HARTABUTA :
Senin, 19-2-2024.
Notice !
Menurut SUHU ada yang aneh.
**********
Savira Oktavia - detikJatim
Jumat, 20 Okt 2023 16:00 WIB
Makam Sunan Drajat Lamongan
Makam Sunan Drajat/Foto: Eko Sudjarwo
Surabaya - Sunan Drajat dikenal sebagai penyebar Islam berjiwa sosial tinggi. Mulai memperhatikan fakir miskin, hingga lebih mengutamakan kesejahteraan sosial masyarakat.
Ajarannya lebih menekankan pada etos kerja keras dan empati berupa kedermawanan, pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial, dan gotong royong. Tidak hanya itu, Sunan Drajat juga mengajarkan tata cara membangun rumah, membuat peralatan berupa tandu dan joli.
Mengutip buku Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah karya Agus Sunyoto, berikut biografi Sunan Drajat.
Baca juga:
Biografi Sunan Ampel dan Asal-usul Namanya
Biografi Sunan Drajat:
1. Asal-usul dan Nasab Sunan Drajat
Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi, dengan nama Raden Qasim. Beliau merupakan putra bungsu Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila.
Sunan Drajat diketahui memiliki garis keturunan Sunan Bonang, yaitu berdarah Champa-Samarkand-Jawa. Sebab, sang ayah adalah putra Ibrahim Asmarakandi.
Menurut Babad Tjirebon, Babad Risakipun Majapahit, dan Hikayat Hasanuddin, kakek Sunan Drajat berasal dari Negeri Tyulen, Kazakshtan. Dengan begitu, nasab Raden Qasim adalah dari Tyulen di Kazakshtan dan Samarkand di Uzbekistan Asia Tengah, yang berimigrasi ke Champa.
Babad Tanah Djawi mengungkapkan bahwa Sunan Ampel sebelum menikah dengan Nyai Ageng Manila, terlebih dahulu menikahi Nyai Karimah.
Dari pernikahan dengan Nyai Karimah, lahirlah Dewi Murtosiyah yang dinikahi Sunan Giri. Sementara adiknya yakni Dewi Murtosimah dinikahi Raden Patah. Oleh karena itu, Raden Qasim mempunyai dua saudara lain ibu.
Diketahui, ada sembilan anak dari Sunan Ampel. Mereka yakni Nyai Ageng Manyuran, Nyai Ageng Manila, Nyai Ageng Wilis, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Ki Mamat, Syaik Amat, Nyai Ageng Medarum, dan Nyai Ageng Supriyah.
Makam Sunan Drajat
Makam Sunan Drajat/ Foto: Istimewa
2. Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan Sunan Drajat
Raden Qasim dididik dalam lingkungan keluarga ibunya yang berasal dari Jawa. sehingga beliau menguasai ilmu, bahasa, seni, budaya, sastra dan agama bercorak Jawa. Sunan Drajat juga menggubah sejumlah tembang macapat langgam Pangkur.
Sunan Drajat menuntut ilmu agama dari Sunan Ampel sendiri, sebelum akhirnya beliau dikirim oleh sang ayah kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon. Menurut Babad Tjirebon, Raden Qasim disebut dengan nama Masaikh Munat atau Pangeran Kadrajat.
Setelah berguru dengan Sunan Gunung Jati, beliau menikahi putrinya bernama Dewi Sufiyah dan menetap di Kadrajat. Sehingga beliau disebut sebagai Pangeran Kadrajat atau Pangeran Drajat.
Dari pernikahan itu, keduanya dikaruniai tiga orang anak. Mereka yaitu Pangeran Rekyana atau Pangeran Tranggana, Pangeran Sandi, dan Dewi Wuryan.
Setelah itu, Sunan Drajat menikah dengan Nyai Kemuning putri dari Kiai Mayang Madu. Lalu menikah lagi dengan Nyai Retna Ayu Candra Sekar putri dari adipati Kediri Arya Wiranatapada.
3. Perjalanan Dakwah Sunan Drajat
Berbekal pengetahuan dari Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat kembali ke Ampeldenta. Namun, atas perintah dari sang ayah, Sunan Drajat menyebarkan dakwah keislamannya di pesisir barat Gresik.
Dalam perjalanannya, perahu yang ditumpangi pecah dan beliau ditolong oleh ikan cucut dan ikan talang, sampai mendarat di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Jelag, Desa Banjarwati. Kedatangannya disambut baik oleh sesepuh kampung yaitu Kyai Mayang Madu dan Mbah Banjar.
Di Jelag, Sunan Drajat menikah dengan putri dari Kiai Mayang Madu bernama Nyai Kemuning. Di sana beliau mendirikan sebuah surau sebagai tempat mengajarkan penduduk setempat bacaan Al-Qur'an.
Dikisahkan juga, Sunan Drajat pernah ditempatkan sebagai imam pelindung di Lawang dan Sedayu. Setelah itu, Sunan Drajat melakukan riadhah rohani dengan uzlah di Ujung Pangkah, dengan cara tidak makan dan tidak tidur selama tiga bulan.
4. Pepali Pitu, Tujuh Falsafah Kehidupan Sunan Drajat
Dakwahnya dikenal dengan sebutan pepali pitu atau tujuh dasar ajaran. Dalam menyampaikan ajaran tersebut, Sunan Drajat terkadang memanfaatkan media kesenian, seperti menggubah tembang tengahan macapat pangkur.
Tujuh falsafah yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalan kehidupan itu sebagai berikut:
Memangun resep tyasing sasama (Kita selalu membuat senang hati orang lain).
Jroning suka kudu eling lan waspodo (Dalam suasana gembira hendaknya tetap ingat Tuhan dan selalu waspada).
Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah (Dalam upaya mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan).
Meper hardaning pancadriya (Senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu-nafsu indrawi).
Heneng - hening - henung (Dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam hening, akan mencapai jalan kebebasan mulia).
Mulya guna panca waktu (Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan menjalani sholat lima waktu).
Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup marang wong kang kaudanan (Berikan tongkat kepada orang buta. Berikan makan kepada orang yang lapar. Berikan pakaian kepada orang yang tak memiliki pakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang yang kehujanan).
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
https://www.detik.com/jatim/berita/d-6993111/biografi-sunan-drajat-dan-7-falsafah-hidupnya
[17/2 20.55] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Sunan Dadajat, Ada Yg Aneh
https://thegorbalsla.com/sunan-drajat/?amp=1
SUMBER INFORMASI
MENU
TEKNOLOGI AGAMA PENDIDIKAN BISNIS GAYA HIDUP
ABOUT USKEBIJAKAN PRIVASITENTANG PENULISKETENTUAN LAYANAN
HomeAgamaSUNAN DRAJAT : Biografi, Nama Asli, Kisah, Sejarah, Letak Makam
SUNAN DRAJAT : Biografi, Nama Asli, Kisah, Sejarah, Letak Makam
Sunan Drajat – Raden Qosim atau Sunan Drajat merupakan putra kedua dari Sunan Ampel, dan juga termasuk dalam anggota Walisongo yang sangat berpengaruh di pulau Jawa. Beliau merupakan wali Allah yang sangat berjiwa sosial dan bijaksana, terutama dalam mensejahterakan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan di sekitar Paciran.
Selain itu beliau juga ahli dalam bidang kesenian dan merupakan pelopor dari terciptanya melodi orkestra gamelan Jawa.
DAFTAR ISI
Biografi Sunan Drajat
Sejarah Riyadhoh dan Istri Istri Sunan Drajat
Perjalanan Dakwah Sunan Drajat
Metode Dakwah Sunan Drajat
Ajaran Sunan Drajat yang Terkenal
Makam Sunan Drajat
Museum dan Peninggalan Sunan Drajat
BIOGRAFI SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Menurut buku-buku sejarah walisongo, nama asli Sunan Drajat yaitu Raden Qosim. Beliau lahir sekitar tahun 1470 M, dan merupakan putra dari Sunan Ampel bersama Nyai Ageng Manila atau Dewi Condrowati.
Sunan Drajat merupakan anak kedua dari lima bersaudara, bersama dengan Sunan Bonang, Siti Muntisiyah (istri dari Sunan Giri), Nyai Ageng Maloka (istri dari Raden Patah), dan istri dari Sunan Kalijaga.
Dari silsilah Sunan Ampel, maka Sunan Drajat termasuk cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, seorang perintis dan pelopor pertama yang membawa Islam di tanah Jawa.
Sementara itu, Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Asmarakandi merupakan anak dari seorang ulama besar dari Persia, yakni Syekh Jamaludin Akbar atau Jumadil Kubro yang dipercaya sebagai keturunan ke-10 Sayidina Husein, cucu dari Nabi Muhammad SAW.
Ibu dari Sunan Drajat merupakan putri dari adipati Tuban yaitu Arya Teja IV, dan masih memiliki nasab dengan Ronggolawe. Ketika masih muda Sunan Drajat sering dipanggil dengan nama Raden Syarifuddin.
Selain itu beliau juga memiliki gelar Sunan Mayang Madu yang diberikan oleh Sultan Demak pertama (Raden Patah), dan masih banyak gelar lainnya seperti Sunan Muryapada, Maulana Hasyim, dan Syekh Masakeh.
SEJARAH RIYADHOH DAN ISTRI ISTRI SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Sama halnya Sunan Bonang, Sunan Drajat juga dibekali dengan ilmu agama oleh ayahnya secara teratur di pondok pesantren Ampel Denta Surabaya. Selain itu, beliau juga pernah berguru agama Islam pada Sunan Gunung Jati yang berada di Cirebon.
Meskipun sebelumnya Sunan Gunung Jati atau yang memiliki nama asli Syarif Hidayatullah adalah murid dari Sunan Ampel sendiri yang ditugaskan di daerah Cirebon.
Saat di daerah Cirebon, Sunan Drajat sering disebut dengan Syekh Syarifuddin. Di sana beliau turut membantu Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan dakwah agama Islam. Beliau kemudian menikah dengan Dewi Sufiyah yang merupakan putri dari Sunan Gunung Jati, dan dikaruniai anak bernama Pangeran Trenggana, Pangeran Sandi, dan Dewi Wuryan.
Selain itu, beliau juga menikah dengan Nyai Kemuning dan Nyai Retno Ayu Candrawati. Nyai Kemuning merupakan putri dari Mbah Mayang Madu yang merupakan seorang tetua desa Jelak.
Beliau merupakan orang yang telah menolong Sunan Drajat disaat terdampar dalam perjalanan dakwahnya menuju ke pesisir Gresik. Di lain sisi, Sunan Drajat juga menikahi Nyai Retno Ayu Candrawati yang merupakan putri dari Raden Suryadilaga, seorang adipati di kawasan Kediri.
PERJALANAN DAKWAH SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Sunan Drajat merupakan salah satu dari anggota walisongo yang terkenal akan kecerdasannya. Setelah beliau selesai dengan riyadhoh dan menguasai pelajaran agama Islam, beliau kemudian diperintahkan untuk menyebarkan ajaran agama di sebelah barat Surabaya khususnya pesisir Gresik.
Namun, dalam perjalanannya mengarungi lautan, perahu yang ditumpangi beliau mengalami musibah ombak besar hingga akhirnya tenggelam dan menyebabkan beliau terdampar di daerah pesisir Lamongan.
1. PERJALANAN DI TENGAH LAUT
Alkisah setelah belajar di Ampel Denta, Sunan Drajat memperoleh tugas dakwah pertama dari Sunan Ampel untuk memusatkan penyebaran Islam di daerah pesisir Gresik. Namun di tengah perjalanan dari Surabaya menggunakan perahu, beliau dihantam oleh ombak yang cukup besar sehingga membuat perahunya tenggelam.
Beliau bertahan dengan berpegangan pada dayung perahu, yang pada akhirnya diselamatkan oleh ikan cucut dan ikan talang (cakalang).
2. PERTOLONGAN IKAN DAN HIKMAH DI DALAMNYA
Jika melihat ke belakang sejarah, maka peristiwa Sunan Drajat ini hampir mirip dengan kisah Nabi Yunus dan juga kisah Sri Tanjung. Yang mana ketika Nabi Yunus dilempar ke tengah laut, beliau kemudian diselamatkan oleh ikan hiu yang sangat besar.
Jika kita mengambil hikmah dari ketiga kisah tersebut maka harusnya kita belajar dari ikan yang tidak pernah terlepas dari lingkungannya (air).
Sama seperti ikan yang hidup di air maka manusia juga tidak boleh terlepas dari tanggung jawabnya di lingkungan masyarakat. Ia harusnya menolong dan membantu bilamana dalam lingkungan tersebut mengalami keterbelakangan, bodoh, miskin, atau sebagainya.
Dan sebagaimana ikan yang memasuki lorong-lorong bebatuan untuk mencari kebaikan, maka manusia juga harus bisa membaca, mendengarkan, dan mencari tahu apa yang tengah diinginkan oleh masyarakat
3. TERDAMPAR DI PESISIR JELAK, BANJARWATI
Dengan menaiki kedua ikan tersebut, akhirnya Sunan Drajat berhasil mendarat di sebuah pesisir yang dikenal sebagai desa Jelak, Banjarwati. Menurut beberapa sumber, kejadian tersebut terjadi sekitar tahun 1485 M.
Di desa Jelak tersebut, beliau mendapat sambutan yang hangat oleh tetua kampung yaitu Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar yang diyakini sudah masuk Islam dengan bantuan pendakwah yang berasal dari Surabaya.
4.MENETAP DI DESA JELAK
Sunan Drajat kemudian menetap di desa Jelak dan menikah dengan putri dari Mbah Mayang Madu yaitu Nyai Kemuning. Beliau kemudian mendirikan surau yang akhirnya berkembang menjadi sebuah pesantren untuk mengaji ratusan penduduk disana.
Sunan Drajat berhasil mengubah desa Jelak yang tadinya hanyalah kampung kecil dan terpencil menjadi desa yang berkembang dan ramai. Nama desa tersebut akhirnya diubah menjadi desa Banjaranyar.
5. BABAT ALAS WILAYAH YANG BARU
Setelah lebih dari setahun di Jelak, Sunan Drajat akhirnya memutuskan untuk mencari tempat dakwah lain yang lebih strategis. Beliau kemudian berpindah sekitar satu kilometer ke arah selatan dan membuka lahan baru yang masih berupa hutan belantara.
Untuk menempati lahan tersebut, beliau bersama dengan Sunan Bonang meminta izin kepada Sultan Demak I dan mendapatkan ketetapan pemberian tanah tersebut tahun 1486 M.
Hutan yang berada di pegunungan tersebut dianggap sangat strategis karena jauh dari banjir saat musim hujan. Selain itu, pemilihan gunung juga dipercaya dekat dengan Allah sebagaimana Nabi Musa dan Nabi Muhammad yang mendapatkan wahyu untuk pertama kalinya.
Menurut beberapa kisah, selama pembukaan lahan, banyak sekali makhluk halus yang marah, meneror warga, serta menyebarkan penyakit, namun bisa diatasi oleh Sunan Drajat.
6. MENDIRIKAN PESANTREN DI PERBUKITAN SELATAN (NDALEM DUWUR)
Setelah proses pembukaan lahan selesai, Sunan Drajat beserta pengikutnya mendirikan pemukiman seluas 9 hektar. Berdasarkan petunjuk yang disampaikan Sunan Giri lewat mimpi, beliau menempati daerah sisi selatan perbukitan dan dinamai Ndalem Duwur (kini menjadi komplek pemakaman).
Sunan Drajat juga mendirikan masjid agak jauh di bagian barat tempat tinggalnya, untuk dijadikan sebagai pusat dakwah dan menghabiskan sisa hidupnya di daerah tersebut.
Berkat kecerdasannya, beliau mampu memegang kendali otonomi atas wilayah perdikan Drajat melalui kerajaan Demak selama 36 tahun. Atas kesuksesannya tersebut maka orang-orang menyebut beliau dengan nama “Kadrajat” yang artinya terangkat derajatnya.
Dari sebutan itulah akhirnya muncul nama Sunan Drajat. Selain itu, beliau juga mendapatkan gelar Sunan Mayang Madu (1520 M) dari Sultan Demak I, atas keberhasilannya dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Baca : Sunan Muria
METODE DAKWAH SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Menurut seorang antropologi bernama E. Vogt, masyarakat akan cenderung bersifat kolot dan juga progresif dalam menerima perubahan budaya. Mereka yang memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat cenderung tidak menyukai adanya perubahan yang mampu mengubah kedudukannya.
Sedangkan orang yang tidak memiliki kedudukan akan cenderung bersifat progresif. Dalam mengatasi hal-hal tersebut maka Sunan Drajat memiliki metode yang sangat bijak sebagaimana yang dijelaskan berikut.
1. MENJADI BAGIAN TERPENTING DALAM MASYARAKAT
Untuk bisa dihormati dan diikuti oleh masyarakat maka Sunan Bonang menjadi bagian terpenting dalam lingkungan dakwahnya. Dalam beberapa naskah disebutkan bahwa beliau menikahi putri-putri dari petinggi desa atau wilayah kabupaten.
Dengan demikian maka cukup mudah bagi beliau untuk mengajak pemimpin dan rakyatnya masuk dalam agama Islam, atau mengajak orang-orang yang lebih kaya untuk menginfakkan sebagian harta mereka pada fakir miskin.
Selain itu, beliau juga mampu mengambil hati masyarakat dengan menyembuhkan warga yang sakit melalui doa dan juga ramuan tradisional.
Beliau juga terkenal dengan kesaktiannya, terbukti dengan adanya Sumur Lengsanga di daerah Sumenggah, yang diciptakan dari sembilan lubang bekas umbi hutan yang dicabut dan akhirnya memancarkan air bening untuk menghilangkan dahaga para pengikutnya selama perjalanan.
2. MENGAYOMI MASYARAKAT
Sunan Drajat kerap sekali memperhatikan rakyatnya, terutama setelah pembukaan lahan baru di perbukitan Drajat. Beliau sering melakukan ronda atau mengitari perkampungan di malam hari untuk mengamankan dan melindungi rakyatnya dari gangguan makhluk halus yang sering meneror warga.
Bahkan setelah sholat ashar, beliau juga sering berkeliling sembari berzikir dan mengingatkan penduduk untuk menghentikan pekerjaan mereka, serta mengajak untuk melaksanakan sholat maghrib.
3. MENGENTASKAN KEMISKINAN RAKYAT
Sunan Drajat terkenal dengan jiwa sosialnya yang tinggi dengan selalu memperhatikan kaum fakir miskin. Sesuai dengan namanya Al-Qosim yang berarti orang yang suka memberi harta warisan, rampasan perang, dan sebagainya.
Ajaran Sunan Drajat lebih ditekankan pada kesejahteraan masyarakat berupa kedermawanan, solidaritas, gotong royong, menciptakan kemakmuran, dan pengentasan kemiskinan. Setelah hal itu terwujud barulah beliau memberikan ajaran dan pemahaman tentang Islam.
4. DENGAN KEARIFAN DAN KEBIJAKSANAAN
Sunan Drajat menyampaikan ajaran Islam melalui metode dakwah bil-hikmah atau dengan cara-cara yang bijak dan tidak memaksa. Beliau menggunakan pendekatan lewat pengajian-pengajian di masjid, menyelenggarakan pendidikan pesantren, dan memberikan fatwa/petuah untuk berbagai masalah.
Selain itu, beliau juga mengajarkan kepada muridnya tentang kaidah untuk tidak saling menyakiti baik secara perkataan maupun perbuatan, seperti: “Hindari pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukannya”.
5. MELALUI KESENIAN TRADISIONAL
Sama seperti Sunan Bonang, Sunan Drajat juga sering berdakwah melalui adat lokal dan kesenian tradisional, asalkan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Beliau sering menyampaikan petuah melalui tembang pangkur yang diiringi dengan alat musik gending.
Beberapa tembang pangkur yang diubah telah disimpan rapi di museum Sunan Drajat. Selain itu, keahlian bermusik Sunan Drajat juga dibuktikan dengan adanya seperangkat gamelan ‘Singo Mengkok’.
6. LEWAT PITUTUR SOSIAL
Di sisi lain, Sunan Drajat juga mengajarkan tata cara hidup sebagai makhluk sosial yang harus saling membantu. Terbukti dengan adanya artefak di komplek makam yang bertuliskan catur piwulang.
Adapun empat pokok yang diajarkan oleh Sunan Drajat tersebut meliputi: berikan tongkat pada orang buta, berikan makan orang yang kelaparan, berikan pakaian pada orang telanjang, dan berikan payung pada orang yang kehujanan.
AJARAN SUNAN DRAJAT YANG TERKENAL
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Dalam mengamalkan ajaran Islam terutama meningkatkan jiwa sosial dan juga pengentasan kemiskinan, Sunan Drajat mengajarkan filosofi yang dilukiskan dalam tujuh sap tangga di komplek makam Sunan Drajat. Tujuh ajaran tersebut sangat supel dan mampu diamalkan siapa saja dari berbagai kalangan maupun tingkatan. Adapun makna filosofi ketujuh sap tangga tersebut yakni sebagai berikut:
Pertama: “Memangun resep tyasing Sasoma”, artinya kita harus selalu membuat hati orang lain merasa senang.
Kedua: “Jroning suka kudu éling lan waspada”, maka ketika kita merasa bahagia, kita harus selalu ingat pada sang Kuasa (bersyukur) dan tetap waspada.
Ketiga: “Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah”, artinya dalam perjalanan untuk menggapai cita-cita yang luhur maka kita tidak boleh takut dan mudah putus asa terhadap segala macam rintangan.
Keempat: “Mèpèr Hardaning Pancadriya”, anjuran untuk selalu menekan hawa nafsu yang bergelora.
Kelima: “Heneng – Hening – Henung”, artinya dalam keadaan diam kita bisa mendapat keheningan, dan saat keadaan menjadi hening maka disitulah kita mampu menggapai cita-cita yang mulia.
Keenam: “Mulya guna Panca Waktu”, maknanya adalah suatu kebahagiaan secara lahir dan batin yang bisa kita peroleh dengan melaksanakan sholat lima waktu.
Ketujuh: Empat ajaran pokok bersosialisasi (catur piwulang) seperti yang dituliskan di atas. Maknanya yaitu kita harus memberikan ilmu kepada orang yang belum mengerti (bodoh), kita harus mensejahterakan orang yang miskin, kita harus mengajari tentang kesusilaan pada orang yang tidak tahu malu, dan kita harus melindungi orang yang sedang menderita atau terkena musibah.
Baca : Sunan Bonang
MAKAM SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Selama 36 tahun, Sunan Drajat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengajarkan Islam di Ndalem Duwur. Beliau wafat sekitar tahun 1522 M dan dimakamkan di perbukitan Drajat, Paciran, Lamongan. Makam beliau terletak di posisi paling tinggi dan berada di belakang.
Sementara itu, di dekat makam terdapat museum peninggalan Sunan Drajat, termasuk kumpulan tembang pangkur, gamelan, dan juga dayung perahu yang pernah menyelamatkannya.
Kompleks pemakaman terbagi menjadi tujuh halaman yang secara keseluruhan terdapat di perbukitan. Berbagai pemugaran di komplek makan Sunan Drajat diberikan langsung oleh pemerintah setempat untuk mendukung pelestarian warisan sejarah tersebut.
Ada pintu Gapura Paduraksa dengan hiasan cungkup, serta pagar kayu bermotif sulur dan teratai yang mampu menguatkan kesan lambang sebuah gunung. Selain itu ada juga pembangunan kembali Masjid Sunan Drajat.
MUSEUM DAN PENINGGALAN SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat
Sunan Drajat
Selain melakukan pemugaran komplek makam, pemerintah setempat Kabupaten Lamongan juga mendirikan Museum Daerah Sunan Drajat untuk mengenang jasa para wali dan Sunan Drajat yang menyebarkan agama Islam di Jawa khususnya Lamongan. Museum ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur pada tanggal 1 Maret 1992, dan letaknya di sebelah timur makam Sunan Drajat.
Dalam sejarahnya, para wali termasuk Sunan Drajat kerap sekali menggunakan kesenian tradisional untuk melakukan dakwahnya. Sunan Drajat sendiri terkenal sebagai wali Allah yang menjadi pelopor terciptanya tembang Mocopat seperti Pangkur. Selain itu, terdapat bukti lain seperti beberapa alat gamelan yang dinamai “Singo Mengkok” dan hanya tinggal kerangkanya yang tersimpan di museum.
Baca : Ayat Kursi
Boleh copy paste, tapi jangan lupa cantumkan sumber. Terimakasih
Sunan Drajat
Related Posts
DOA BUKA PUASA : Hadist, Keutamaan, Bahasa Arab, Latin, Artinya
DOA BUKA PUASA : Hadist, Keutamaan, Bahasa Arab, Latin, Artinya
Doa Sebelum Tidur dan Bangun Tidur Beserta Arab, Latin, dan Artinya
Doa Sebelum Tidur dan Bangun Tidur Beserta Arab, Latin, dan Artinya
DOA ZAKAT FITRAH : Tata Cara, Niat, Ketentuan, Hukum (Lengkap)
DOA ZAKAT FITRAH : Tata Cara, Niat, Ketentuan, Hukum (Lengkap)
SUNAN BONANG : Biografi, Nama Asli, Kisah, Sejarah, Letak Makam
SUNAN BONANG : Biografi, Nama Asli, Kisah, Sejarah, Letak Makam
Kumpulan Doa untuk Anak Sholeh, Baru Lahir, Sakit Parah (Lengkap)
Kumpulan Doa untuk Anak Sholeh, Baru Lahir, Sakit Parah (Lengkap)
Doa Menjenguk Orang Sakit Beserta Adab, Hukum, dan Keutamaannya
Doa Menjenguk Orang Sakit Beserta Adab, Hukum, dan Keutamaannya
About The Author
Arofat Media
Siful Hadi Arofat adalah penulis yang berpengalaman dalam menulis artikel dibidang pendidikan, bidang kuliner dan bidang agama. Penulis selalu berupaya untuk selalu update informasi terbarukan sesuai dengan perkembangan zaman dan selalu update di www.thegorbalsla.com
Search the site
Search
SPONSOR
Sumber Informasi Copyright © 2024.
Sumber Lain :
https://nyamankubro.com/sunan-drajat/
Nyamankubro
Beranda » Walisongo » Sunan Drajat
Sunan Drajat
Desember 12, 2020 3 min read
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Islam menyebar di indonesia salah satunya merupakan adanya kerja keras dari para wali Allh yang tergabung dalam kelompok Walisongo. Berikut ini akan kami ulas secara singkat mengenai sejarah dari Sunan Drajat, simak pembahasannya dibawah ini.
Daftar Isi
Biografi Sunan Drajat
Istri Sunan Drajat
Menetap Di Desa Jelak
Babat Wilayah Baru
Ajaran Sunan Drajat
Makam Sunan Drajat
Biografi Sunan Drajat
Sebagaimana terdapat dalam buku-buku yang mengisahkan tentang riwayat Walisongo, nama asli dari Sunan Drajat ialah Raden Qosim. Beliau lahir pada tahun !470 M yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila atau Dewi Chandrawati.
Sunan Drajat memiliki empat saudara dimana salah satunya ialah Sunan Bonang. Silsilah dari jalur ayah Sunan Drajat merupakan cucu dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim, ialah seseorang yang menjadi awal mula penyebaran agama Islam di Tanah Jawa yang dibawanya dari Negara asalnya yaitu Timur Tengah.
Adapun Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau dikenal dengan Syaikh Asmorokondi merupakan putra ulama terkemuka berkebangsaan Persia yaitu Syaikh Jamaluddin Akbar atau dikenal juga dengan Syaikh Jumadil Kubro. Adapun Syaikh Jamaluddin Akbar sendiri merupakan keturunan kesepuluh dari Sayyidina Husein, cucu Rasulullah saw.
Ibunda Sunan Drajat adalah keturunan dari adipati Tuban yaitu Arya Teja IV yang masih memiliki keturunan nasab dengan Ronggolawe. Sunan Drajat juga memiliki gelar sunan Mayang Madu yang diberikan oleh Sultan Demak pertama yaitu raden Patah.
Sunan Drajat juga memiliki beberapa gelar lainnya seperti Sunan Muryapada, Maulana Hasyim dan Syaikh Masakeh.
Istri Sunan Drajat
Selain belajar kepada ayahnya sendiri Sunan Drajat juga belajar agama Islam kepada Sunan Gunung jati Cirebon meskipun sebenarnya Sunan Gunung Jati atau Raden Syarief Hidayatullah ialah murid dari Sunan Ampel yang ditugaskan untuk berdakwah di daerah Cirebon.
Ketika di Cirebon Sunan Drajat lebih dikenal dengan nama Raden Syarifudin, di Cirebon Sunan Drajat membantu Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama Islam. Hingga kemudian Sunan Drajat dinikahkan dengan putri Sunan Gunung Jati yaitu Dewi Sufiyah.
Bersama Dewi Sufiyah Sunan Drajat dikaruniai anak yang diberi nama Pangeran Trenggana, Pangeran Sandi dan Dewi Wuryan.
Selain menikah dengan Dewi Sufiyah Sunan Drajat juga menikah dengan Nyai Kemuning dan Nyai Retni Ayu Candrawati. Adapun Nyai Kemuning ialah putri dari Mbah Mayang Madu yang merupakan sesepuh di desa Jalak. Mbah Mayang Madu ialah seseorang yang telah Menolong Sunan Drajat ketika terdampar di Gresik dalam perjalanan dakwahnya.
Adapun Nyai Retno Candrawati ialah putri dari Raden Suryadilaga yaitu seorang adipati di kawasan Kediri.
Setelah beliau melakukan riyadhoh dan menguasai banyak ilmu agama, Sunan Drajat disuruh oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel untuk berdakwah di wilayah pesisir Gresik atau sebelah barat wilayah Surabaya.
Dalam perjalanannya beliau mengalami musibah, perahu yang diguakan dihantam ombak besar sehingga tenggelam. Beliau lantas bertahan dengan menggunakan dayung perahu. Dalam keadaan demikian kemudian ditolong oleh ikan Cucut dan ikan Talang (Cakalang). Beliau terdampar di daerah Pesisir Lamongan dan di tolong oleh Mbah Mayang Madu.
Menetap Di Desa Jelak
Setelah selamat dari musibah badai dan ditolong oleh ikan kemudian Sunan Drajat menetap di Desa Jelak. Sebagaimana disebutkan diatas Sunan Drajat kemudian dinikahkan Dengan Nyai Kemuning, putri dari salah satu sesepuh Desa Jelak.
Beliau kemudian menatap di Desa Jelak dan mendirikan sebuah surau. Dari surau inilah kemudian beliau mengajarkan ajaran Islam hingga menjadi berkembang pesat pada kala itu.
Dengan demikian desa yang mulanya sepi dan terpencil kemudian berubah menjadi ramai dan berkembang. Desa tempat tinggal Sunan Drajat yang semula bernama Desa Jalak kemudian dirubah nama menjadi Desa Banjaranyar.
Babat Wilayah Baru
Setelah berada di Desa Jelak, Sunan Drajat kemudian memutuskan untuk mencari tempat lain untuk mengembangkan dakwahnya. Beliau bergeser kurang lebih satu kilometer ke arah selatan dan membuka lahan baru yang masih berupa hutan belantara.
Dalam menempati wilayah tersebut beliau bersama Sunan Bonang meminta izin kepada Sultan Demak I. Sultan Demak kemudian mengizinkannya yang pada waktu itu bertepatan dengan tahun 1486 M.
Pemilihan tempat tersebut beralasan karena tempatnya yang strategis yaitu berada di atas bukit sehingga lebih aman dari adanya banjir. Namun dalam prosesnya, Sunan Drajat menghadapi banyak rintangan karena banyak dari bangsa makhluk halus yang tidak terima tempatnya di babat oleh Sunan Drajat.
Dari beberapa kisah menceritakan bahwa selama proses pembabatan tersebut berlangsung banyak makhluk halus yang marah dan meneror warga sekitar juga menyebarkan wabah penyakit. Namun demikian semuanya dapat diatasi oleh Sunan Drajat.
Mendirikan pesantren di ndalem duwur
Setelah proses pembabatan selesai kemudian Sunan Drajat mendirikan pesantren bersama para pengikutnya dan mendirikan pemukiman dengan luas skitar 9 hektar. Melalui mimpinya Sunan Drajat mendapat petunjuk dari Sunan Giri agar menempati wilayah sebelah selatan perbukitan yang kemudian dinamai Ndalem Duwur (sekarang menjadi komplek makam).
Sunan Drajat juga membangun sebuah masjid di sebelah barat tempat tinggalnya. Masjid tersebut kemudian dijadikan sebagai tempat untuk berdakwah hingga akhir hayatnya. Selain berhasil membuka tempat dakwah baru beliau juga berhasil memegang kendali otonomi di wilayah perbukitan tersebut melalui kerajaan Demak selama 36 tahun.
Dari keberhasilan itulah kemudian masyarakat menyebut beliau dengan nama “Kudrajat” atau yang bermakna “terangkat derajatnya.” Berawal dari sebutan itulah kemudian muncul nama Sunan Drajat. Oleh Sultan Demak beliau diberi gelar Sunan Mayang Madu (1520 M) karen berhasil mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Baca Juga : Biografii Sunan Kalijaga
Ajaran Sunan Drajat
Beberapa ajaran Sunan Drajat yang terkenal hingga saat ini antara lain
Memangun resep tyasing sasoma, maksudnya ialah agar selalu membangun hati orang lain menjadi senang
Jroning suka kudu eling lan waspada, artinya yaitu dikala bahagia kita tetap harus selalu ingat kepada yang maha Kuasa (bersyukur) dan tetap waspada
Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah, maksudnya ialah dalam perjalanan menggapai cita-cita atau tujuan yang luhur maka kita tidak boleh takut dan tidak boleh mudah putus asa akan rintangan dan tantangan yang ada
Meper hardaning pancadriya yaitu mengandung makna anjuran untuk selalu menekan hawa nafsu yang bergejolak
Heneng-hening-henung, yaitu dalam keadaan diam kita bisa mendapatkan keheningan, dalam keadaan hening itulah kita bisa menggapai cita-cita yang mulia.
Mulya guna panca waktu, maksudnya ialah suatu kebahagiaan secara lahir dan batin dapat diperoleh dengan melaksanakan sholat lima waktu.
Empat ajaran pokok bersosialisasi (catur piwulang) yaitu berisi ajaran;
Wenehno teken marang wong kang wuto (berikanlah tongkat kepada orang yang buta)
Wenehno mangan marang wong kang luwe (berikanlah makanan kepada orang yang lapar)
Wenehno busnon marang wong kang wudo (berikanlah pakaian kepada orang yang telanjang)
Wenehno ngiyup marang wong kang kudanan (berikanlah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan)
Baca Juga : Biografi Sunan Kudus
Makam Sunan Drajat
Makam Sunan drajat terletak di daerah Paciran Lamongan. Letak makam Sunan Drajat ialah daerah yang dahulu beliau bangun dan tempat beliau menyebarkan agama Islam. Selama 36 tahun beliau menghabiskan sisa waktunya di ndalem Duwur dan di tempat itulah beliau dimakamkan. Sunan Drajat wafat sekitar pada tahun 1522 M.
Masih di tempat pemakaman beliau juga terdapat museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan beliau, seperti kumpulan tembang pangkur, gamelan, dan juga dayung perahu yang dahulu menyelamatkan beliau dari badai.
© Nyamankubro.com
[17/2 21.02] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://id.rodovid.org/wk/Orang:26648
[17/2 21.03] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://id.rodovid.org/wk/Orang:393772
[17/2 21.04] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://id.rodovid.org/wk/Orang:850722
[18/2 06.21] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/PfPrUJY47AJvkQvj/?mibextid=xfxF2i
Assalamu'alaikum wr. Wb
Barangkali disini ada yang satu trah dgn Saya atau mengetahui silsilah Eyang saya keatas. Beliau bernama KERTOWONGSO ( Eyang Godeg kertowongso).yang sepengetahuan dari keluarga besar saya beliau dari banjarnegara. Beliau Dulu yang Babad alas Dusun Telogorejo,Lawang, Malang. Beliau memiliki anak antara lain bernama KERTOTRUNO, KERTOISHAQ, Dan, KERTOIBROHIM.
🙏🙏
[18/2 12.18] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.nugresik.or.id/sejarah-kanjeng-sepuh-sidayu-sang-rojo-pandito/
Lewati ke konten
NUGRES
Advertisment
NUGres » TOKOH »Sejarah Kanjeng Sepuh Sidayu Sang Rojo Pandito
Sejarah Kanjeng Sepuh Sidayu Sang Rojo Pandito
oleh Redaksi NUGres
26 Januari 2022olehNU Gresik-4423 Dilihat
Kecamatan Sidayu hanyalah satu di antara 18 kecamatan di Kabupaten Gresik saat ini. Namun, kecamatan tersebut meninggalkan bukti-bukti sejarah kebesaran sebagai bekas sebuah Kadipaten.
Sidayu merupakan Kota tua, jejak sejarah Kabupaten Gresik tertapak jelas dibekas Kadipaten Sedayu yang kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan masih membekas sebagai ikon sebuah kadipaten di zaman penjajahan Belanda. Ada pintu gerbang dan pendapa keraton. Ada pula masjid dan alun-alun, telaga rambit dan sumur dahar sebagai sumber air Sedayu.
Bangunan tersebut termasuk sebuah situs yang kini seperti onggokan bangunan tidak bermakna. Diperkirakan, situs itu berusia satu abad. Situs tersebut dibangun menjelang perpindahan Kadipaten Sedayu ke wilayah Kadipaten Jombang oleh penjajah Belanda pada sekitar 1910.
Sejak berdiri pada 1675, Kadipaten Sedayu dipimpin oleh sedikitnya sepuluh adipati. Adipati yang paling dikenal adalah Kanjeng Sepuh Sedayu. Meski hanya sebuah kecamatan, Sidayu memiliki alun-alun yang cukup luas dan bangunan-bangunan tua yang cukup megah. Itu merupakan pertanda bahwa Sedayu, atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kecamatan Sidayu, dulu merupakan kota tua yang pernah jaya.
Sebelum akhirnya menjadi bagian yang terintegrasi dengan Kabupaten Gresik, Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri pada masa pemerintahan Mataram. Istimewanya, Kadipaten Sedayu saat itu mempunyai koneksitas kewilayahan secara langsung di bawah kekuasaan Raja Mataram Prabu Amangkurat I dengan adipati pertama bernama Raden Kromo Widjodjo.
Nama-nama bupati yang pernah memerintah di kadipaten Sedayu adalah sebagai berikut:
1. Raden Kromo Widjojo
2. Adipati Probolinggo
3. Raden Kanjeng Soewargo
4. Raden Kanjeng Sido Ngawen
5. Raden Kanjeng Sido Banten
6. Kanjeng Kudus
7. Kanjeng Djoko
8. Kanjeng Sepuh
9. Kanjeng Pangeran
10. Ragen Badru
Namun, sejarah Kadipaten Sedayu mencatat nama harum adipati ke-8, yaitu Kanjeng Sepuh Sedayu. Kanjeng Sepuh dianggap sebagai aulia dan pemimpin besar Kadipaten Sedayu yang layak mendapatkan penghormatan. Kanjeng Sepuh tersohor lantaran beliau adalah seorang bupati yang ulama atau ulama yang menjadi seorang bupati (Rojo Pandito). Beliau sangat dicintai masyarakatnya karena beliau sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya terutama kawula alit. Kecintaan itu hingga kini tidak luntur.
Riwayat Kanjeng Sepuh
Kanjeng Sepuh Sidayu dilahirkan di Kudus tahun 1784 M. Ayahnya bernama K.G.B.R.M. Suryadi bergelar Sampeyan dalem hingkang sinuhun kanjeng susuhunan Paku Buwana senopati ing ngalaga Abdurrahman sayidin panata gama khalifatullah ing kang kaping III ing negari Surakarta Hadiningrat 1749-1788 M. bin K.G.B.R.M. Probosuyoso Paku Buwono II bin K.G.B.R.M.Suryoputro Prabu Hamangkurat Jawi bin K.G.B.R.M. Darajat Paku Bwono I bin K.G.B.R.M. Sayidin Hamangkurat Agung bin K.G.B.R.M. Jatmiko (Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo bin K.G. Ratu Mas Hadi (Permaisuri Kanjeng Panembahan Hanyokrowati) binti
K. Sultan Prabuwijaya Benowo (Syaikh Abi Nawa) bin Ratu Mas Cempaka (Permaisuri Sultan Hadiwojoyo/Joko Tingkir) binti Sultan Trenggono, bin Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah Demak Bintoro
Sedangkan Ibunya bernama R. Ayu Paku Wati binti K. Ratu Maduretno binti K.G.B.R.M Suryoputro Prabu Hamngkurat Jawi.
Nama asli Kanjeng Sepuh Sidayu sampai penulisan sejarah ini belum diketahui karena kebiasan orang jawa bila memberi nama anaknya itu dipengaruhi dari tingkatan kejadian misal nama kelahiran/asli, nama setelah nikah, nama setelah menerima jabatan, nama sesuai dengan keahliannya [R. Muhammad Qosim/R. Ma’sum/R. Abdur Rahman/R. Ahmad Asykur/R. Museng/R. Ranggo/ K.G.P.R. Adipati Ariyo Sosrodiningrat/R. Adipati Aryo Soro Adiningrat/R. Soro Diningrat/R. Adipati Soerjo Adiningrat/ Kyai Panembahan Haryo Suryo Diningrat] Ketika beliau di Kudus mendapat bimbingan oleh Kiyai Wajah dzuriyah s. Kudus mulai dari ilmu alat, al-Qur’an, al-Hadits, ibadah syariat, dan Tauhid
Ketika usia 14 tahun berangkat haji dan belajar pada ulama’ Hijaz, tahun 1808 M. kembali ke Kudus serta dinikahkan oleh K.G.Ratu Timur dengan R.A. Pojowati putri R.M. Sulomo [Mangku Negaran II] dikarunia 5 putra
K.P.R. Ariyo Soro Hadiningrat/Bupati Sidayu,
R.T.A. Tejo Kusumo/Bupati Kediri,
R.T.A. Jayo Kusumo I/bupati kediri
R.Soro Winoto/Bupati Gresik,
R. Qimat/berdakwah di Solo sampai Yojakarta dengan media Gamelan
Pernikahan dengan istri kedua R.A. Dewi Wardah dzuriyah s. Derajat setelah menuntut ilmu dengan Sayyid Kuning Lamongan dikarunia anak,
R.A. Muji istri R.P. Tjakra Noto Hadi Negoro/Bupati Pamekasan,
R. Jamilun/Berdakwah diwilayah Jombang sampai pesisir Utara pulau Jawa.
Pernikahan dengan istri ketiga R.A. Bawon dari Bali setelah diangkat menjadi Bupati Sidayu dikarunia anak
R. Badrun/Bupati Sidayu-Jombang
Istri ketiga di angkat Gelar dan bernama R.A. Surti Kanti, beliau hijrah ke Sidayu tanggal 12 Muharam 1214 H./1814 M. mengikuti ayah tirinya menjadi Bupati Sidayu, oleh ayah tirinya didatangkan guru agama murid s. Ampel Surabaya [Sayyid Kuning] untuk membimbing kakak, adik dan beliau berbagai ilmu, ilmu syariat, ilmu filsafat, ilmu thariqat, ilmu haqiqat
Kanjeng Sepuh berkholwat dimakam selama 41 hari, dan 100 hari tidak tidur di pantai kacak Banyuurib Ujung Pangkah. ilmu ma’rifat, ilmu rasoh mulyo, dan beliau otodidak mempelajari kitab karya imam Ghazaili, karya Muthafa al-Ghalayain, karya ibnu Sina, karya Hajjaj bin Arthah, karya Wali Songo serta meneladani khalifah Umar bin Khattab dan Sunan Kali Jaga,
Dimalam hari berkeliling wilayah Sidayu untuk memperhatikan dan memberi santunan masyarakatnya yang dibawa garis fakir-miskin serta setiap malam mengisi air tempat wudlu orang-orang yang selalu melaksanakan ibadah sholat tahajud, masyarakat baru tahu setelah beliau wafat, karena sifat kebiyasaan beliau itu mendapat nama R, Museng [bahasa Madura luwak=suka keluar malam hari] sebagi bukti di desa Tempuran Lamongan diperbatasan Tuban ada Kalibela yang dibuat pada malam hari oleh Kanjeng Sepuh untuk memisakan dua daerah yang selalu bertikai, setelah itu masyarakatnya hidup damai
Kecintaan masyarakat pada Kanjeng Sepuh Sangatlah tinggi.
Hal ini dibuktikan diantaranya dengan diabadikannya nama beliau sebagai nama Majid Besar Sidayu dan nama Lembaga Pendikan terbesar di kecamatan Sidayu yaitu Perkumpulan Kanjeng Sepuh Sidayu atau lebih dikenal dengan singkatan PKSS.
Pada masa hidupnya beliau mempunyai kegemaran memelihara kuda baik sebagai kuda tunggangan maupun kuda penarik kereta. Suatu saat beliau mendengar bahwa di Ujungpangkah ada seorang yang mempunyai kuda yang bagus. Orang itu bernama Kyai Jayeng Katon. Beliau ingin sekali mendatanginya untuk berguru cara merawat kuda. Beliau terkagum-kagum melihat kuda punya Kyai Jayeng Katon. Kuda itu badannya tinggi, tubuhnya ramping, kulitnya hitam, bulunya mengkilat. Kuda itu diberi nama kuda Sembrani. Kuda itu sangat penurut kepada majikannya. Meskipun tanpa ada seutas tali yang mengikatnya, kuda tidak mau pergi meninggalkan tempatnya. Kuda pintar sekali terhadap bahasa isyarat yang diberikan oleh majikannya. Kuda itu menuruti segala perintah tuannya.
Kanjeng Sepuh sangat takjub dan tertarik terhadap kuda itu. Beliau ingin sekali mempunyai kuda-kuda seperti kuda yang dimiliki Kyai Jayeng Katon. Beliau lebih takjub lagi kepada pemilik kuda itu.
Kyai Jayeng Katon ternyata seorang ulama yang alim, bersahaja, dan memiliki ilmu kanoragan yang tinggi.
Kyai Jayeng Katon juga sebagai pemangku pondok Ujungpangkah
Beliau bisa mengukur kedalaman ilmu seseorang karena beliau sendiri seorang ulama.
Kanjeng Sepuh mengirimkan kuda-kuda beliau ke Ujungpangkah untuk dirawatkan kepada Jayeng Katon. Kuda-kuda itu ditempatkan di sebuah tanah lapang sekitar enam ratus meter ke timur dari pondok Ujungpangkah atau rumah Kyai Jayeng Katon.
Kuda-kuda itu dibiarkan bebas di tanah lapang itu. Kyai Jayeng Katon menyediakan tempat berteduh kuda-kuda itu secara terbuka. Tidak ada pagar atau batas.
Namun, kuda-kuda itu tidak meninggalkan area tanah lapang tempat merumput.
Tempat itu dikenal dengan nama Monok karena di tempat itu banyak penekan atau tumpukan kotoran kuda.
Di bagian selatan tanah lapang itu disediakan jambangan atau bejana yang selalu penuh diisi air untuk tempat minum kuda-kuda Kanjeng Sepuh. Tempat itu dikenal dengan sebutan Jambangan.
Suatu ketika, Kanjeng Sepuh bersilaturrahim ke Pondok Ujungpangkah yang diasuh oleh Kyai Jayeng Katon sambil ingin melihat-melihat kuda-kuda yang telah dititipkan. Beliau sangat senang melihat kuda-kuda beliau. Beliau tidak menyangka kuda-kuda itu berubah jadi lebih gagah.
Keberanian Kanjeng Sepuh menantang kebijakan Belanda
Kiprahnya yang kritis terhadap kekuasaan dan kooptasi Belanda atau kerajaan lain waktu itu dikenang cukup positif. Di mata warga Sedayu maupun sekitar nya, hingga kini nama Kanjeng Sepuh tetap harum sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat selama memerintah Sedayu pada 1816-1855.
Catatan (alm) K. Ridwad Ahmad dari Djawatan Penerangan RI Kecamatan Sidayu tanggal 25 Februari 1957 menyebut, Kanjeng Sepuh Sedayu seorang ahli strategi perang dan politik serta pemerintahan.
Banyak jasa Kanjeng Sepuh untuk menenteramkan rakyatnya sekaligus melindungi mereka dari berbagai teror selama masa penjajahan
Keberanian Kanjeng Sepuh menantang kebijakan Belanda tentang pajak juga menjadi catatan. Adipati dengan berani mengusulkan memberi nama sebuah pasar di Surabaya dengan nama Kabean, yang berarti untuk semua, dalam sebuah rapat dengan pemerintah Belanda waktu itu. Maksudnya, beliau menolak diskriminasi dan kenaikan pajak yang dikehendaki Belanda. Sebab, waktu itu Belanda punya iktikad untuk membeda-bedakan pedagang dengan maksud menaikkan pajak. Pasar tersebut saat ini dikenal dengan nama Pasar Pabean.
Beliau juga dekat dengan rakyat. Diam-diam, di malam hari, beliau berkeliling ke seluruh wilayah Kadipaten, yang meliputi Sedayu,Lamongan, Babat, hingga Jombang, untuk melihat keseharian dan problem masyarakatnya.
Itu seperti yang dilakukan Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab.
Berbagai peninggalan sejarah Sidayu telah mendapatkan perhatian Dinas Purbakala Trowulan. Namun, yang terawat baru kompleks Masjid dan Makam. Sisa bangunan lain berupa situs. Status pertanahan sisa-sisa sejarah itu kini belum tersentuh. Salah satunya, reruntuhan asli bekas bangunan masjid di Desa Mriyunan, Sumur Dhahar di Desa Golokan, dan Telaga Rambit di Desa Purwodadi. Puing reruntuhan bangunan Masjid tersebut kini terletak di dalam kompleks SMPN Negeri I dan III Sidayu.
Tetapi terlepas dari semua itu, Sidayu yang kini menghadapi perkembangan modernitas masyarakat, ia bisa tetap eksis sebagai salah satu kecamatan yang begitu berkembang di wilayah Gresik utara. Bukanlah sesuatu yang istimewa, jika Sedayu saat ini bisa menjadi pusat peradaban masyarakat pesisir utara yang begitu berkembang, baik di wilayahGresik Utara (Sidayu ; Bungah, Dukun, Ujung Pangkah, dan Panceng), maupun wilayah Lamongan (Paciran, Brondong, Solokuro,Babat). Karena Sedayu sudah pernah mengalami masa kejayaan di masa lalu.
Dengan bukti adanya ratusan Pondokan Cilik (pesantren anak-anak) yang tersebar di seantero Kota Sedayu, kota ini juga mampu mempertahankan sebutan kota santri yang telah melekat dan menjadi ikon Kabupaten Gresik. Karena secara kultural, kehidupan masyarakat Sedayu adalah kehidupan yang sangat islami, baik dalam bidang sosial-masyarakat, politik, hukum, dan ekonomi.
Makam Kanjeng Sepuh
Makam Kanjeng Sepuh adalah salah satu dari sejumlah makam tokoh besar yang ramai diziarahi oleh wisatawan dari berbagai daerah. Menurut cerita, Kanjeng Sepuh Sedayu adalah gelar yang diberikan kepada Raden Adipati Suryodiningrat, putra Sayid Abdur Rohman Sinuwun Mataram Kartosuro. Gelar tersebut diperoleh saat dinobatkan menjadi bupati atau adipati ke-8 di Sidayu.
Selain sebagai bupati, Kanjeng Sepuh Sedayu juga dikenal sebagai ulama yang sakti dan ahli strategi. Semasa pemerintahannya, Kanjeng Sepuh Sedayu juga dikenal sangat dekat dengan rakyat. Pada malam hari, ia kerap berkeliling ke seluruh wilayah kadipaten untuk mengetahui keseharian dan problem yang dihadapi rakyatnya. Ia juga berani menentang kebijakan Belanda tentang pajak dan melindungi rakyatnya dari berbagai penindasan Belanda.
Atas kiprahnya sebagai bupati sekaligus ulama yang berpihak kepada rakyat, Kanjeng Sepuh Sedayu pantas mendapat penghormatan. Hingga kini masyarakat Sedayu dan sekitarnya selalu berbondong-bondong menziarahi makamnya untuk memberi penghormatan. Hampir setiap hari, makam Kanjeng Sepuh dipenuhi peziarah. Kunjungan peziarah akan mencapai puncaknya setiap hari Jum’at Pahing. Untuk mengenang kebesaran Kanjeng Sepuh Sedayu, masyarakat setiap tahun mengadakan haul dan istighotsah akbar di Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu. Acara ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Sedayu.
Di Kompleks Makam Kanjeng Sepuh Sedayu, ada sejumlah makam tokoh-tokoh masyarakat Sedayu yaitu makam para Bupati Sedayu dan keturunannya. Uniknya, bentuk jirat atau nisan makam tersebut ada yang berbentuk segi empat dan ada pula yang berbentuk segi delapan. Khusus untuk makam para bupati diberi cungkup dan inskripsi yang berbahasa Melayu, Jawa, dan Belanda dengan menggunakan huruf Arab, Jawa, dan Latin. Selain sebagai acuan periodesasi awal hingga masa kolonial, penggunaan ketiga bahasa tersebut juga sebagai wujud dari akulturasi beberapa unsur kebudayaan.
Unsur kebudayaan pra Islam terlihat pada atap dan nisan makam yang menggunakan motif medolion, makutha, dan aksara Jawa Kuno. Adapun unsur kebudayaan Islam tampak jelas pada atap makam yang bermotif sayap, teratai, kekayon, dan huruf Arab-Jawa. Sementara pada kolom tulis dari setiap inskripsi dihiasi dengan rangkaian suluran, yaitu ranting atau dahan, daun, dan bunga. Keberadaan unsur-unsur tersebut adalah upaya untuk menjembatani agar kebudayaan Islam sebagai unsur yang baru dapat diterima oleh masyarakat Sedayu yang sebelumnya beragama Hindu-Buddha.
Di Kawasan Kompleks Makam Kanjeng Sepuh Sedayu juga terdapat masjid bersejarah, Masjid Agung Kanjeng Sepuh, yang merupakan peninggalan Kanjeng Sepuh Sedayu. Seperti halnya bentuk hiasan pada makam, bentuk atap dan mimbar masjid ini juga dihiasi dengan motif dari unsur kebudayaan pra Islam maupun kebudayaan Islam.
Selain masjid, Kanjeng Sepuh Sedayu juga meninggalkan beberapa situs penting lainnya seperti Telaga Rambit dan Sumur Dhahar. Kedua situs ini masing-masing berada di Desa Purwodadi dan Golokan, Sidayu. Menurut cerita masyarakat setempat, meskipun setiap hari digunakan untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari (seperti mandi dan mencuci), air telaga dan sumur tersebut tidak pernah habis, bahkan pada saat musim kemarau sekalipun.
Kompleks Makam Kanjeng Sedayu terletak di pusat Kota Sidayu, tepatnya di Desa Kauman, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Akses menuju Makam
Desa Kauman di mana Kompleks Makam Kanjeng Sedayu berada berjarak sekitar 28 km dari Kota Gresik. Desa ini dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi umum maupun pribadi. Untuk mencapai tempat ini Anda dapat mengambil jalur pantura Gresik – Tuban.
Sumber: https://specialpengetahuan.blogspot.com
Advertisment Advertisment
Simak Juga: Ponpes Al Miftah Gresik Sukses Dirikan Usaha Rumah Makan, Sajikan Puluhan Menu Andalan
Lainya dari NuGres
KH Salim Jamhari. Foto: arsip dzuriyah/NUGres
Manakib KH Salim Jamhari Gresik
Ketua MWCNU Sidayu masa khidmat 2023 - 2028, H Muhammad Asrofil, S.Ag. Foto: Chidir/NUGres
Lebih Dekat dengan Ketua MWCNU Sidayu Gresik 2023 – 2028 H Muhammad Asrofil
Almaghfurlah KH Sahlan Manyar Gresik. Foto: dok Ishomul Yaqin/NUGres
Manakib Kiai Sahlan Manyar Gresik
Mengenang Nyai Wafiroh Ma’sum, Sang “Sorban Pendek” KH Ma’sum Shufyan
SYAIKH ABUL FADHOL SENORI TUBAN (Kiai Desa Kaliber Dunia)
Komentar
Tinggalkan Balasan
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Komentar
Nama*
Email*
Situs
Simpan nama, email, dan situs web saya pada peramban ini untuk komentar saya berikutnya.
Potret Nahdliyin
Satkoryon Banser Cerme di Lokasi Banjir
Tanggap. Satuan Koordinasi Rayon (Satkoryon) Barisan Ansor Serba Guna (Banser Cerme), turut aktif merespon datangnya Banjir. Foto: Febri/NUGres
Bantuan Banjir MWC NU Kedamean
Konektifitas antar MWCNU. Konektifitas ditunjukkan MWCNU Kedamean dalam merespon banjir Kalilamong yang terjadi di Menganti Kabupaten Gresik. Foto: Rozi/NUGres
ISHARI NU Gresik. Menyemarakkan Masjid Agung Gresik
Berita Populer
Kabar duka, Mustasyar PCNU Gresik KH Muhammad Syahid Tutup Usia. Foto/ilustrasi: Jalil NUGresKabar Duka, Mustasyar PCNU Gresik KH Muhammad Syahid Tutup Usia
Dokumentasi madrasah Tsamrotul Ulum, lembaga pendidikan berusia setengah abad lebih di Mengare Desa Tajungwidoro, Bungah Gresik. Foto: dok Tsamrotul Ulum/NUGresMelihat dari Dekat Tsamrotul Ulum, Madrasah Berusia 68 Tahun di Mengare Gresik
PCNU Gresik meluncurkan dan gelar Bimbingan Teknis puluhan Admin Sistem Informasi Nahdlatul Ulama (SINU), Ahad (21/1/2024). Foto: Jalil/NUGresWujud Tata Kelola Organisasi Lebih Baik, PCNU Gresik Luncurkan dan Bimtek Sistem…
Poster publikasi Megengan Agung, Temu Alumni dan Peringatan Harlah ke 56 SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik yang diselenggarakan IKANUSA. Foto: ist/NUGresRatusan Alumni SMANU 1 Gresik Bakal Hadiri Megengan Agung, Temu Alumni, dan Harl…
Implementasi Kurikulum Merdeka, peserta didik di TKMNU 294 Yatamam Gresik dikenalkan kuliner khas nusantara hingga interaksi Pasar Tradisional. Foto: dok TKMNU 294 Yatamam/NUGresCara TKMNU 294 Yatamam Gresik Dorong Peserta Didik Percaya Diri Berinteraksi
Puluhan peserta utusan madrasah di bawah naungan LP Ma'arif MWCNU Manyar ikuti Bimbingan Teknis pembuatan Website, Ahad (11/2/2024). Foto: dok LP Ma'arif MWCNU Manyar/NUGresDorong Pembelajaran Digital di Madrasah, LP Ma’arif NU Manyar Gresik Selen…
(Kiri-kanan) Penjabat Rais Syuriyah PCNU Gresik KH Moh Farhan, dan Ketua Tanfidziyah KH Mulyadi menyalurkan Hak Pilih di TPS pada Pemilu 2024. Foto: ist/NUGresPj Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah PCNU Gresik Salurkan Hak Pilih pada Pemil…
Bimbingan teknis Sistem Informasi Nahdlatul Ulama digelar di MWCNU Ujungpangkah melibatkan sejumlah admin di tingkat Ranting setempat, Rabu (24/1/2024) kemarin. Foto: Ali/NUGresMWCNU Ujungpangkah Awali Bimtek Sistem Informasi NU Gresik bagi Admin Ranting
Dosen tetap Institur Al Azhar Menganti Gresik (Istaz Gresik) didapuk sebagai narasumber Universiti Malaysia Perlis. Foto: dok Istaz Gresik/NUGresDosen Istaz Gresik Didapuk Jadi Narasumber Forum Ilmiah Kampus Malaysia
Kader Fatayat NU Bungah nampak mempraktikkan make-up basic setelah ikuti materi dalam Beauty Class yang diselenggarakan oleh PAC Fatayat NU Bungah, Jumat (16/2/2024). Foto: dok Fatayat NU Bungah/NUGresBekali Penampilan Cantik dan Menarik, Puluhan Kader Fatayat NU Bungah Gresik Iku…
Tag Populer
PCNU Gresik
nu gresik
IPNU IPPNU
PC GP Ansor Gresik
PC IPNU IPPNU Gresik
Pelantikan
Fatayat NU
MWCNU Bungah
Bupati Gresik
MWCNU Dukun
Kolom Kalem
Masa Tenang Hanya untuk yang Merasakan
Maulid Syaraf al-Anam di Sampurnan; Sejarah dan Karakteristiknya
Silaturahmi GUSDURian Gresik ke kediaman Kiai Basori Tajib Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Hikmah, Wringinanom Gresik. Foto: dok GUSDURian Gresik/NUGresKiai Basori Tajib: Hatinya Gus Dur itu Hati yang Nyegoro
Haji Mabrur dan Mabur
Antara Jean Paul Sartre dan Kitab Aqidatul Awam
© PCNU GRESIK 2023
NUGRES
Pencarian
PCNU Gresik
Laporan
BERITA
KOLOM KALEM
BAHSUL MASAIL
HIKMAH
TOKOH
KHUTBAH
NU PEDIA
Privacy Policy
[18/2 12.43] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/qthsHeQPR7Y2Xntt/?mibextid=A7sQZp
Realita nya Susur Galur Nasab Nama Sulaiman Mojoagung Cs berhenti di Nama Sulaiman bin Abdurahman (Versi Naskah Pamekasan) dan Berhenti di Nama Sulaiman bin Abdurahman bin Muhammad (Naskah Pasuruan)
#Stop Cocok logi ke Ba'Alawi ke Basyaiban2nan karena Terbukti cuma Pencantolan Nasab saja
[18/2 12.55] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://www.facebook.com/share/p/1wyh6vmknSbjmT1f/?mibextid=xfxF2i
Siapa nama istri sunan Kudus ada yg tau
Ini silsilah dr keluarga ku di Ponorogo
[18/2 13.23] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Habiib Luthfii bin Yahyaa-Ambigu Vs Kick Andy
https://youtu.be/3xcY2Bu_ssY?si=XmMMu8_hKJJ4d1d5
[18/2 13.24] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Muhibbiiin Ngalap Berkah Sama, Habiib
https://youtube.com/shorts/iRN2EqCcqCs?si=NrZNIYj4uGNblwcK
[18/2 13.34] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Muktamar NU 2004 Ttg Test DNA
https://youtu.be/Fyp7bLb9KyQ?si=Vk1pNbYf8IubtlMo
[18/2 20.46] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://menaramadinah.com/76265/raden-ayu-maerah-istri-pangeran-benowo-putra-sultan-hadiwijaya-raja-pajang.html
Skip to content
Menara MadinahMenara Madinah
HomeRaden Ayu Maerah Istri Pangeran Benowo Putra Sultan Hadiwijaya Raja Pajang
Raden Ayu Maerah Istri Pangeran Benowo Putra Sultan Hadiwijaya Raja Pajang
Posted on June 8, 2023
dibaca: 621
RADEN AYU MEIRAH Sosok Istri Teladan Pangeran Benawa. Seperti apakah kisahnya. Berikut ini :
Bercerita tentang Raden Ayu Meirah atau Mbah Meirah yang biasa disebut masyarakat setempat, adalah sosok Istri Pangeran Benawa yang nyaris tidak banyak terungkap dalam sejarah.
Nama Nyai Meirah, sering di samakan dengan Putri Sedah Merah dalam Babad Surakarta dimana beliau adalah Putri Selir PBIX, yang meninggal tahun 1826 yang makamnya bisa dikunjungi di makam tua di Kartosuro.
Atau Dalam Babad Blambangan tentang Putri Sedah Merah, putri dari Adipati Blambangan yang di persunting oleh Raden Mas Jolang putra Panembahan Senopati Raja Mataram.
Menguak Sejarah Nyai Meirah, kita tak akan terlepas dari sosok Pangeran Benawa, Gusti Ranga, Wayang Krucil dan Kadipaten Jipang. Untuk itu kita coba buka sejarahnya.
Pangeran Benawa adalah Raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Kanjeng Adipati Pengging/ Pangeran Benawa/ Pangeran Hadipati/ Sultan Prabuwijaya.
Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Jingkir, Raja pertama Pajang. Sejak Kecil ia dipersaudarakan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, Raja terbesar Mataram.
Setelah gugurnya Arya Penangsang penguasa pajang pada tahun 1554 yang riwayatnya tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda
Maka Kadipaten Jipang Panolan yang menjadi wilayah bawahan Kerajaan Pajang, kemudian kepemimpinan selanjutnya diserahkan Sultan Hadiwijaya kepada putranya yang bernama Pangeran Benawa.
( Penyerahan Kadipaten Jipang Panolan kepada Pangeran Benowo pada tahun 1554 dan beliau Diangkat Menjadi Raja Pajang ke 3 pada Tahun 1586. Pangeran Benowo cukup lama menjadi Adipati Jipang, kurang lebih 32th
Sejarah panjang Adipati Jipang di Panolan diteruskan oleh Pangeran Hadipati Benawa II.
Perlu dicatat, Sutowijoyo yang berhasil mengalahkan Pangeran Aria Penangsang adalah “Sosok Pemuda Tanggung”. Dan Sutowijoyo adalah kakak angkat Pangeran Benawa.
Jadi bisa disimpulkan, pangeran Benowo menjadi Dipati Jipang dalam usia sangat muda dan fakta sejarah ini besar kemungkinannya, beliau menikah dan mempunyai anak masih dalam kedudukannya sebagai Dipati Jipang.
Masyarakat Jipang meyakini, Pangeran Benawa menikahi Putri Bangsawan yang ada di Jipang. Dan besar kemungkinan adalah Raden Ayu Meirah adalah salah satu istri pangeran Benawa dari jipang. Seperti biasa dalam negara bawahan, penguasa menjalin asimilasi dengan sebuah pernikahan dengan bangsawan setempat untuk memberikan kedamaian dan ketenangan pasca konflik Demak.
Nyai Meirah, oleh masyarakat Jipang sering dipanggil Ratu Jipang. Parasnya yang cantik dengan tutur bahasa , adab etika putri bangsawan tercermin dalam lakunya. Pangeran Benawa sangat beruntung mempunyai pendamping Nyai Meirah.
Pergerakan Penataan pemerintah Jipang oleh Pangeran Benawa, dilalui dengan baik. Beliau yang berhati lembut dan penuh ilmu keagamaan yang tinggi menjadi pelopor pergerakan dakwah madrasah yang menjadi cikal Pondok Pondok pesantren.
Nyai Meirah mengambil peran dalam membina masyarakat Jipang untuk hidup rukun dengan pengembangan budaya yang agung. Beliau mencintai budaya tembang dan wayang, yang kelak dimakam Meirah Sorogo Cepu, setiap tahunnya diadakan pementasan wayang Krucil khas Blora.
Kehidupan Nyai Meirah, menjadi berubah setelah kedatangan Gusti Rangga, putra Dipati Mataram Sutawijaya
BENAWA, KI JURU MARTANI, GUSTI RANGGA
Wilayah utara jipang yang berkembang pesat tersebut dinamai Desa Sambong. Adapun nama “Sambong” berasal dari kata sambongan, yang artinya bendungan.
Dikisahkan, pada waktu pertama bermukim di desa tersebut, tokoh masyarakat yang bernama Kyai Anggamaya dan pengikut-pengikutnya membuat bendungan. Orang-orang di sekitar daerah itu menyebutnya dengan sambongan, yaitu bendungan untuk menahan air agar pada waktu musim kemarau tidak kekurangan air.
Kekacauan Di Utara Jipang Panolan
Suatu ketika, di Jipang Panolan terjadi kekacauan yang disebabkan oleh beberapa orang yang mengaku berasal dari wilayah utara. Kekacauan tersebut dicurigai sebagai bentuk pemberontakan. Pemberontakan yang cepat dan luas di wilayah utara tersebut dianggap mengancam keutuhan pemerintahan Jipang Panolan.
Akhirnya, Adipati Jipang Panolan yaitu Pangeran Benowo, menyatakan perang dengan Kyai Anggamaya dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh pihak Utara dari sisa sisa pasukan Aria Penangsang. Pasukan kadipaten dikerahkan untuk menumpas Kyai Anggamaya dan pengikutnya sebelum terjadi pemberontakan yang lebih besar.
Perang saudara pun pecah. Pasukan Jipang Panolan menyerang para santri Kyai Anggamaya
Panembahan Senopati Campur Tangan
(Masih Adipati Alas Mentaok Mataram)
Berita tentang kerisauan Jipang Panolan tersebut akhirnya didengar oleh pihak Mataram. Panembahan Senopati menyatakan, jika kekacauan di Panolan dibiarkan akan membahayakan bagi Panolan sendiri, bahkan mungkin dapat meluas ke Mataram.
Oleh karena itu, Panembahan Senopati sebagai Kakak Angkat dari Pangeran Benowo, mengirim dua orang putranya, yakni Raden Rangga dan Raden Rama untuk mengatasi masalah tersebut. Pasukan dari Mataram dipimpin oleh Ki Juru Martani yang dikenal hebat dan ahli di bidang strategi perang untuk turut menyelesaikan kerisauan di Panolan akan adanya isu pemberontakan tersebut.
Ki Juru Martani beserta dua orang putra mahkota Panembahan Senopati datang ke Jipang Panolan dan menyelidiki keadaan
Dengan keahlian luar biasa, Ki Juru Martani akhirnya tahu bahwa ternyata pemberontakan yang terjadi itu dipimpin oleh orang dari Tuban, bernama Kyai Anggasana. Ia merupakan saudara Kyai Anggamaya, Jadi hal tersebut merupakan upaya propaganda yang sangat rapi menjadikan Kyai Anggamaya dan pengikutnya sebagai kambing hitam.
Lalu, Ki Juru Martani meminta Pangeran Rangga untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Laskar yang dipimpin oleh Pangeran Rangga dan Pangeran Rama serta Dikawal Ki Juru Martani dengan kesaktiannya ia menyerang Kyai Anggasana dan Kyai Anggamaya. Dan pemberontakan dapat dipadamkan.
Jamuan penghormatan Kepada Ki Juru Martani, Gusti Rangga dan Gusti Rama berlangsung di Kadipaten, dilayani langsung oleh Pangeran Benawa dan Nyai Meirah.
Tatapan pertama Gusti Rangga terhadap Nyai Meirah yang cantik jelita berubah menjadi perasaan suka dan menggelayut tiada hilang di hari hari berikutnya.
Hati yang tak tertahan disaat itu pulalah Gusti Rangga menyampaikan ke Paman Ki Juru Martani, seketika Ki Juru Martani Mengingatkan ” Itu Bibik Mu…Gusti!” Sadarlah.!”
Untuk sementara waktu beliau mampu menahan hasrat dan mencoba melupakan.
Dalam catatan sejarah, Atas prestasi meredam Pemberontakan di Jipang panolan, Gusti Rangga diangkat menjadi Dipati Pati. Meski hatinya masih menyimpan asmara.
Kecintaan kepada Agama, pangeran Benawa berkeinginan belajar kepada sesepuh agama di manca negara lain, beliau menitipkan kepada para Patih dan istrinya Nyai Meirah untuk sementara waktu.
Beliau berjalan ke Balamoa, kecamatan Pangkah, kabupaten Tegal menemui Kyai Jinten (Mbah Dagan) dan Nyai Jinten merupakan penyebar agama Islam di Balamoa. Untuk berguru, Kemudian di sekitar tahun 1603, Mbah Jinten pindah ke Tembok Luwung atas permintaan Syekh Atas Angin untuk meneruskan menyebarkan agama Islam.
Kyai Jinten dan Nyai Jinten hidup di jaman ketika Ki Gede Sebayu belum datang ke Tegal.
Anda bisa menjumpai Makam beliau sampai sekarang.
“PANGGUYANGAN JIPANG”
Perebutan Jipang ing Panolan oleh mataram
Informasi tentang pangeran Benawa pergi keluar dari jipang untuk belajar agama sampai ke Gusti Rangga. Gusti Ranga adalah sosok Pemuda yang sakti mandraguna dan cenderung jumawa dan senang adu kesaktian. Sering diingatkan oleh Patih dan Kanjeng Senopati sendiri. Dengan jabatan Dipati diharapkan bisa berubah… Ternyata tidak.
Dengan tiba tiba, beliau hadir di Kadipaten Jipang Ing Panolan dan berteriak teriak karena “Gandrung” (Gila Cinta).
Perang Terjadi dengan dahsyat antara para Pangeran dan Adipati serta tentara kadipaten Jipang Ing Panolan terhadap Gusti Ronggo
Ratu Jipang, Nyai Merah takut luarbiasa, para Patih tiada yang sanggup melawan kesaktian Gusti Rangga, untuk keselamatan bersama para dayang beliau lari kedaerah utara dan terkejar di desa Mulyorejo.
setelah tertangkap Nyai Meirah pun berkata dengan tenang dengan mulut bergetar ” Gusti, engkau keponakanku ingat Suamiku adalah Pamanmu.!” Tapi karena sudah gantrung, Gusti Rangga tak peduli , tangannya menari, berputar , merengkuhnya dan di saat lengah, Nyai Meirah berhasil mencabut keris Gusti Rangga. Sekita berkata ” Gusti Rangga… Saya tak sudi kau nodai, aku rela ‘Suci Pati’
Lalu dihunuslah keris tersebut ketubuh Nyai Meirah dan seketika meninggal dunia. Berdarah……
(Sekarang tempat tersebut dinamai dukuh Merah. Nama pasarnya juga Pasar Merah Cepu)
Gusti Rangga melihat hal yang tak terduga meraung Raung kegilaan seketika… Dibawanya ke kadipaten. Bingung, marah , sedih, kecewa, menyesal ,tiada henti hingga 7hari tujuh malam tanpa tidur.
(Kelak, berita tersebut diketahui oleh pangeran Benawa dan panembahan Senopati, Gusti Rangga mendapat hukuman yang menyedihkan oleh ayahnya. Tidak tercatat dalam babad Mataram, tapi Masyarakat Cepu meyakini bahwa Gusti Rangga di Hukum Pati)
Mengenai Kesedihan Panembahan Senopati Sutowijoyo dan Kematian Gusti Ronggo bisa di lihat di tulisan kami
https://m.facebook.com/groups/3995202817166375/permalink/4437210186298967/
Diam diam jasad Nyai Meirah dibawa para dayang dayang dengan perahu kecil menyusuri Bengawan sore menuju ke suatu tempat yang sekarang dengan nama Sorogo , artinya : “Di Soroge Ragane” ( Didorong Raganya ) dan dikuburkan di Sorogo Cepu. Menurut cerita, yang membawa jasad Nyai Maerah adalah adiknya sendiri.. yaitu Nyai Siyah /Ci’ah yang kelak dikenal sebagai Mbah Ridho Punden Ngareng
Tulisan kami tentang Mbah Ridho, bisa di baca di
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2908688496082138&id=100008230473513
Sebuah cerita sejarah yang menyedihkan , sebagaimana diceritakan Bopo Mamiek budayawan Blora dan Juru kunci Makam Nyai Meirah. Cerita ini bisa di lihat di pementasan wayang krucil yang bercerita tentang Nyai Ratu Meirah.
____________________
Dari catatan sejarah Alur leluhur PB IX ini jika diurutkan ke atas berawal dari sosok Pangeran Benawa di Jipang.
-Pangeran Benawa memiliki putra Pangeran Kaputran (Putra Nyai Meirah…. ???) yang menurunkan Pangeran Danupoyo. Tokoh ini berputra Ki Singaprana di Walen, dan menurunkan Kyai Ageng Singaprana.
Ageng Singaprana memiliki putra Ki Singawangsa, yang menurunkan Raden Ayu Tasikwulan. Perempuan ini kemudian jadi istri selir KGPA Mangkubumi.
Pangeran ini memiliki putri GKR Ageng yang jadi istri permaisuri Sri Susuhunan Pakubuwana VI. Pasangan ini memiliki putra Raden Mas Duksina yang kemudian jadi Sunan PB IX (1807-1846) yang beristrikan Selir Bendoro Raden Ayu Adipati Sedhah Mirah.
Sejarah Yang Terulang?
Wallahu’alam
____________________________
Sumber sejarah :
-Mamik Nyamid Sahudi. Budayawan
Desa Dengok RT 12 RW 02 Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro.
-Serat Lontar “Banyu Manik” Koleksi Bopo Gatot Blora
-manuskrip kuno berbahan lontar masih tersimpan apik di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Naskah kuno itu merupakan peninggalan bersejarah abad ke-16 dari putera Sultan Pajang Hadi Widjaja, pangeran Djati Koesoemo
Juru kunci Nyai Meirah Sorogo Cepu , bapak Sunandar
_______________________
Pemerhati Sejarah dan Budaya
Temmy Setiawan
Posted in Sejarah
Post navigation
Program Guru PERMATAMahasiswa Magang Ikut Berpartisipasi Kegiatan Pencairan Upah Tukang di Kantor Desa Pucangombo Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Comment *
Name *
Email *
Website
Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.
Search for:
Search …
Recent Posts
RESKRIM POLSEK KAMANG BARU POLRES SIJUNJUNG TANGKAP RESIDIVIS PELAKU CURANMOR
Peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW Tambah Ilmu. Rajin Sholat Berjamaah, Yang Bisa Jawab Pertanyaan Dapat Uang dan Buku dari Ustad Yahya Aziz
Adanya Stand Dagang Di Dalam Area Wisata Layak Di Ambil.
KOMINFO PEMKAB DHARMASRAYA BERANGKATKAN 34 WARTAWAN STUDI TIRU DI KIP DAN HADIRI HPN 2024 DI JAKARTA
Nanti Malam Ustad Yahya Aziz, S.Ag, M PdI Ceramah Isra’ Mi’raj Di Musholla Al Ikhlas Jemurwonosari Wonocolo Surabaya
| Theme: Salient News by Salientthemes
undefined
[18/2 20.49] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
[18/2 20.57] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
Mengenal Kisah Pangeran Benowo dalam Sejarah Kesultanan Pajang
Tim detikNews - detikJateng
Kamis, 22 Sep 2022 03:03 WIB
BAGIKAN
Komentar
Jejak Pangeran Benowo di Jombang
Selain keindahan alam dan durian, Kecamatan Wonosalan, Jombang juga mempunyai destinasi wisata religi. Yaitu Makam Pangeran Benowo, pewaris tahta kesultanan Pajang, Jateng. Foto: Enggran Eko Budianto
Solo - Ingatan sebagian orang mengenai sejarah Kesultanan Pajang hampir selalu tertuju pada nama Jaka Tingkir yang diyakini sama dengan Sultan Adiwijaya atau Hadiwijaya, sultan pertama Pajang. Tapi kenalkah kamu dengan Pangeran Benowo, putra Jaka Tingkir? Berikut kisahnya.
Dilansir detikNews, Pangeran Benowo adalah pewaris takhta Kesultanan Pajang yang kini menjadi wilayah Solo dan Sukoharjo, Jateng. Ayahnya Pangeran Benowo adalah Sultan Adiwijaya atau Jaka Tingkir, pendiri Kesultanan Pajang yang berkuasa 1568-1583 Masehi. Ibunya, Ratu Mas Cempaka, adalah putri Sultan Trenggana, Raja Demak periode 1521-1546 Masehi.
Semasa hidupnya, Pangeran Benowo dikenal sebagai sosok yang tidak gila kekuasaan. Tokoh bergelar Prabuwijaya itu hanya satu tahun menjadi Sultan Pajang, yaitu pada 1586-1587 Masehi, meneruskan kepemimpinan saudara iparnya, Arya Pangiri.
Usai menjadi Sultan Pajang, Pangeran Benowo merelakan Kesultanan Pajang menjadi kadipaten bagian dari Kesultanan Mataram Islam. Kala itu Mataram dipimpin Panembahan Senapati Sutawijaya yang berkuasa tahun 1586-1601 Masehi. Sutawijaya adalah kakak angkat Pangeran Benowo.
Baca juga:
Kisah Letda Pierre, Ajudan Berani Mati yang Jadi Rebutan 3 Jenderal
"Pangeran Benowo merelakan warisan ayahnya kepada Senapati Mataram yang dianggap kakaknya. Ia meninggalkan Pajang untuk membaktikan diri ke agama. Senapati lalu menyerahkan Pajang ke Gagak Bening. Tiga tahun kemudian Gagak Bening wafat, Pajang diserahkan kepada putra Pangeran Benowo, Pangeran Benowo II," kata pemerhati sejarah Jombang, Jawa Timur, Dian Sukarno, Selasa (21/9/2021), dikutip dari detikNews.
Setelah keluar dari lingkaran kekuasaan, Pangeran Benowo menyebarkan ajaran Islam ke wilayah Jawa Timur untuk mendekati leluhurnya. Menurut Dian, Benowo merupakan keturunan dari Brawijaya V atau Girindrawardhana Dyah Raṇawijaya, Raja Majapahit 1474-1498 Masehi.
"Pangeran Benowo ahli tasawuf, tidak memikirkan duniawi, pangkat, jabatan. Di internal kerajaan terjadi perebutan kekuasaan, intrik-intrik sehingga Pangeran Benowo pindah ke daerah Kedu. Di sana tak lama ada wangsit, kemudian beliau meneruskan perjalanan ke timur untuk mendekati leluhurnya, versi folklor adalah Brawijaya V," terang Dian.
Perjalanan Pangeran Benowo ke Jombang ada di halaman selanjutnya...
(dil/apl)
Bahan Kajian Trah Sunan Drajat :
[17/2 21.03] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
https://id.rodovid.org/wk/Orang:393772
[17/2 21.04] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
https://id.rodovid.org/wk/Orang:850722
و الحمد لله رب العالمين
صلى الله على محمد
No comments:
Post a Comment