Tuesday, February 20, 2024

Para Tokoh Kesultanan Mataram & Pecahannya 4 Sagotro

HARTABUTA :

Selasa, 20-2-2024.

[10/1 22.33] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/ixdiY9jfsAid4oUR/?mibextid=xfxF2i

PANEMBAHAN SENOPATI

PENDIRI KERAJAAN MATARAM ISLAM


" Ki Ageng Juru Mertani menghadap Sultan Hadiwijaya di kraton Pajang untuk mengabarkan perihal wafatnya Ki Ageng Pemanahan, serta memohon perintah siapa yang berhak menggantikan kedudukan  Ki Ageng Mataram. Sultan Hadiwijaya memberikan perintah kepada Ki  Juru Mertani untuk disampaikan  kepada Danang Sutawijaya bahwa Beliau mengangkat nya sebagai Senapati Ing Alaga. Dan menggantikan kedudukan Ki Ageng Pemanahan sebagai Penguasa Perdikan Mataram selanjutnya "


Danang Sutawijaya terlahir dengan nama Raden Bagus Srubut atau Raden Danar Atau Raden Danang. Beliau adalah putra dari Ki Ageng Pemanahan dan Nyai Ageng Sabinah.


Silsilah Danang Sutawijaya dari kedua orangtuanya sbb:

1. Dari sisi Ki Ageng Pemanahan.

Prabu Brawijaya V Raja Majapahit VII menikah dengan Wandansari menurunkan Raden Bondhan Kajawan. Raden Bondhan Kajawan menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub II menurunkan Ki Getas Pandowo. Ki Getas Pandowo menikah dengan putri Sunan Mojogung melahirkan Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo menikah dengan putri Ki Ageng Ngerang menurunkan Ki Ageng Henis. Ki Ageng Henis menikah dengan Nyai Ageng Henis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menikah dengan Nyai Ageng Sabinah menurunkan Danang Sutawijaya.


2. Dari sisi Nyai Ageng Sabinah 

Sunan Giri Prabhu Satmoto menikah dengan Nyai Ageng Ratu putri Sunan Ngampeldento menurunkan Sunan Giri II. Sunan Giri II atau Sunan Giri Dalem menurunkan Ki Ageng Kawisguwo. Ki Ageng Kawisguwo atau Pangeran Sobo menikah dengan Nyai Ageng Sobo putri Ki Ageng Selo dari garwa putri Ki Ageng Wonosobo menurunkan :

1. Nyai Ageng Sabinah.

2. Ki Ageng Juru Mertani


Danang Sutawijaya sejak muda sudah terlihat mewarisi sifat sifat luhur pendahulunya. Beliau memiliki sifat ksatria, pemberani, dan jiwa pemimpin, tekun semedi, gemar mempelajari dan berlatih ilmu kanuragan dan ilmu perang. Dan ahli dalam berkuda. Danang sejak muda sudah memiliki aura kharismatik. Dan bukan tidak mungkin Beliau adalah seseorang yang kelak akan mewujudkan impian leluhurnya ( Ki Ageng Selo ) menjadi Penguasa di Tanah Jawa.

Demikian kenyataannya, takdir membawanya terpilih menjadi putra angkat Sultan Hadiwijaya Raja Pajang, dengan nama Danang Sutawijaya dan Sultan Hadiwijaya berkenan memberi tempat tinggal di sebelah utara pasar kemudian kelak Danang Sutawijaya mendapat julukan Raden Ngabehi Sak Loring Pasar.


Sejarah awal berdirinya Kerajaan Mataram dimulai dengan terbunuhnya Pangeran Hadlirin suami Kanjeng Ratu Kalinyamat oleh Haryo Penangsang

Pada tahun 1548 Sultan Hadiwijaya Raja Pajang berangkat menengok kakak iparnya yaitu Kanjeng Ratu Kalinyamat yang baru saja berduka  kehilangan suaminya yang wafat terbunuh oleh Haryo Penangsang. Di daerah Kalinyamat, Ratu Kalinyamat menceritakan kejadian naas  yang dialami oleh Pangeran Hadlirin . Ratu Kalinyamat meminta bantuan Sultan Hadiwijaya untuk membalaskan dendamnya kepada Haryo Penangsang yang menyebabkan kematian suaminya.

Pada tahun 1549 Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara kepada siapapun yang berhasil menundukkan Haryo Penangsang akan mendapatkan hadiah Tanah Perdikan. Sayembara akhirnya jatuh kepada Ki Ageng Pemanahan dan saudara saudaranya Ki Juru Mertani juga Raden Penjawi. 

Ketika rombongan Ki Ageng Pemanahan akan berangkat ke medan laga, tiba tiba Danang Sutawijaya dengan berkuda tampil mendampingi Bapaknya, Ki Ageng Pemanahan. Beliau tidak tega Bapaknya berangkat ke medan laga sendiri disamping itu beliau sebagai putra angkat Raja Pajang merasa terpanggil untuk membela negerinya. Hingga akhirnya Prabu Hadiwijaya memerintahkan para prajuritnya untuk membantu Danang Sutawijaya. Singkat cerita akhirnya Ki Ageng Pemanahan berhasil membuat kocar kacir pasukan musuh, bahkan berkat kecerdikan Ki Ageng Jurumertani akhirnya Danang Sutawijaya berhasil menundukkan Haryo Penangsang.


Demikianlah akhirnya Ki Ageng Pemanahan dan saudara saudaranya berhasil menyelesaikan perintah dari Sultan Hadiwijaya, tetapi Sultan Hadiwijaya belum berkenan untuk memberikan hadiah untuk Ki Ageng Pemanahan yaitu Tanah Mentaok, karena ramalan dari Kangjeng Sunan Giri Prapen bahwa di Alas Mentaok kelak berdiri sebuah Kerajaan yang lebih mulia daripada Kerajaan Pajang. Sementara itu Raden Pendjawi mendapat Tanah Pathi sebagai ganjarannya.

Ketika Ki Ageng Pemanahan menghadap Sunan Kalijaga, beliau malah diperintahkan untuk bertapa dan laku prihatin ke daerah yang kemudian disebut " Kembang Semampir " hingga akhirnya beliau mendapat " Wahyu Gagak Emprit "

Akhirnya tujuh tahun kemudian pada tahun 1556 Masehi, Sultan Hadiwijaya berkenan memberikan Alas Mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan. Kemudian Ki Ageng Pemanahan dan keluarga besarnya dan pendukung setianya berangkat ke Alas Mentaok. Dan membuka Alas Mentaok untuk tempat tinggal beliau dan keluarga besarnya, daerah tersebut kemudian dinamakan Perdikan Mataram dan Ki Ageng Pemanahan sebagai sesepuhnya dengan julukan Ki Ageng Mataram. Ki Ageng Pemanahan wafat tahun 1575 Masehi, dimakamkan di Dalem beliau di samping Masjid di Kotagedhe.


Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan , Danang Sutawijaya menggantikan kedudukan beliau dengan nama Adipati ing Ngalaga dan harus setia kepada Kerajaan Pajang. Sementara itu Danang Sutawijaya berkeinginan melepaskan diri dari Kerajaan Pajang dan berkeinginan mendirikan sebuah Kerajaan. Oleh Ki Ageng Juru Mertani, paman beliau, Danang Sutawijaya diberi wejangan dan  nasehat serta peringatan kepada Panembahan Senopati untuk tidak pernah memusuhi Sultan Hadiwijaya :


 “ Ngger janganlah kamu memusuhi Sultan Hadiwijaya  yang tak lain adalah orangtuamu dan juga gurumu, Aku malu karena kita yang berada di Perdikan Mataram sepertinya tidak tahu membalas budi baiknya. Bukankah kita telah diberi tanah dan wilayah untuk kita tempati dan kita bangun oleh Beliau? Aku minta Ngger, lebih baik sekarang mintalah dan berdoalah kepada Allah jikalau Sultan Hadiwijaya wafat  Angger bisa menggantikan Keratonnya.Tapi sekarang jangan sekali kali memusuhi Beliau,justru sebaliknya balaslah kebaikannya supaya batinnya rela jika Angger kelak menggantikannya sebagai Raja.” 


Dan atas saran Ki Ageng Juru Mertani, berangkatlah Danang Sutawijaya ke suatu tempat untuk menenangkan pikiran dan berdoa kepada Allah. Dimana ditempat itu ada semacam danau yang tengahnya ada Watu Gilang. Di Watu Gilang itulah Danang Sutawijaya bersemedi, sholat bahkan tidur. Kelak daerah tersebut dinamakan Lipuro berasal dari kata penglipur lara. Dan kelak Watu Gilang tersebut dibawa ke Keraton Kotagede sebagai Palenggahan Beliau.


Pada tahun 1582 Masehi Sultan Hadiwijaya wafat. Sebagai Raja Pajang selanjutnya adalah menantu Sultan Hadiwijaya yaitu Arya Pangiri. Sementara Sultan Hadiwijaya memiliki seorang putra yaitu Pangeran Benowo yg berhak menggantikan Sultan Hadiwijaya. Demi melihat kondisi Keraton Pajang yang tidak stabil, Danang Sutawijaya akhirnya bertekad melepaskan diri dari ikatan Keraton Pajang dan mendirikan kerajaan baru.

Pada awalnya Beliau akan membangun Kedaton pusat pemerintahan di daerah dekat daerah kekuasaan Ki Ageng Mangir tetapi dilarang oleh Ki Juru Mertani. 

Kemudian pada suatu hari disaat Danang Sutawijaya sedang di Lipura untuk bermunajad dan berdoa kepada Allah tiba tiba ada sebuah sinar terang jatuh menuju kearahnya hingga ada sebuah bisikan untuk mendirikan Keraton Mataram di Kotagedhe. Kejadian tersebut kemudian dinamakan “Wahyu Lintang Jauhari “  


Danang Sutawijaya akhirnya mendirikan kerajaan yang bernama Mataram dengan pusat pemerintahan di Kotagedhe

Upacara pelantikan Sutawijaya menjadi Penguasa Mataram  yang dilakukan oleh Ki Penjawi yang disaksikan oleh kawula Mataram. Pelantikan dilakukan pada tahun Jimawal sinengkalan Nawa Purna Tataning Rat atau jika dikonversikan kedalam tahun Masehi berarti 1587 Masehi.

 gelar :


" Sampeyan Dalem Ingkang Jumeneng Kangjeng Panembahan Senapati ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah ing Tanah Jawa "


Pada masa pemerintahannya Panembahan Senopati memperluas daerah kekuasaan dan menaklukkan kerajaan kerajaan maupun Kadipaten disekitarnya seperti Pajang tahun 1587, Demak tahun 1588, Madiun tahun 1590, Kediri tahun 1591, Ponorogo tahun 1591.


Panembahan Senopati memiliki beberapa istri

1. Nyai Adisara

2. Kanjeng Ratu Mas Semangkin

3. Kanjeng Ratu Mas Prihatin

4. Kangjeng Ratu Waskita Jawi

5. Kangjeng Ratu Giring

6. Kangjeng Ratu Retno Dumilah

7. Nyai Bramit

8. Nyai Riyo Suwanda


Para putra:

1. Raden Ronggo, Pangeran Adipati Pati

2. RM Tembaga / Pangeran Adipati Puger, Pangeran Adipati Demak

3. RM Kedawung / Pangeran Demang Tanpa Nangkil

4. RM Damar / Pangeran Purbaya

5. RM Djulig / Raden Adipati Pringgalaya, Bupati Madiun.

6. RM Bagus / Pangeran Blitar / Panembahan Juminah, Bupati Madiun.

7. RM Kanistren / Pangeran Adipati Martalaya, Bupati Madiun

8. RM Betatat / Pangeran Jayaraga, Bupati Ponorogo

9. RM Jolang / Panembahan Cakrawati

10. Pangeran Pringgalaya

11. Pangeran Silarong

12. Raden Ayu Pembayun

13. Raden Ayu Tg Tanpa Nangkil

14. Raden Ayu Tepasana

15. Raden Ayu Wangsa Cipta / RAy Kajoran


Panembahan Senopati bertahta tahun 1586 sampai tahun 1601. Beliau adalah Pendiri sekaligus peletak nilai nilai dasar Kerajaan Mataram. Beliau wafat tanggal 30 Juli 1601 di Dalem Bale Kajenar di Kraton Karta maka kemudian beliau dijuluki Sinuwun Kangjeng Susuhunan Seda Kadjenar.

Jenasah Beliau dimakamkan di Astana Kotagedhe


Al Fatihah kagem Eyang Panembahan Senopati

[10/1 22.35] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/hgL1McFEM56JWApv/?mibextid=xfxF2i


SUSUHUNAN PRABHU PAKUBUWANA I


Susuhunan Pakubuwana I terlahir dengan nama Gusti Raden Mas Derajat tahun 1648 di Kraton Plered. Beliau adalah putra dari Susuhunan Amangkurat I dari Kanjeng Ratu Wetan , Permaisuri kedua keturunan dari keluarga Kajoran ( cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang ). Setelah dewasa dianugrahi nama Bandara Pangeran Harya Puger 


Dikisahkan ketika sang Ayahanda yaitu Prabhu Amangkurat I bertahta di Kraton Plered terjadi pemberontakan Trunojoyo yang kecewa dengan pemerintahan Prabhu Amangkurat I, ketika terjadi penyerangan ke Kraton Plered , Prabhu Amangkurat didampingi putra mahkota yaitu Pangeran Rahmat melarikan diri ke arah barat tujuannya ke Batavia. Dan Pasukan Trunojoyo berhasil menduduki Kraton Plered hari Minggu  18 Sapar 1677 m. Tetapi akhirnya Pangeran Puger salah satu putra Raja berhasil merebut Kraton Plered. Setelah mendengar kabar kalau kakaknya yaitu R Rahmat tidak bersedia menjadi  Raja, kemudian P Puger menobatkan diri menjadi Raja dengan gelar " Susuhunan Ngalaga ing Mataram".tetapi kenyataannya sekembalinya dari pengungsian, R Rahmat dinobatkan menjadi Raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat II. Sunan Amangkurat II kemudian memindahkan pusat pemerintahan di Kartasura.  Dan Susuhunan Ngalaga kembali bergelar Pangeran Puger. Beliau sangat mendukung pemerintahan kakaknya tsb. Ketika Mataram Kartasura dilanda pageblug kelaparan, Sunan Amangkurat II meminta adiknya untuk turut mengatasi pageblug kelaparan 

Kemudian Pangeran Puger berangkat ke Astana Kotagede , Makam leluhur Mataram, disana tepatnya di samping kanan Soko guru Astana Kotagede,  Beliau bersemedi selama 40 hari  mengirim doa kepada Eyang Eyang Leluhur dan berdoa kepada Gusti Allah supaya Pageblug kelaparan yang melanda Kraton Mataram Kartasura segera berakhir. Syahdan ketika 40 hari telah berakhir tiba tiba di tiang dekat Beliau bertapa ada sebuah Tompo ( gayung beras ). Dibawalah gayung tersebut pulang ke Istana Kartasura. Dan ternyata diperjalanan pulang diketahui bahwa Rakyat Mataram sudah tidak kelaparan lagi. Sekarang Soko guru tsb dilindungi Pancak suji .

Kemudian ketika Masa Pemerintahan Sunan Amangkurat III, Sunan Amangkurat III berniat membinasakan keluarga Pangeran Puger, kemudian Pangeran Puger dan keluarga mengungsi ke Semarang.

Pada masa pengungsian Beliau di Semarang, Pangeran Puger Dinobatkan sebagai Raja Kraton Mataram Kartasura pada 6 Juli 1704 dengan gelar " Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Ratu Prabhu Paku Buwana I Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Sayidin Panatagama  Susuhunan Mataram "  tetapi bisa menguasai Kraton Kartasura pada 17 September 1705.


Garwa :

1. Radin Ajeng Sendhi, dari  Sendhang. 

2. Mas Ajeng Tejavati, dari Wotgaleh, Madura.

3. Ratu Mas Blitar/Ratu Paku Buwana (wafat di Kartasura, 5 Januari 1732, dimakamkan di Panitikan), puteri dari Pangeran Arya Blitar IV, Bupati Madiun. 

4.  Ratnawati, dari Kadilangu. 


Susuhunan Pakubuwana I wafat  di Kartasura, 22 Februari 1719 dimakamkan di Pajimatan Imogiri  

Beliau dikaruniai 22 anak : 


1) RM Papak / RM Sungkawa/ R Nata Vira/ R Dipa Taruna/Pangeran Arya Adipati Dipa Negara /Panembahan Eru Chakra Senapati Panatagama (putra dari Mas Ajeng Tejavati). Berputra :

a) Gusti Kanjeng Ratu Kencana menikah dengan Sri Sultan Hamengkubuwana I Raja  Yogyakarta 

b) Perempuan, menikah dengan Susuhunan Pakubuwana II, Raja Surakarta 

c) Radin Ayu Danupaya. menikah dengan Radin Mas Ragu/Pangeran Danupaya putra  Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV

d) Radin Ayu Kusuma. 


2) RM Sudhira/RM Teja/RM Suryo Kusumo 


3) GRM Suryo Putra/GRM Wangsa Truna/Susuhanan Amangku Rat IV, Susuhanan  Mataram (putra dari Ratu Paku Buwana) 


4) Pangeran Jagaraga


5) Radin Mas Gusti Sasangka/Pangeran Adipati Purbaya/Gusti Panembahan Purbaya (putra dari Ratu Paku Buwana).  Dikaruniai anak:

a) Radin Purwa Kusuma/Radin Demang Urawan /Pangeran Arya Purbaya II  Wedana Keparak Tengen 1731. menikah 25 September 1732 dengan Radin Ayu Inten  putri dari  Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV menurunkan :  

i) Radin Ajeng Akik.

ii) Radin Ajeng Iya. 


a) RAy Sukiya/Subiya/ Ratu Mas/Kanjeng Ratu Kencana  menjadi Permaisuri Susuhanan Prabhu Sri Paku Buwana II


b) RAy Gelang. Menikah dengan RM Sandeya putra Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV 


c) Radin Ajeng Salima/Radin Ayu Umpling. Menikah  I dengan Pangeran Martasana putra Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV

Menikah II dengan Radin Temenggong Nata wijaya/Adipati Nata Kusuma II, Patih 1733-1742, putra Radin Pringalaya/Pangeran Adipati Nata Kusuma I. 


d) Radin Ayu Lumarap. menikah dengan  Ki. Adipati Lumarap 


e) Radin Ayu Nata Kusuma. menikah dengan Radin Adipati Nata Kusuma, Patih 1733, putra  Radin Pringalaya/Pangeran Arya Adipati Nata Kusuma, Patih.


6) Radin Mas Gusti Sudhama/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Blitar (putra dari Ratu Paku Buwana), menikah dengan Radin Ayu Brebes putri Radin Arya Martalaya, Bupati  Brebes. Beliau wafat di Lumajang, September 1721 dimakamkan di Astana Panitikan Yogyakarta, menurunkan: 

a) Radin Ayu Wulan. menikah dengan  Kanjeng Gusti Pangeran Arya Mangku Negara putra Susuhunan Amangku Rat IV 


b) Radin Ayu Tambelek. menikah pertama dengan Susuhunan Prabhu Sri Paku Buwana II putra  Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV kemudian pernikahan kedua dengan Radin Mas Sakti/Pangeran Bumi Nata putra Susuhunan Amangku Rat IV , Pernikahan ketiga dengan Pangeran Mangku Adi-ning Rat/Pangeran Arya Tepasana putra Susuhunan Prabhu Amangku Rat III 


7) Pangeran Arya Pamot. 


8) Radin Mas Mesir/Radin Martataruna/Pangeran Arya Adipati Dipasanta


9) Radin Mas Kawa/Radin Wiryatruna/Radin Mas Antawira/Pangeran Arya Adipati Prang Wadana 


1) Radin Ayu Lembah (putri Sendhi). menikah dengan Susuhanan Amangku Rat III 


2) Radin Ayu Impun (putri Ratnawati). menikah dengan Susuhanan Amangku Rat III 


3) Radin Ajeng …


4) Bandara Radin Ayu Mataun. menikah dengan Temenggong Mataun , Bupati Jipang.


5) Bandara Radin Ayu Adipati Nata Kusuma (putra Ratu Paku Buwana). menikah dengan Radin Pringalaya/Pangeran Arya Adipati Nata Kusuma Patih, putra Patih masa Paku Buwana I.


6) Bandara Radin Ajeng Demes/Kanjeng Ratu Maduratna/Kanjeng Ratu Ayunan. menikah dengan Pangeran Chakra Adi-ning Rat IV, Panembahan of Madura, putra Pangeran Chakra Adi-ning Rat II, Panembahan Madura 


7) Bandara Radin Ayu Rangga Prawiradirja. menikah dengan  Radin Tumenggung Rangga Prawiradirja.


8) Kanjeng Ratu Timur (putri Ratu Paku Buwana).


Al Fatihah kagem Alusipun Sinuhun Pakubuwana I kaliyan sedaya Garwa saha sedaya Putro.


Foto koleksi Bapak Agus Budi Santoso

[10/1 22.36] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/4WDmy3XUS1xhjGJG/?mibextid=xfxF2i


SUSUHUNAN PRABHU PAKUBUWANA I


Susuhunan Pakubuwana I terlahir dengan nama Gusti Raden Mas Derajat tahun 1648 di Kraton Plered. Beliau adalah putra dari Susuhunan Amangkurat I dari Kanjeng Ratu Wetan , Permaisuri kedua keturunan dari keluarga Kajoran ( cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang ). Setelah dewasa dianugrahi nama Bandara Pangeran Harya Puger 


Dikisahkan ketika sang Ayahanda yaitu Prabhu Amangkurat I bertahta di Kraton Plered terjadi pemberontakan Trunojoyo yang kecewa dengan pemerintahan Prabhu Amangkurat I, ketika terjadi penyerangan ke Kraton Plered , Prabhu Amangkurat didampingi putra mahkota yaitu Pangeran Rahmat melarikan diri ke arah barat tujuannya ke Batavia. Dan Pasukan Trunojoyo berhasil menduduki Kraton Plered hari Minggu  18 Sapar 1677 m. Tetapi akhirnya Pangeran Puger salah satu putra Raja berhasil merebut Kraton Plered. Setelah mendengar kabar kalau kakaknya yaitu R Rahmat tidak bersedia menjadi  Raja, kemudian P Puger menobatkan diri menjadi Raja dengan gelar " Susuhunan Ngalaga ing Mataram".tetapi kenyataannya sekembalinya dari pengungsian, R Rahmat dinobatkan menjadi Raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat II. Sunan Amangkurat II kemudian memindahkan pusat pemerintahan di Kartasura.  Dan Susuhunan Ngalaga kembali bergelar Pangeran Puger. Beliau sangat mendukung pemerintahan kakaknya tsb. Ketika Mataram Kartasura dilanda pageblug kelaparan, Sunan Amangkurat II meminta adiknya untuk turut mengatasi pageblug kelaparan 

Kemudian Pangeran Puger berangkat ke Astana Kotagede , Makam leluhur Mataram, disana tepatnya di samping kanan Soko guru Astana Kotagede,  Beliau bersemedi selama 40 hari  mengirim doa kepada Eyang Eyang Leluhur dan berdoa kepada Gusti Allah supaya Pageblug kelaparan yang melanda Kraton Mataram Kartasura segera berakhir. Syahdan ketika 40 hari telah berakhir tiba tiba di tiang dekat Beliau bertapa ada sebuah Tompo ( gayung beras ). Dibawalah gayung tersebut pulang ke Istana Kartasura. Dan ternyata diperjalanan pulang diketahui bahwa Rakyat Mataram sudah tidak kelaparan lagi. Sekarang Soko guru tsb dilindungi Pancak suji .


Pada masa Sunan Amangkurat III tahun 1703 Pangeran Puger dan keluarga pernah menjadi tahanan rumah hampir selama satu tahun. Eks lokasi bekas tempat tinggal beliau sekarang dikenal dengan nama " Punthuk Pugeran " letaknya di sebelah utara Kraton Kartasura. Beliau dipersalahkan karena putranya Pangeran Suryakusuma memproklamirkan diri menjadi Susuhunan Waliu'llah Panatagama. Ketika akhirnya Sunan Amangkurat III berniat membinasakan keluarga Pangeran Puger, kemudian Pangeran Puger dan keluarga mengungsi ke Semarang.

Pada masa pengungsian Beliau di Semarang, Pangeran Puger Dinobatkan sebagai Raja Kraton Mataram Kartasura pada 6 Juli 1704 dengan gelar " Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Ratu Prabhu Paku Buwana I Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Sayidin Panatagama  Susuhunan Mataram "  tetapi bisa menguasai Kraton Kartasura pada 17 September 1705.


Pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana I , Kraton Kartasura mengalami masa keemasan. Beliau memperindah bangunan istana juga menghidupkan tradisi seperti pada masa Sultan Agung, Hampir tidak ada pemberontakan yang berarti. Negerinya makmur gemah ripah lohjinawi.


Sunan Pakubuwana I wafat 22 Pebruari tahun 1719 di Kraton Kartasura dan dimakamkan di Pajimatan Imogiri.


Garwa :

1. Radin Ajeng Sendhi, dari  Sendhang. 

2. Mas Ajeng Tejavati, dari Wotgaleh, Madura.

3. Ratu Mas Blitar/Ratu Paku Buwana (wafat di Kartasura, 5 Januari 1732, dimakamkan di Panitikan), puteri dari Pangeran Arya Blitar IV, Bupati Madiun. 

4.  Ratnawati, dari Kadilangu. 


Beliau dikaruniai 22 anak : 


1) RM Papak / RM Sungkawa/ R Nata Vira/ R Dipa Taruna/Pangeran Arya Adipati Dipa Negara /Panembahan Eru Chakra Senapati Panatagama (putra dari Mas Ajeng Tejavati). Berputra :

a) Gusti Kanjeng Ratu Kencana menikah dengan Sri Sultan Hamengkubuwana I Raja  Yogyakarta 

b) Perempuan, menikah dengan Susuhunan Pakubuwana II, Raja Surakarta 

c) Radin Ayu Danupaya. menikah dengan Radin Mas Ragu/Pangeran Danupaya putra  Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV

d) Radin Ayu Kusuma menjadi Garwa Mangkunegara V , Bupati Madiun.


2) RM Sudhira/RM Teja/RM Suryo Kusumo memproklamirkan menjadi Susuhunan Waliu'llah Panatagama tahun 1703.akhirnya dibuang ke Tanjung Harapan Afrika Selatan wafat th 1737.


3) GRM Suryo Putra/GRM Wangsa Truna/Susuhanan Amangku Rat IV, Susuhanan  Mataram (putra dari Ratu Paku Buwana) 


4) Pangeran Jagaraga


5) Radin Mas Gusti Sasangka/Pangeran Adipati Purbaya/Gusti Panembahan Purbaya (putra dari Ratu Paku Buwana).  Dikaruniai anak:

a) Radin Purwa Kusuma/Radin Demang Urawan /Pangeran Arya Purbaya II  Wedana Keparak Tengen 1731. menikah 25 September 1732 dengan Radin Ayu Inten  putri dari  Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV menurunkan :  

i) Radin Ajeng Akik.

ii) Radin Ajeng Iya. 


a) RAy Sukiya/Subiya/ Ratu Mas/Kanjeng Ratu Kencana  menjadi Permaisuri Susuhanan Prabhu Sri Paku Buwana II


b) RAy Gelang. Menikah dengan RM Sandeya putra Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV 


c) Radin Ajeng Salima/Radin Ayu Umpling. Menikah  I dengan Pangeran Martasana putra Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV

Menikah II dengan Radin Temenggong Nata wijaya/Adipati Nata Kusuma II, Patih 1733-1742, putra Radin Pringalaya/Pangeran Adipati Nata Kusuma I. 


d) Radin Ayu Lumarap. menikah dengan  Ki. Adipati Lumarap 


e) Radin Ayu Nata Kusuma. menikah dengan Radin Adipati Nata Kusuma, Patih 1733, putra  Radin Pringalaya/Pangeran Arya Adipati Nata Kusuma, Patih.


6) Radin Mas Gusti Sudhama/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Blitar (putra dari Ratu Paku Buwana), menikah dengan Radin Ayu Brebes putri Radin Arya Martalaya, Bupati  Brebes. Beliau wafat di Lumajang, September 1721 dimakamkan di Astana Panitikan Yogyakarta, menurunkan: 

a) Radin Ayu Wulan. menikah dengan  Kanjeng Gusti Pangeran Arya Mangku Negara putra Susuhunan Amangku Rat IV 


b) Radin Ayu Tambelek. menikah pertama dengan Susuhunan Prabhu Sri Paku Buwana II putra  Susuhanan Prabhu Amangku Rat IV kemudian pernikahan kedua dengan Radin Mas Sakti/Pangeran Bumi Nata putra Susuhunan Amangku Rat IV , Pernikahan ketiga dengan Pangeran Mangku Adi-ning Rat/Pangeran Arya Tepasana putra Susuhunan Prabhu Amangku Rat III 


7) Pangeran Arya Pamot. 


8) Radin Mas Mesir/Radin Martataruna/Pangeran Arya Adipati Dipasanta


9) Radin Mas Kawa/Radin Wiryatruna/Radin Mas Antawira/Pangeran Arya Adipati Prang Wadana 


1) Radin Ayu Lembah (putri Sendhi). menikah dengan Susuhanan Amangku Rat III 


2) Radin Ayu Impun (putri Ratnawati). menikah dengan Susuhanan Amangku Rat III 


3) Radin Ajeng …


4) Bandara Radin Ayu Mataun. menikah dengan Temenggong Mataun , Bupati Jipang.


5) Bandara Radin Ayu Adipati Nata Kusuma (putra Ratu Paku Buwana). menikah dengan Radin Pringalaya/Pangeran Arya Adipati Nata Kusuma Patih, putra Patih masa Paku Buwana I.


6) Bandara Radin Ajeng Demes/Kanjeng Ratu Maduratna/Kanjeng Ratu Ayunan. menikah dengan Pangeran Chakra Adi-ning Rat IV, Panembahan of Madura, putra Pangeran Chakra Adi-ning Rat II, Panembahan Madura 


7) Bandara Radin Ayu Rangga Prawiradirja. menikah dengan  Radin Tumenggung Rangga Prawiradirja.


8) Kanjeng Ratu Timur (putri Ratu Paku Buwana).


Al Fatihah kagem Alusipun Sinuhun Pakubuwana I kaliyan sedaya Garwa saha sedaya Putro.

[10/1 22.37] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/DtBk7esjNyrvG1Kn/?mibextid=xfxF2i


Menjawab pertanyaan bu Vibhuti siapakah Pangeran Pamegatsari ?


Pangeran Pamegatsari I s/d III pernah menjabat sebagai Adipati Pati, sedangkan Pamegatsari I adalah putra Pangeran Puger & cucu dari Kangjeng Panembahan Senopati.

Pamegatsari II adalah putra dari Pamegatsari I & Pamegatsari III sdalah putra dari Pamegatsari II.

Perincian silsilah selengkapnya tertera pada foto 1 & 2.


Berikut ini daftar nama penguasa/Bupati Pati dari permulaan 

s/d eyang R.Soekardji Mangoenkoesoemo, adik iparnya kakek saya :


1. Raden Tambranegara  Adipati di Kabupaten Pesantenan dan Pati  Sekitar tahun 1300 


2. Raden Tandanegara  Adipati di Kabupaten Pati  tahun 1330 


3. Kayu Bralit Adipati di Kabupaten Pati Tahun 1511-1518 (de Grafi)


4. Ki Ageng Penjawi Adipati di Kabupaten Pati setelah gugurnya Arya Penangsang tahun 1568-15...


5. Raden Sidik Bergelar Djajakoesoema I Adipati di Kabupaten Pati Tahun 1577-1601


6. Djajakoesoema II  Adipati di Kabupaten Pati (Adipati Pragola) Tahun 1601-1628


7. Ki Arja Pagedongan/Penjaringan (Djajakoesoema II)  Adipati di Kabupaten Pati (Adipati Pragola II) tahun 1628-1640


8. Adipati Pragola II, pemerintahan kosong/tidak didirikan Kadipaten akan tetapi pemerintahan pecah menjadi 2 (dua)

Katemenggungan dan 7 (tujuh)

Kademangan, yaitu :


Katemenggunan :

* Toemenggung Wetanan

* Toemenggung Koelonan


Kademangan :

* Demang Tenggeles

* Demang Selowesi

* Demang Tjengkalsewu

* Demang Glongsong

* Demang Paselehan

* Demang Margotoehoe

* Demang Juwono 


9.Mangoen Oneng I (Lepek) Adipati di Kabupaten Pati periode s/d tahun 1670.


10.  Mangoen Oneng II (Widjo)  Adipati di Kabupaten Pati periode 1678-1682


11. Toemenggung Tirtonoto

(adik Mangoen Oneng)  Adipati di Kabupaten Pati periode 1682-1690


12 . Mangoen Oneng III (Abroenoto)  Adipati di Kabupaten Pati (Putra Mangoen Oneng II) periode 1690-1701


13. Soemodipoera (putra Pangeran Koedoes) Adipati di Kabupaten Pati periode 1701-1718


14. Pangeran Koming (Pamegat Sari I) Adipati di Kabupaten Pati (putra Soemodipoero)  periode 1718-1720


15 . Pangeran Kuning (Pamegat Sari II)  Adipati di Kabupaten Pati (wafat dan makamnya di Kudus) periode 1720


16. Pamegat Sari III (Raden Wiratmodjo II) Adipati di Kabupaten Pati

(PAKEM, Hal 131, No. 16 zie sejarah 7/407) Dukuh Muktisari Desa Muktisari Desa


17.  Pangeran Aryo (Megat Sari III) Adipati di Kabupaten Pati (Zaman Deandels zie sejarah 9/407) Diasingkan oleh Belanda & makamnya di Surabaya 


18 . Sosrodiningrat

* Mangunkusumo  Bupati Pati Wetan

Bupati Pati Kulon periode 1807-1808


19.  Kangjeng Raden Adipati Tjondronagoro Bupati Pati pindahan dari Bupati Lamongan periode 1808-1812


20.  Kangjeng Raden Adipati Tjondronagoro Bupati Pati dimakamkan di Desa Puri Pati periode 1812-1829


21. Raden Bagoes Mita

bergelar Kandjeng Pangeran Ario Tjondro Adinegeoro Bupati Pati periode 1812-1829

Dapat dibaca pada prasasti berdirinya masjid Gambiran Pati


22. Raden Bagoes Kasan

Bergelar Raden Adipati

Ario Tjondro Adinegoro Bupati Pati periode 1896-1904


23. Raden Toemenggong

Prawiro Werdojo Bupati Pati periode 1904-1907


24. Raden Adipati Ario Soewondo Bupati Pati periode 1907-1934

Wafat 4 Juni 1934


25 .K.G.P. Dipokoesoemo Bupati Pati (Enam bulan) periode 1934-1935


26. R.T.A Milono Bupati Pati kemudian menjadi Residen Pati periode 135-1945

Tahun 1945-1948


27. M. Moerjono Djojodigdo Bupati Pati peripde 1945-1948

Tahun 1948 terjadi perebutan oleh PKI/Muso, mulai Desember 1948 ClashII Pd. Bupati Pati ditunjuk Sukemi Wedono Tayu


28 .Raden Soebijanto Bupati Pati periode 1950-1952


29. Raden Soekardji

Mangoenkoesoemo Bupati Pati periode 1952-1954.

Selain menjabat sebagai Bupati Pati, beliau juga sempat menjabat sebagai Gubermur Provinsi Jawa Tengah di tahun 1958.


Makam Pangeran Puger di desa Demaan.


Satu jam jelang tengah hari tiba di depan gapura Makam Pangeran Puger Demaan Kudus, di tengah kompleks permukiman penduduk yang cukup padat. Bukan waktu yang baik untuk ke kubur, karena biasanya kuncen tak ada di tempat, dan hawa panas terasa menyengat. Namun kadang terasa mewah untuk bisa mengatur waktu kunjung, utamanya lantaran buta lokasi sehingga tak gampang atur rute.

Nama Pangeran Puger yang biasa dikenal adalah sosok yang kemudian menjadi raja ketiga Kasunanan Kartasura yang setelah naik tahta memakai gelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Nama kecilnya Raden Mas Darajat, putera Sunan Amangkurat I, lahir dari Ratu Wetan atau permaisuri kedua yang berasal dari Kajoran, dari keluarga keturunan Kesultanan Pajang. Pangeran Puger juga disebut sebagai ayah Kentol Surawijaya yang kemudian dikenal sebagai Tumenggung Aroeng Binang.

Namun dalam sejarah Mataram rupanya ada nama Pangeran Puger yang lain, yaitu yang makamnya berada di Desa Demaan Kota Kudus ini. Akan halnya makam Pakubuwana I sendiri berada di dalam kompleks Makam Raja-Raja Mataram Imogiri. 

Kompleks makam Pangeran Puger Demaan Kudus dilindungi dengan tembok keliling dan di bagian depan terdapat gapura beratap yang pilarnya dibuat dari susunan bata telanjang yang direkat semen. Pagar gapura tak dikunci namun di sana ada papan peringatan berisi larangan bagi anak-anak untuk bermain di halaman kompleks makam.


Halaman di depan cungkup makam lumayan lega, meski tak bisa dibilang luas. Ada dua cungkup makam bersebelahan, yang dua-dua pintu masuknya terkunci. 

Dua cungkup makam yang letaknya bersisian itu. Di sebelah kiri, yang atapnya berbentuk limasan tumpang dan berukuran lebih besar adalah Makam Pangeran Puger, sesuai nama yang menggantung di bagian depan cungkup kecilnya. Pada serambi berlantai keramik yang mengelilingi cungkup utama terdapat sejumlah kubur. Di salah satu sisi ada yang berderet, dan di sisi lainnya ada yang hanya satu makam.

Cungkup sebelah kanan yang atapnya limasan tanpa tumpang adalah Makam Raden Ayu Kuning, yang kabarnya adalah isteri dari Pangeran Puger. Di luar tembok kompleks makam ini ada beberapa makam lagi yang kebanyakan tak bertanda nama. Sekitar 25 meter di belakang cungkup makam terdapat Lapangan Pangeran Puger untuk main bola, bersebelahan dengan Balai Desa Demaan. Lokasi makam ini sekitar 500 meter dari Alun-Alun Kudus, arah ke barat laut.

Kubur yang ada di dalam cungkup utama ditutup dengan kain mori putih tinggi, dan di dalamnya terdapat dua kubur yang bentuknya sama. Semua nisannya ditutup dengan kain putih dan tidak ada tengara nama di sana, namun lazimnya kubur pria ada di sebelah kiri. Jika yang di sebelah kubur Pangeran Puger adalah isterinya, maka Raden Ayu Kuning tentunya isterinya yang lain, hal yang biasa pada jaman dahulu. Namun belakangan ketika gembok cungkup RA Kuning dibuka dan masuk ke dalamnya, ternyata di sana juga ada dua kubur.

Entah kubur siapa yang satunya lagi, karena kedua kubur juga tidak diberi tengara nama. Pangeran Puger yang dimakamkan di Desa Demaan Kudus adalah Raden Mas Kentol Kejuro, putera ketiga Panembahan Senopati, lahir dari seorang isteri selir bernama Nyai Adisara. Jatuhnya tahta kerajaan Mataram ke Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati, putera ke-8 Panembahan Senapati yang lahir dari permaisuri, membuat Puger merasa tak puas. Untuk meredamnya, Hanyokrowati pun mengangkat Puger menjadi Adipati Demak, yang terjadi pada sekitar tahun 1602 M.

Pandangan pojok pada cungkup Makam Pangeran Puger, dengan pohon tanggung tampak di latar depan yang tak sanggup memayungi area cungkup dari terik matahari. Di kanan bawah sana tampak sebuah tugu prasasti pendek yang menjadi tanda selesainya pekerjaan pemugaran makam pada Sabtu Paing, 4 Januari 1992, ditandatangani Soedarsono, bupati Demak ketika itu.

Meskipun telah mendapat jabatan tinggi, namun kemuliaan sebagai raja dan mimpi menjadi penguasa Mataram rupanya masih menghantui pikiran Pangeran Puger, yang membuatnya kemudian memberontak terhadap pemerintahan adiknya sendiri. Perang pun tak terhindarkan, namun pasukan Mataram yang dipimpin Tumenggung Suranata (Ki Gede Mestaka) akhirnya berhasil menggulung pasukan pemberontak.

Kalah dalam peperangan, Pangeran Puger pun kemudian diasingkan oleh adiknya sendiri ke daerah yang sekarang dikenal sebagai Desa Demaan. Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 1605 M. 


Akan halnya pemerintahan Panembahan Hanyokrowati sendiri terus mengalami gejolak dengan terjadinya pemberontakan di sejumlah tempat. Musuhnya yang terkuat adalah Adipati Surabaya, yang dengan kekuatan pasukannya berhasil menguasai Kadipaten Pasuruan dan Blambangan. Wilayah Surabaya juga dikeliling parit pertahanan yang diperkuat meriam.

Meski pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Martalaya merebut Lamongan pada 1612, lalu pada 1613 menyerbu Gresik dan menaklukkan Tuban serta Pati, namun Mataram tidak menyerbu Surabaya hingga Panembahan Hanyokrowati meninggal secara tak terduga di Hutan Krapyak pada 1613. Surabaya baru takluk di masa pemerintahan Sultan Agung, yaitu pada 27 Okotober 1625, setelah Pangeran Jayalengkara menyerah ke pasukan Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun Oneng.

[10/1 22.38] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/TsS7QuTF1JuDJskp/?mibextid=xfxF2i


SUNAN AMANGKURAT IV RAJA KARTASURA


Terlahir dengan nama Gusti Raden Mas Suryaputra pada tahun 1680, Diangkat  menjadi Pangeran Adipati Anom tahun 1698. Diangkat menjadi Raja Mataram Kartasura pada 5 Mei tahun 1719. Wafat pada 20 April  tahun 1726 dan dimakamkan di Astana Imogiri

Beliau adalah Putra dari Sunan Pakubuwana I dengan GKR Pakubuwana I (Kangjeng Ratu Mas Balitar)


Garis Pancer dari Trah/Keturunan Ibu

a. Kanjeng Sultan Demak Bintara III, menurunkan putra : 

b. Kanjeng Panembahan Mas, di Madiun, menurunkan putra : 

c. GKR Retno Dumilah, menikah dengan Panembahan Senopati menurunkan putra :

d. Panembahan Juminah Hing Madiun, menurunkan putra : 

e. Pangeran Adipati Balitar, menurunkan putra : 

f.  Ki Tumenggung Balitar, menurunkan putra : 

g. Kangjeng Ratu Mas Balitar ( Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwana I ) di  Kartasura menurunkan putra : 

h. Paduka Sinuhun Hamangkurat Jawa / Sunan Amangkurat IV di Kartasura.


Putra Putri dalem :

  1.Kanjeng Pangeran Hario Mangkunegara di Kartasura.

  2. Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes.

  3. Gusti Raden Ayu Wiradigda.

  4. Gusti Pangeran Hario Hangabehi / RM Sandeyo / Kyai Nur Iman di Mlangi

  5. Gusti Pangeran Hario Pamot.

  6. Gusti Pangeran Hario Diponegoro. 

  7. Gusti Pangeran Hario Danupaya.

  8. Gusti Raden Mas Prabu Suyasa kelak Hingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana II Raja Kraton Surakarta.

  9. Gusti Pangeran Hario Hadinagoro.

10. Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, garwa Pangeran Hendranata.

11. Gusti Raden Ajeng Kacihing, dewasa sedho.

12. Gusti Pangeran Hario Hadiwijaya, sedha Kali Abu.

13. Gusti Raden Mas Subronto, wafat dalam usia dewasa.

14. Gusti Pangeran Hario Buminoto.

15. Gusti Pangeran Hario Mangkubumi, kelak bergelar Sri  Sultan Hamengkubuwana I Raja Kraton Yogyakarta.

16. Sultan Dandunmatengsari, melakukan pemberontakan dan tidak berhasil.

17. Gusti Raden Ayu Megatsari.

18. Gusti Raden Ayu Purubaya.

19. Gusti Raden Ayu Pakuningrat. di Sampang

20. Gusti pangeran Hario Cokronegoro. 

21. Gusti Pangeran Hario Silarong.

22. Gusti Pangeran Hario Prangwadono.

23. Gusti Raden Ayu Suryawinata. di Demak.

24. Gusti Pangeran Hario Panular.

25. Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo.

26. Gusti Raden Mas Jaka, wafat usia muda

27. Gusti Raden Ayu Sujonopuro.

28. Gusti Pangeran Hario Dipawinoto.

29. BRAy Rembe menjadi Garwa Adipati Danureja I


  

Garwa Permaisuri & Garwa Ampil Sunan Amangkurat IV :

1. Mas Ayu Sumanarso / R Ay Sepuh / R Ay Kulon

2. Mas Ayu Nitawati / 

3. Mas Ayu Kamulawati

4. Raden Ayu Arawati / Raden Mas Sundaya  

5. K R Amangkurat IV, putri Raden Adp Tirtakusuma Bupati Kudus

6. Mbok Ajeng Kamudewati

7. Ratu Mas Kadipaten ( janda Bupati Jepara ), Beliau kakak KR Amangkurat IV

8. R Ay Candra Sari, putri Pangeran Cendana dari Kudus

9. Mbok Ajeng Sasmita 

10. Mbok Ajeng Asmara

11. Mas Ayu Tejawati

12. Raden Ayu Brebes ( Janda P. Arya Blitar ) putri Bupati Brebes R.A Martalaya

13. Ratu Mas Wiraasmara

14. Putri Peranakan Cina dari Semarang


PEMERINTAHAN SUNAN AMANGKURAT IV


G.R.M.Suryaputra naik tahta pada 5 Mei tahun, 1719, akan tetapi putera Pakubuwana I ini tidak menggunakan gelar ayahnya. Sebab ketika dinobatkan, G.R.M. Suryaputra tidak mencantumkan gelar ayahnya Pakubuwana, namun beliau lebih memilih gelar kakek, buyut & canggahnya, yaitu : Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Prabu Hamangkurat Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatulah Kaping IV, dan lebih dikenal sebagai : Sunan Amangkurat 


Pada awal pemerintahannya , Kraton Kartasura masih makmur aman dan damai seperti pada masa Sri Sunan Pakubuwana I.Tetapi ketika Prabu Amangkurat IV mengatur  posisi dan kedudukan para pangeran, keadaan kraton menjadi bergejolak. Termasuk adik adik Raja yaitu Pangeran Purbaya dan Pangeran Balitar juga menerima nasib,diturunkan kedudukannya,ditarik pasukannya.Mereka hanya menjadi Pangeran Sentana.

Hingga kemudian akibat perubahan aturan tersebut, banyak para Pangeran memberontak hingga akhirnya terjadi musim paceklik, yang melengkapi penderitaan di Kraton Kartasura. 

Hingga kemudian Pangeran Purbaya dan Pangeran Balitar menyingkir ke Bale Kajenar, tempat tinggal Sultan Agung di Karta. Kemudian pasukan Pangeran Balitar yg tersingkir, bergerak ke Pleret & merenovasi kembali eks keraton Mataram Pleret & dijadikan basis pertahanannya. Di tempat inilah Pangeran Balitar didaulat sebagai penguasanya bergelar : Sultan Ibnu Mustafa Pakubuwana & kedhatonnya disebut : Mataram Kerta Sekar. 

Berikutnya, di bulan November 1720, pasukan gabungan Mataram Kartosuro menyerang basis pertahanan Pangeran Balitar yg berada di ibukota Kerta Sekar yg terletak di Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY. Ibukota Kerta Sekar dihancurkan dengan berondongan peluru & tembakan meriam legiun Belada, sehingga Pangeran Balitar bersama pengikutnya menyingkir ke arah wetan (timur), yakni ke wilayah Malang, Jawa Timur. Namun karena merebaknya wabah penyakit, kemudian jatuh sakit & meninggal dekat Kediri tahun 1721. Pangeran Balitar wafat  kemudian dimakamkan di Nitikan Yogyakarta disamping makam Ibunya GKR Pakubuwana I.


Pangeran Purbaya yang masih di Malang kemudian bersatu dengan Panembahan Herucakra atau Pangeran Diponegara meneruskan perlawanan.


Pangeran Dipanegara adalah putra sulung Sunan Pakubuwana I , beliau mendapat tugas menumpas pemberontakan Arya Jayapuspita pada tahun 1719, saat pulang ke ibukota Mataram Kartosuro mendapat berita bahwa Raden Mas Suryaputra telah dinobatkan di Pendhapa Agung Kraton Kartasura, setelah

Mendengar kabar itu Pangeran Diponegara batal pulang ke ibukota, kemudian mendeklarasikan diri sebagai penguasa baru di Madiun dengan gelar : Panembahan Herucakra. Pangeran Dipanegara kemudian menjalin koalisi dengan Jayapuspita, orang yg seharusnya ditangkap. Mereka lalu mengkonsolidasikan kekuatan pasukannya di Kadipaten Mojokerto, Jawa Timur.


Singkat cerita tahun 1723 pihak VOC melakukan operasi tipu daya dengan mengundang P Purbaya dan Pangeran Diponegoro dengan dalih akan diangkat menjadi raja. Pertemuan diadakan di Pasuruan. Kemudian P Purbaya dan Pangeran Diponegara diajak ke Semarang lewat Pelabuhan Surabaya. Setelah sampai di Semarang,  Sementara itu Pangeran Purbaya yang belum menyadari tipu daya VOC akhirnya di penjara di Benteng Alang Alang Batavia kemudian diasingkan di Afrika Selatan. Dan Pangeran Diponègoro diasingkan ke Srilangka..


Pangeran Ario Mataram, putra Sunan Pakubuwana I,  yang tidak nyaman di Kraton Kartasura  secara diam diam meninggalkan kraton, meluncur ke wilayah Pati. Di tempat tersebut, lalu mengangkat dirinya menjadi penguasa Pati. Tetapi  pasukan gabungan Amangkurat IV, dengan persenjataan berat terlebih dahulu memporak porandakan pasukan Arya Mataram yg bermarkas di Grobogan (Purwodadi), Jawa Tengah bagian Timur yg jarak tempuhnya sekitar 89,8 km dari Kartasura.

Hingga dalam perkembangannya pasukan Ario Mataram menjadi berantakan akibat diserang persenjataan berat oleh legiun Belanda (VOC) &  pasukan Mataram Kartosuro. Bahkan Ario Mataram dapat ditangkap & dijatuhi hukuman gantung di Jepara, Jawa Tengah


Pada masa pemerintahan Amangkurat IV, terdapat seorang abdi pekatik (pembantu setia) yg sangat dekat dengan raja, yaitu Wongso Dipo. Karena jasanya dapat menyelamatkan jiwa Sunan Amangkurat IV, ketika terjadi perang dengan Pangeran Balitar & Pangeran Purboyo di Kraton Mataram Kartosuro, akhirnya Wongso Dipo diangkat menjadi Bupati Grobogan dengan gelar : Tumenggung Martopuro. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, 21 Jumadilakhir tahun Jimakir, 1659, atau tanggal 4 Maret 1726.  


Selanjutnya, padamnya pemberontakan tersebut bukan berarti Kraton Mataram Kartosuro menjadi aman. Sebab, masih ada ganjalan lain, yaitu perselisihan dengan Cakraningrat IV, Bupati Madura Barat, Jawa Timur. Sang Bupati ini, maunya Madura Barat tetap menjadi bagian dari pemerintah Kolonial Belanda, sesuai perjanjian yg telah ditanda-tangani pendahulunya. Selain itu, diyakini Madura akan lebih makmur jika berada dalam naungan Kolonial Belanda, (VOC), daripada di bawah kekuasaan Mataram Kartasura yg dianggapnya kurang baik dalam mengelola tata pemerintahannya. Tetapi perselisihan tersebut dapat diselesaikan ketika Cakraningrat IV diangkat sebagai menantu Sunan Amangkurat IV 


Setelah memerintah Kraton Mataram Kartasura selama lebih kurang 23 tahun dengan segala dinamikanya, Amangkurat IV, jatuh sakit pada bulan Maret 1726 yg konon akibat diracun secara perlahan. Akhirnya Sunan Amangkurat IV wafat di kraton Mataram Kartasura pada Sabtu 20 April 1726. Jenazah beliau kemudian dikebumikan di pemakaman raja-raja Mataram Pajimatan Imogiri  yang terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.


Foto Makam Sunan Amangkurat IV koleksi & milik Bp Agus Budi Santoso .

[10/1 22.38] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/KkYXPJxTaVvMmnCb/?mibextid=xfxF2i


SUNAN AMANGKURAT IV RAJA KARTASURA


Terlahir dengan nama Gusti Raden Mas Suryaputra pada tahun 1680, Diangkat  menjadi Pangeran Adipati Anom tahun 1698. Diangkat menjadi Raja Mataram Kartasura pada 5 Mei tahun 1719. Wafat pada 20 April  tahun 1726 dan dimakamkan di Astana Imogiri

Beliau adalah Putra dari Sunan Pakubuwana I dengan GKR Pakubuwana I (Kangjeng Ratu Mas Balitar)


Garis Pancer dari Trah/Keturunan Ibu

a. Kanjeng Sultan Demak Bintara III, menurunkan putra : 

b. Kanjeng Panembahan Mas, di Madiun, menurunkan putra : 

c. GKR Retno Dumilah, menikah dengan Panembahan Senopati menurunkan putra :

d. Panembahan Juminah Hing Madiun, menurunkan putra : 

e. Pangeran Adipati Balitar, menurunkan putra : 

f.  Ki Tumenggung Balitar, menurunkan putra : 

g. Kangjeng Ratu Mas Balitar ( Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwana I ) di  Kartasura menurunkan putra : 

h. Paduka Sinuhun Hamangkurat Jawa / Sunan Amangkurat IV di Kartasura.


Putra Putri dalem :

  1.Kanjeng Pangeran Hario Mangkunegara di Kartasura.

  2. Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes.

  3. Gusti Raden Ayu Wiradigda.

  4. Gusti Pangeran Hario Hangabehi / RM Sandeyo / Kyai Nur Iman di Mlangi

  5. Gusti Pangeran Hario Pamot.

  6. Gusti Pangeran Hario Diponegoro. 

  7. Gusti Pangeran Hario Danupaya.

  8. Gusti Raden Mas Prabu Suyasa kelak Hingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana II Raja Kraton Surakarta.

  9. Gusti Pangeran Hario Hadinagoro.

10. Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, garwa Pangeran Hendranata.

11. Gusti Raden Ajeng Kacihing, dewasa sedho.

12. Gusti Pangeran Hario Hadiwijaya, sedha Kali Abu.

13. Gusti Raden Mas Subronto, wafat dalam usia dewasa.

14. Gusti Pangeran Hario Buminoto.

15. Gusti Pangeran Hario Mangkubumi, kelak bergelar Sri  Sultan Hamengkubuwana I Raja Kraton Yogyakarta.

16. Sultan Dandunmatengsari, melakukan pemberontakan dan tidak berhasil.

17. Gusti Raden Ayu Megatsari.

18. Gusti Raden Ayu Purubaya.

19. Gusti Raden Ayu Pakuningrat. di Sampang

20. Gusti pangeran Hario Cokronegoro. 

21. Gusti Pangeran Hario Silarong.

22. Gusti Pangeran Hario Prangwadono.

23. Gusti Raden Ayu Suryawinata. di Demak.

24. Gusti Pangeran Hario Panular.

25. Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo.

26. Gusti Raden Mas Jaka, wafat usia muda

27. Gusti Raden Ayu Sujonopuro.

28. Gusti Pangeran Hario Dipawinoto.

29. BRAy Rembe menjadi Garwa Adipati Danureja I


  

Garwa Permaisuri & Garwa Ampil Sunan Amangkurat IV :

1. Mas Ayu Sumanarso / R Ay Sepuh / R Ay Kulon

2. Mas Ayu Nitawati / 

3. Mas Ayu Kamulawati

4. Raden Ayu Arawati / Raden Mas Sundaya  

5. K R Amangkurat IV, putri Raden Adp Tirtakusuma Bupati Kudus

6. Mbok Ajeng Kamudewati

7. Ratu Mas Kadipaten ( janda Bupati Jepara ), Beliau kakak sepupu KR Amangkurat IV

8. R Ay Candra Sari, putri Pangeran Cendana dari Kudus

9. Mbok Ajeng Sasmita 

10. Mbok Ajeng Asmara

11. Mas Ayu Tejawati

12. Raden Ayu Brebes ( Janda P. Arya Blitar ) putri Bupati Brebes R.A Martalaya

13. Ratu Mas Wiraasmara

14. Putri Peranakan Cina dari Semarang

15. Mas Ayu Rondonsari


PEMERINTAHAN SUNAN AMANGKURAT IV


G.R.M.Suryaputra naik tahta pada 5 Mei tahun, 1719, akan tetapi putera Pakubuwana I ini tidak menggunakan gelar ayahnya. Sebab ketika dinobatkan, G.R.M. Suryaputra tidak mencantumkan gelar ayahnya Pakubuwana, namun beliau lebih memilih gelar kakek, buyut & canggahnya, yaitu : Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Prabu Hamangkurat Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatulah Kaping IV, dan lebih dikenal sebagai : Sunan Amangkurat 


Pada awal pemerintahannya , Kraton Kartasura masih makmur aman dan damai seperti pada masa Sri Sunan Pakubuwana I.Tetapi ketika Prabu Amangkurat IV mengatur  posisi dan kedudukan para pangeran, keadaan kraton menjadi bergejolak. Termasuk adik adik Raja yaitu Pangeran Purbaya dan Pangeran Balitar juga menerima nasib,diturunkan kedudukannya,ditarik pasukannya.Mereka hanya menjadi Pangeran Sentana.

Hingga kemudian akibat perubahan aturan tersebut, banyak para Pangeran memberontak hingga akhirnya terjadi musim paceklik, yang melengkapi penderitaan di Kraton Kartasura. 

Hingga kemudian Pangeran Purbaya dan Pangeran Balitar menyingkir ke Bale Kajenar, tempat tinggal Sultan Agung di Karta. Kemudian pasukan Pangeran Balitar yg tersingkir, bergerak ke Pleret & merenovasi kembali eks keraton Mataram Pleret & dijadikan basis pertahanannya. Di tempat inilah Pangeran Balitar didaulat sebagai penguasanya bergelar : Sultan Ibnu Mustafa Pakubuwana & kedhatonnya disebut : Mataram Kerta Sekar. 

Berikutnya, di bulan November 1720, pasukan gabungan Mataram Kartosuro menyerang basis pertahanan Pangeran Balitar yg berada di ibukota Kerta Sekar yg terletak di Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY. Ibukota Kerta Sekar dihancurkan dengan berondongan peluru & tembakan meriam legiun Belada, sehingga Pangeran Balitar bersama pengikutnya menyingkir ke arah wetan (timur), yakni ke wilayah Malang, Jawa Timur. Namun karena merebaknya wabah penyakit, kemudian jatuh sakit & meninggal dekat Kediri tahun 1721. Pangeran Balitar wafat  kemudian dimakamkan di Nitikan Yogyakarta disamping makam Ibunya GKR Pakubuwana I.


Pangeran Purbaya yang masih di Malang kemudian bersatu dengan Panembahan Herucakra atau Pangeran Diponegara meneruskan perlawanan.


Pangeran Dipanegara adalah putra sulung Sunan Pakubuwana I , beliau mendapat tugas menumpas pemberontakan Arya Jayapuspita pada tahun 1719, saat pulang ke ibukota Mataram Kartosuro mendapat berita bahwa Raden Mas Suryaputra telah dinobatkan di Pendhapa Agung Kraton Kartasura, setelah

Mendengar kabar itu Pangeran Diponegara batal pulang ke ibukota, kemudian mendeklarasikan diri sebagai penguasa baru di Madiun dengan gelar : Panembahan Herucakra. Pangeran Dipanegara kemudian menjalin koalisi dengan Jayapuspita, orang yg seharusnya ditangkap. Mereka lalu mengkonsolidasikan kekuatan pasukannya di Kadipaten Mojokerto, Jawa Timur.


Singkat cerita tahun 1723 pihak VOC melakukan operasi tipu daya dengan mengundang P Purbaya dan Pangeran Diponegoro dengan dalih akan diangkat menjadi raja. Pertemuan diadakan di Pasuruan. Kemudian P Purbaya dan Pangeran Diponegara diajak ke Semarang lewat Pelabuhan Surabaya. Setelah sampai di Semarang,  Sementara itu Pangeran Purbaya yang belum menyadari tipu daya VOC akhirnya di penjara di Benteng Alang Alang Batavia kemudian diasingkan di Afrika Selatan. Dan Pangeran Diponègoro diasingkan ke Srilangka..


Pangeran Ario Mataram, putra Sunan Pakubuwana I,  yang tidak nyaman di Kraton Kartasura  secara diam diam meninggalkan kraton, meluncur ke wilayah Pati. Di tempat tersebut, lalu mengangkat dirinya menjadi penguasa Pati. Tetapi  pasukan gabungan Amangkurat IV, dengan persenjataan berat terlebih dahulu memporak porandakan pasukan Arya Mataram yg bermarkas di Grobogan (Purwodadi), Jawa Tengah bagian Timur yg jarak tempuhnya sekitar 89,8 km dari Kartasura.

Hingga dalam perkembangannya pasukan Ario Mataram menjadi berantakan akibat diserang persenjataan berat oleh legiun Belanda (VOC) &  pasukan Mataram Kartosuro. Bahkan Ario Mataram dapat ditangkap & dijatuhi hukuman gantung di Jepara, Jawa Tengah


Pada masa pemerintahan Amangkurat IV, terdapat seorang abdi pekatik (pembantu setia) yg sangat dekat dengan raja, yaitu Wongso Dipo. Karena jasanya dapat menyelamatkan jiwa Sunan Amangkurat IV, ketika terjadi perang dengan Pangeran Balitar & Pangeran Purboyo di Kraton Mataram Kartosuro, akhirnya Wongso Dipo diangkat menjadi Bupati Grobogan dengan gelar : Tumenggung Martopuro. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, 21 Jumadilakhir tahun Jimakir, 1659, atau tanggal 4 Maret 1726.  


Selanjutnya, padamnya pemberontakan tersebut bukan berarti Kraton Mataram Kartosuro menjadi aman. Sebab, masih ada ganjalan lain, yaitu perselisihan dengan Cakraningrat IV, Bupati Madura Barat, Jawa Timur. Sang Bupati ini, maunya Madura Barat tetap menjadi bagian dari pemerintah Kolonial Belanda, sesuai perjanjian yg telah ditanda-tangani pendahulunya. Selain itu, diyakini Madura akan lebih makmur jika berada dalam naungan Kolonial Belanda, (VOC), daripada di bawah kekuasaan Mataram Kartasura yg dianggapnya kurang baik dalam mengelola tata pemerintahannya. Tetapi perselisihan tersebut dapat diselesaikan ketika Cakraningrat IV diangkat sebagai menantu Sunan Amangkurat IV 


Setelah memerintah Kraton Mataram Kartasura selama lebih kurang 23 tahun dengan segala dinamikanya, Amangkurat IV, jatuh sakit pada bulan Maret 1726 yg konon akibat diracun secara perlahan. Akhirnya Sunan Amangkurat IV wafat di kraton Mataram Kartasura pada Sabtu 20 April 1726. Jenazah beliau kemudian dikebumikan di pemakaman raja-raja Mataram Pajimatan Imogiri  yang terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.


Foto Makam Sunan Amangkurat IV koleksi & milik Bp. Agus Budi Santoso

No comments:

Post a Comment