keturunan Aslinya
[13/7 08.04] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/r3pwS73XPLgxbKNq/?mibextid=xfxF2i
Kajian Sejarah Menyesuaikan Time line Masa Hidup Nama nama Berdasarkan Hubungan Perkawinan , Nasab Panembahan Senapati Ke atas Dengan Pangeran Benowo
Prabu Brawijaya V / Raja Majapahit 1456 - 1478 Menikah dengan Ratu Shi Ban Ci Putra Syaikh Bantong / Sebaya Sunan Ampel
☝️
Raden Bondan Kejawan Menantu Kyai Ageng Tarub II / Sebaya Dengan Ali Murtadho adik Bungsunya Sunan Ampel
☝️
Kyai Getas Pandawa menikah dengan Putri Maulana Makdum Jati ing Mojoagung I Cirebon / Abu Hurairah / Kyai Ageng Kapasan Ayah Angkat sunan Giri dan Juga Ayah Mertua Sunan Gunung Jati
☝️
Kyai Ageng Selo sebaya Sunan Giri dan Raden Fatah
☝️
Kyai Ageng Nis semasa Putra2 Sunan Giri Sunan Kidul dan Sultan Trenggono Demak
☝️
Kyai Ageng Pamanahan wafat 1582 Semasa Cucu Sunan Giri Sunan Prapen
☝️
Panembahan Senapati wafat 1601 beliau Memang Cicit Sunan Giri dari Ibunya
Perbandingan dengan susur Galur Nasab Pangeran Benowo
Syamsudin Al Tirmiz Sebaya Sunan Ampel atau Lebih Tua Sedikit Syamsuddin Al Tirmiz
☝️
Raden Haryo Pandoyo III / Kyai Ageng Bajul Sengara Sebaya Ali Murtadho adik Bungsunya Sunan Ampel
☝️
Raden Handayaningrat Pengging Menantu Brawijaya
Sebaya Sunan Ngudung atau Sebaya Sunan Giri
☝️
Kyai Ageng Kebo Kenongo Sebaya Putra Sunan Giri
☝️
Sultan Hadiwijaya Pajang / Joko Tingkir wafat 1582 Sebaya cucu Sunan Giri
☝️
Pangeran Benowo Pajang wafat 1615 Sebaya Cicit Sunan Giri / Panembahan Senapati
[13/7 13.27] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
Kiyai Pribumi Ini Ungkap Jasa Ba'Alawyy di Hadapan Yai 'Imaad
https://youtu.be/Ue5DOhaVpVs?si=GT8yUuKQOWwa1SFW
و الحمد لله رب العالمين
صلى الله على محمد
No comments:
Post a Comment