Thursday, February 22, 2024

Apakah Tulisan Dr. KH. Fahrur Rozi Mampu Mengakhiri Polemik Nasab Ba Alawi ?

HARTABUTA :

Kamis, 22-2-2024.

[11/1 00.23] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 

https://rminubanten.or.id/apakah-tulisan-dr-kh-fahrur-rozi-mampu-mengakhiri-polemik-nasab-ba-alawi/

RMI PWNU Banten

Admin by Admin  7 Desember 2023 14 min read

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

 

Oleh: Abdul Aziz Jazuli, Lc, MH.


Artikel yang beliau tulis sebenarnya cukup lama, di bulan Juli lalu. Sayangnya saya mendapatkan artikel itu baru-baru ini. Sehingga baru saya telaah argumentasi-argumentasi yang beliau suguhkan dalam menguatkan nasab Ba Alawi. Saya memandang bahwa  polemik nasab Ba Alawi saat ini merupakan masa “Kebangkitan Pengetahuan”, khususnya dalam ilmu sejarah dan ilmu nasab. Dulunya para santri, para ustadz dan para kyai sama sekali tidak perduli, bahkan terkesan acuh terhadap ilmu nasab. Tapi sekarang sudah berubah 180 derajat. Sekarang mereka mulai membuka-buka kitab-kitab nasab, kitab-kitab sejarah, kitab sanad dan biografi para ulama-ulama terdahulu. Bahkan kitab sejarah/tarikh yang penulisnya adalah ulama-ulama di abad-abad antara 4-9 H. Sebuah kebangkitan yang luar biasa yang patut disyukuri oleh seluruh ummat Islam, khususnya di Indonesia. Saya termasuk di antara santri-santri yang tergugah untuk kembali membuka-buka dan menelaah kitab nasab serta kitab sejarah. 


Kembali lagi ke tulisan Kyai Fahrur yang berjudul “Mengakhiri Polemik Nasab Ba’alawi”, saya tertarik untuk menelaah argumen-argumen yang beliau gunakan untuk mempertahankan nasab Ba’alawi. Apakah benar tulisan beliau mampu mengakhiri polemik nasab Ba alawi? Ya meskipun -menurut saya- mayoritas hujjahnya berkutat kepada “syuhroh dan istifadhoh”, “Tidak disyaratkannya kitab sezaman”, “tidak disebutkan bukan berarti tidak ada”, dan lain sebagainya yang akan saya ulas di bawah ini. Langsung saja dengan tidak berlama-lama, mari kita kaji bagaimana argumentasi yang digunakan dalam penetapan nasab Ba alawi.


Apakah Setiap Orang Dipercaya Dalam Pengkuan Nasabnya ? 


Kiai Fahrur menggunakan statemen Imam Malik 


النَّاسُ مُؤْتَمَنُوْنَ عَلَى أَنسَابِهِمْ


  “manusia itu dipercaya atas pengakuan nasabnya”. 


Kemudian beliau menggunakan riwayat imam Bukhori bahwa Rasulullah saw tidak pernah mempertanyakan dalil atau saksi di dalam nasab. 


Mari kita renungi bersama-sama bagaimana pandangan dari para pakar nasab dalam mengomentari stetmen imam Malik di atas. Tentu lebih faham pengaplikasiannya di dalam ilmu nasab, terlebih lagi jika nasab yang diklaim adalah nasab keturunan Rasulullah saw, maka tentu akan memiliki nilai yang berbeda dengan nasab-nasab yang lain. 


Abdurrahman Al Qoroja mengomentari statemen imam Malik bahwa ungkapan tersebut tidak dapat digunakan secara mutlak, dan sebagian ulama memberikan tambahan kriteria: “selagi tidak mengaku syarif/sayyid”. [al Kafil Muntakhob, hal 61]. 


Bahkan Abdurrahman At Taujini juga memberikan komentar yang berdekatan dengan sebelumnya bahwa itu berlaku dengan syarat: orang yang mengaku-ngaku nasab mengetahui nasabnya, dan meraih nasab tersebut (hiyazah) sebagaimana ia meraih harta benda sampai di tangannya dan jika tidak mencapainya, maka ia harus mendatangkan bukti akan nasabnya, dan menekan dirinya untuk mendatangkannya. [Kholil al Zulai’i, Muqoddimat fi Ilmil Ansab, hal 56].  


Maka jelaslah bahwa tidak semua orang dapat dipercaya dalam pengakuan nasab, terlebih lagi ketika dirinya mengaku-ngaku sebagai keturunan Rasulullah saw. Karena jika pintu ini dibuka, maka siapapun bisa mangaku-ngaku sebagai keturunan Rasulullah saw, meskipun tanpa bukti dan dalil. Apalagi hanya sekedar berargumen dengan syuhroh dan istifadhoh yang cacat itu. 


Syuhroh Dan Istifadhoh. 


Kyai Fahrur menuliskan: “Secara ilmu fiqh telah diatur bahwa cara pengakuan nasab adalah dengan syuhroh dan istifadhoh yakni telah terkenal secara luas dalam masyarakat di sebuah wilayah bahwa si Fulan adalah keturunan si Fulan tanpa ada bantahan dan sanggahan dari ulama yang otoritatif yang dibenarkan secara syariah”


Di sini saya dapat  memahami bahwa beliau tidak terlalu mendalami istilah yang digunakan di dalam kitab-kitab nasab, dan beliau hanya mengacu kepada kitab-kitab fiqih seperti Muhgnil Muhtaj, Nihayatul Mathlab, al Hawil Kabir, dsb. Sehingga di dalam mendefinisikan dan menggambarkan syuhroh dan istifadhoh tidak seperti yang digambarkan di dalam kitab-kitab nasab. Husain Haidar al Hasyimi menyebutkan kriteria syuhroh dan istifadhoh yang diterima di dalam pengitsbatan nasab sebagaimana berikut: 


فَحَاصِلُ ضَوابطِ هذِه الطَّريقةِ هي: (1) الاستِفاضَةُ في السَّمَاعِ استفاضةً تُورِثُ عِلْمًا أَو ظنًّا قَوِيًّا (2) انتفاءُ المعَارَضَةِ في العمومِ والخصوصِ أو في الوَثَائِقِ البيِّنَات (3) قِدَمُ النِّسبَةِ والشُّهرَةِ (4) أن تكونَ الشهرةُ في قَبيلتِه أَو في البَلَدِ الأَصليِّ لَا في بَلَدِ هِجرَتِه. 


“Kesimpulan kaidah-kaidah (dalam) cara ini (syuhroh dan istifadhoh) ialah: (1) tersebarnya kemasyhuran yang membuahkan keyakinan atau sangkaan yang kuat. (2) tidak adanya penentangan secara umum dan khusus, atau di dalam catatan-catatan yang jelas (3) tuanya nasab dan kemasyhuran. (4) syuhrohnya berada di kabilah (asalnya), atau daerah asalnya, bukan di daerah hijrahnya.” [Husain Haidar, Rosail fi Ilmil Ansab, hal 103].  


Jika saya diperkenankan bertanya: Apakah nasab baalawi sudah memenuhi syarat syuhroh dan istifadhoh? Padahal kemasyhuran nasab Baalawi baru mulai dikenal semenjak masa Ali bin Abu Bakar As Sakron (w. 895 H) sebagaimana penuturan Ahmad bin Abdul Karim al Hasawi (murid Habib Abdullah al Haddad). Bahkan lebih dari itu, silahkan anda buka di dalam kitab al Masyrour Rowi bahwa pengitsbatan nasab Baalawi sebanyak dua kali: pertama di masa Ubaidillah dengan 300 saksi dari penduduk Iraq, dan 300 saksi dari penduduk Hadramaut ketika melaksanakan ibadah haji di Mekah. Dan kali yang kedua adalah di masa Ali bin Muhammad Jadid (w. 620 H) yang biografinya disebutkan di kitab-kitab Baalawi, ia juga yang melakukan pengitsbatan nasab Baalawi dengan saksi ratusan orang baik dari penduduk Iraq atau para Jamaah haji yang hadir di saat itu. Informasi ini hanya dapat ditemukan di kitab-kitab internal Baalawi dan tidak saya temukan sama sekali di kitab-kitab eksternal Baalawi.  Dari ratusan orang ini, bahkan bisa jadi lebih dari seribu orang, siapa saja yang menyaksikan pengitsbatan nasab baalawi ini ?? apakah logis jika satu kejadian yang disaksikan oleh ratusan orang bahkan ribuan orang tapi tak satupun dari mereka –khususnya kalangan ulama yang hadir di dalam kejadian itu- yang menyebutkan dan menjadi saksi atas kebenaran pengitsbatan nasab itu ??. Maka jika tidak bisa dibuktikan dengan data, maka kuatlah indikasi bahwa kedua kisah tersebut adalah kisah yang fiktif; karena tidak dikuatkan dengan data. 


Fakta Sejarah Kitab Hadist. 


Kyai Fahrur menyatakan bahwa tidak ada catatan hadist pada masa Rasulullah saw. Pencatatan hadist mulai dilakukan seabad setelahnya. 


Saya tidak setuju dengan statemen ini; karena di dalam riwayat imam Bukhori di dalam Jami’ Shohihnya, imam Ahmad di dalam Musnadnya: 


عن أبي ‌هريرة  رضي الله عنه يقول: (مَا كانَ أحدٌ أعلمَ بحديثِ رسول الله صلى الله عليه وسلم مني، إلا ما كان مِن عبد الله بن عمرٍو، فإنّه كان يَكتُبُ بِيَدِه، ويَعِيْهِ بِقَلبِه، وكنتُ أَعِيْهِ بِقَلبي، ‌ولا ‌َأَكتُبُ بِيَدِي، واستأذَنَ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم في الكِتَابِ عَنهُ، فَأَذِنَ لَهُ). 


 Dari Abu Hurairah ra berkata: “Tidaklah ada seseorang yang lebih mengetahui tentang hadist Rasulullah saw dari pada diriku, kecuali dari Abdullah bin Amr; karena dia menulis dengan tangannya dan memahaminya dengan hatinya. Sementara aku tidak menulis dengan tanganku. Dia meminta izin kepada Rasulullah saw dalam menulis dari Rasulullah saw darinya, maka Rasulullah saw memberinya izin”. HR Bukhori, Ahmad, Ad Darimi, dll. 


Atsar ini sangat jelas bahwa di masa Rasulullah saw sudah terdapat catatan hadist. Dan tidak perlu menunggu sampai ke abad berikutnya untuk mendapatkan catatan hadist. Tentu kyai Fahrur tau bahwa di dalam ilmu mustholahul hadist dalam pembahasan hadist shohih bahwa seorang rowi harus memiliki sifat “dhobth” (tepatnya riwayat), dan dhobth ada dua macam: dhobtus shodr (tepatnya riwayat dalam hafalan) dan dhobtul kitabah (tepatnya riwayat dalam tulisan). Jadi, tidak semua riwayat hadist berdasarkan hafalan, bahkan banyak perowi yang kuat hafalannya di akhir umurnya malah mengalami ikhtilat. Berbeda dengan periwayatan hadist melalui kitab/tulisan, ia lebih terjaga dari pada hafalan, tentunya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dalam ilmu hadist agar dapat diterima. Meskipun kodifikasi hadist di dalam sebuah kitab atau karya yang menghimpun hadist-hadist Rasulullah baru dapat dijumpai di abad ke 2 H.   


Jika di masa Rasulullah saw saja terdapat tulisan hadist apalagi al Qur’an, maka di masa-masa berikutnya tentu lebih berkembang lagi. Apalagi hanya sekedar mencari nama “Ubaidillah” yang dikatakan sebagai “imam”, “dzuriyah rasul”, “ilmunya tersebar ke segala penjuru”, “banyak murid-muridnya”, dan ungkapan-ungkapan “wah” lainnya yang menunjukkan akan kebesaran nama tokoh ini !!. 


Nasab Baalawi: 


Kyai Fahur berkata: “Sebetulnya banyak sekali di antara ahli nasab dan sejarawan yang telah menulis dan menetapkan nasab moyang marga Ba Alawi, diantara mereka adalah….:”


Statemen ini betul, tapi sejak abad berapa ulama-ulama dan sejawan yang menetapkan nasab Baalawi ?? Apakah Jadid terkonfirmasi sebagai saudara dari Alwi bin Ubaidillah ?? dan bagaimana dengan penafsiran Ali bin Abi Bakar As Sakron bahwa Ubaid adalah tokoh yang sama dengan Abdullah ?? semuanya disebutkan di dalam kitab al Burqoh al Musyiqoh tanpa mendatangkan sedikitpun hujjah dan dalil yang memperkuatnya, hanya sekedar mengutip dari kitab As Suluk dan Mukhtashornya. Lalu menafsirkan bahwa Ubaid adalah Ubaidillah, dan Ubaidillah adalah Abdullah. Itu adalah nama-nama yang berbeda dari satu tokoh, meski tanpa dalil.  


Kitab As Suluk karya imam Baha’uddin al Janadi memang menyebutkan nasab Ali bin Muhammad bin Jadid secara lengkap sampai kepada Abdullah bin Ahmad bin Isa. Tetapi perlu dikaji ulang. Karena jika melihat jumlah nama dalam ‘amudun nasab pada Ali bin Muhammad bin Jadid kepada Abdullah bin Ahmad bin Isa ditemukan nasabnya berbeda-beda. Dalam sebagian naskah ada menyebut 5 nama, sebagian lagi ada 6 nama, sebagian lagi ada 7 nama. Bahkan penyebutan “bin” pada Ali bin jadid di dalam kitab al ‘Iqduts Tsamin fi Tarikh al Baladil Amin (6/249) karya Taqiyyuddin al Fasi (w. 832 H) sedikit berbeda dengan versi yang biasanya, Ali bin Jadid disebutkan: “Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Jadid”. Padahal dalam versi yang lain disebut: “Ali bin Muhammad bin Ahmad”, bukan Muhammad bin Ahmad. Ditambah lagi dengan beberapa tokoh-tokoh Baalawi yang disebutkan di dalam kitab as Suluk tidak terkonfirmasi sebagai keluarga Baalawi yang tercantum di dalam kitab-kitab Baalawi. Misalnya Bamarwan yang sangat jelas disebutkan oleh Al Janadi sebagai bagian dari keluarga Baalawi. Tetapi oleh kitab-kitab Baalawi malah disebut sebagai guru Faqih Muqoddam, padahal hal itu tercantum secara jelas di dalam as Suluk yang versi cetak bahkan di versi manuskrip-manuskripnya. Hal yang patut disayangkan adalah kitab Tuhfatus Zaman karya Husain al Ahdal yang merupakan ikhtisar atau ringkasan dari kitab As Suluk, ketika menyebutkan Ba Marwan, di sana malah disebut sebagai guru dari Faqih Muqoddam. Saya tidak tahu, apakah itu merupakan interpolasi dari pentahqiqnya: (Abdullah Muhammad al Habsyi Baalawi) atau redaksi kitabnya memang seperti itu ?? Allahu A’lam; karena saya belum mendapatkan manuskrip Tuhfatuz Zaman. Maka kehujjahan as Suluk dalam penetapan nasab Baalawi menjadi mauquf, sampai adanya bukti yang memperkuatnya atau membatalkannya.    


Kitab Abna’ul Imam Karya Ibnu Thobathoba 


Kitab ini adalah salah satu kitab yang problematik, karena penulis awalnya adalah Ibnu Thobatoba, kemudian disalin ulang oleh Ibnu Shodaqoh al Halabi yang dikenal dengan al Warroq (w. 1180 H), dan ditambahi catatan juga oleh Muhammad as Safaroini (w. 1188 H), Muhammad bin Nashshor al Maqdisi (w. 1350). Tidak hanya itu, bahkan muhaqqiq kitabnya yaitu Yusuf Jamalullail pun menambahkan catatan juga atas kitab ini. Sehingga tidak diketahui mana tulisan Ibnu Thobatoba yang asli dan mana tulisan tambahan atas kitab itu. Meski demikian, Yusuf Jamalullail sebagai pentahqiq kitab tersebut tetap menganggap hal itu sebagai perkara yang biasa dan tidak mempengaruhi keotentikan kitab ini [lihat; hal 22]. Tentu ini adalah hal yang mengherankan. Oke lah jika hanya menambahkan catatan tetapi dengan memisahkan mana saja tulisan Ibnu Tobatoba sebagai penyusun aslinya, dan mana saja tambahan-tambahannya, tentu itu tidak bermasalah. Tetapi jika menambahkan suatu materi di dalam kitab dan tidak memisahkan materi asli dan tambahan, maka itu akan mengakibatkan persepsi buruk atas kitab tersebut, dan akan mengakibatkan gugurnya kitab itu sebagai sebuah referensi utama dalam kitab nasab. Mengingat bahwa penulis aslinya adalah ulama nasab di abad ke 5 H. Maka wajar jika Abdurrahman al Qoroja mengkategorikan kitab Abna’ul Imam sebagai kitab yang muntahal (yang dipalsukan/dibelokkan); karena muatan data-datanya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. [lihat al Kafil Muntakhob, hal 107]  


Kitab Ar Raudhul Jaliy fi Nasab Bani Alawi Mengitsbat Baalawi


Dilihat dari judulnya saja, kitab ini membahas secara khusus tentang nasab Baalawi. Tetapi jika tidak diteliti dan didalami, maka akan diamini seluruh isinyabegitu saja, dan selesai. Padahal jika diteliti tidaklah seperti itu. Kitab ini memiliki banyak kerancuan isi. Di mulai dari kisah kehijrahan Ahmad bin Isa ke Hadramaut, pengutipan dari Mush’ab Az Zubairi, surat menyurat antara al Azwarqoni dan Ali bin Alwi (cucu Faqih Muqoddam), sosok Salim bin Bashri, dan masih banyak lagi. Jika diteliti dan diperdalam, maka itu semua membuahkan kerancuan yang tidak dapat diterima oleh logika. Bahkan muhaqqiq kitab itu sendiri yaitu Muhammad Abu Bakar Badzib juga meragukan penisbatan kitab ini kepada Murtadho Az Zabidi. Maka apakah layak kitab ini disebut sebagai sebuah kitab yang mengitsbat nasab Baalawi ?? jika Kyai Fahrur tidak percaya dengan ini, silahkan telaah saja muqoddimah tahqiq yang disusun oleh pentahqiqnya, maka anda akan menemukan apa yang saya tuliskan di sini. [Muhammad Abu Bakar Ba Dzib, Muqoddimah Tahqiq kitab Ar Raudhul Jaliy, hal 41-49]  


Seandainya kitab itu benar-benar merupakan karya dari Murtadho Az Zabidi, maka pandangan beliau dapat diterima dan dapat ditolak. Sebagaimana penuturan dari Abdurrahman al Qoroja di dalam “al Kafil Muntakhob” (hal 128), beliau berkata: 


أمَّا رأيُ العلماءِ في الزَّبِيدِي.. فَالَّذي أَعلَمُه أنّه لم يذُمَّه أحدٌ إلّا الجبرتي كما قيل، ولم أَقِف عليه، وذلك لأمرٍ بينهما. والصحيحُ: أنّه من النسَّابَة المعتَبَرِين، حالُه مثلُ غيره: يُؤخَذ منه ويُرَدّ. 


 “Adapun pandangan ulama tentang Az Zabidi, maka yang saya ketahui bahwa beliau tidak dinilai cacat oleh seorang pun (dari kalangan ulama), kecuali al Jabarti sebagaimana dikatakan, saya tidak menemukanya, dan itupun karena ada sesuatu antara keduanya. Dan pandangan yang benar bahwa pendapat az Zabidi seperti ulama yang lain, dapat diterima dan dapat ditolak.”


Begitu  juga dengan kitab An Nafhah al Anbariyyah fi Ansab Khoril Bariyyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al Yamani al Musawi, juga dipandang oleh Abdurrahman al Qoroja ia bukanlah hujjah yang kuat meskipun dapat diambil manfaatnya, dan secara mayoritas data-datanya diambil dari penduduk Yaman. [al Kafil Muntakhob, hal 128]


Wal hasil, kesimpulan dari beberapa judul kitab yang disebutkan oleh Kyai Fahrur itu perlu diteliti ulang; karena tidak semua karya-karya ulama dalam hal tarikh atau sejarah dapat dijadikan sebagai dasar utama di dalam keshohihan nasab. Karena kitab-kitab sejarah dan biografi tidak bertujuan untuk menetapkan nasab. Maka Abdurrahman al Qoroja menuliskan: 


مصادر ليست غايتها الأنساب: كتب التراجم والتاريخ: هذه المصادر عموما ليس من غايتها تحقيق الأنساب، على قدر تناول الجوانب الشخصيّة وعدالة المترجم له أو ذكره ضمن سياق قصّة تاريخية، ومع ذلك يستثنى بعض كتب الطبقات التي رتّبت على الأنساب كطبقات ابن الخيّاط أو اعتني فيها بالأنساب عناية فائقة كطبقات ابن سعد. 


“Sumber-sumber yang tidak bertujuan membahas nasab: yaitu kitab-kitab biografi dan sejarah. Sumber-sumber ini tidak bertujuan untuk meneliti nasab, tetapi hanya sekedar mencakup sisi-sisi kepribadian tokoh yang disebutkan biografinya, keadilan tokoh tersebut, atau hanya menyebutkan tokoh yang tercakup di dalam kisah sejarah. Meski demikian, terdapat pengecualian, yaitu beberapa kitab-kitab Thobaqot yang diurutkan sesuai dengan nasab seperti Thobaqot Ibnul Khoyyath, atau kitab thobaqot yang mengkaji nasab dengan kajian yang lebih, seperti: kitab Thobaqot Ibnu Sa’ad”. [al Kafil Muntakhob, hal 111] 


Maka keterangan ini menunjukkan bahwa ketika sebuah nasab ditemukan di dalam kitab-kitab sejarah, maka belum tentu nasab tesebut adalah nasab yang shahih, tetapi harus diuji terlebih dahulu, apakah penulisnya termasuk dalam kategori tokoh yang memiliki perhatian khusus dalam kajian nasab, jika iya, maka bisa materinya bisa menjadi hujjah. Tetapi jika tidak termasuk, maka penelitian mengenai nasab tersebut memerlukan kajian yang mendalam. 


Antara Kaidah Itsbat dan Nafi dalam Nasab 


Sering kali disebut-sebut kaidah antara nafi dan itsbat mana yang didahulukan ? Abdurrahman al Qoroja menjawab permasalahan ini dengan: “yang didahulukan adalah yang  memiliki hujjah yang terkuat, dan yang memiliki poin-poin prioritas dalam menerima nasab, yaitu: prioritas dalam masa, tempat, pengetahuan (tentang tokoh yang akan ditetapkan nasabnya), dan keadilan.” [al Kafi al Muntakhob, hal 130]. Poin-poin itu sudah saya jelaskan di dalam vidio saya di link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=0D49vGM-O-4&t=885s silahkan simak saja penjelasannya. 


Maka dalam permasalahan ini tidak ada kaidah yang pasti mengenai mana yang lebih didahulukan, tetapi yang didahulukan adalah yang memiliki hujjah dan argumentasi yang terkuat di antara keduanya.


Nama Ubaidillah Tidak Disebut Di Dalam Kitab-Kitab Nasab Bukan Berarti Tidak Ada? Apakah Tetap dibutuhkan Data Sezaman?


Habib Hatim bin Muhammad al Jufri di dalam “As Saadah Al Alawi Al Uraidhiyyun al Husainiyyun” hal 119 dengan mengutip dari al Kattani mengatakan: 


واعلم أن عدم ذكر نسب أو فخذ في كتاب لا يقضى بعدم وجوده ولو بجزم صاحب الكتاب إلّا إذا عدم وجوده عند الكتب المعتمدة الأخرى في الفن. 


“ketahuilah bahwa tidak disebutnya sebuah nasab atau pangkal nasab di dalam kitab itu tidak bisa dihukumi akan ketiadaan nasab tersebut, meskipun seorang penulis kitab sudah memastikannya, kecuali ketika wujud nasab (nama) tersebut sama sekali tidak ditemukan di dalam kitab-kitab nasab otentik yang lain.” 


Pertanyaannya: apakah nama Ubaidillah ditemukan di dalam kitab-kitab nasab yang otentik? padahal sudah lewat 550 tahun semenjak kewafatan Ahmad bin Isa. Maka di sini betapa pentingnya data sezaman, agar mengetahui kebenaran Ubaidillah sebagai putra Ahmad bin Isa. 


Data sezaman dibutuhkan; karena ilmu nasab adalah bagian dari ilmu sejarah. Dalam menguji sebuah kejadian tentu membutuhkan data yang semasa dengan kejadian tersebut. Agar dapat dinilai seberapa jauh kebenaran dari kejadian tersebut. Begitu pula dengan meneliti sebuah nasab, khususnya nasab Baalawi, jika ingin menguji ketersambungannya kepada Rasulullah saw maka yang dilakukan oleh seorang peneliti adalah sebagai berikut: 


Mengkaji silsilah yang sedang dikaji dengan kajian nasab yang murni yeng  memiliki beberapa tahapan: (a) tahrirun nasab “menguji nasab” dengan meniliti nama-nama dalam silsilah itu satu persatu. (b) menghitung setiap generasi di dalam silsilah nasab dari sisi kelahiran dan kewafatan masing-masing generasi dari buku-buku sejarah. (c) melakukan muqobalah (komparasi) dengan nasab-nasab yang lain dari sumber-sumber kitab nasab yang otentik.

Mengkaji silsilah nasab dengan kajian sejarah murni, yaitu dengan menyodorkan silsilah nasab tersebut sesuai dengan perjalanan sejarah, memperhatikan nasab-nasab itu apakah sinkron dengan sejarah yang ada dari masa ke masa atau tidak.

Mengkaji nasab dengan kajian geografis, artinya menelusuri masing-masing generasi secara geografi di dalam peta suatu daerah atau tempat, mengetahui perpindahan generasi-generasi itu dari satu tempat ke tempat yang lain, dan mengetahui kapan terjadinya perpindahan itu. Tentu jika silsilah asli maka akan meninggalkan pengaruh tabiat kepada masyarakat di tempat yang dijadikan tempat tinggal. Dan jika tidak ditemukan pengaruhnya, maka silsilah tersebut terindikasi palsu; karena tidak memiliki bukti ketika ditelusuri. Dan ini merupakan bukti terkuat dalam kepalsuan nasab. 

Mengkaji silsilah dalam sudut pandang ilmu sosiologi, yaitu dengan mengkaji pemikiran, idiologi, dan psikologi. Nasab yang shohih dapat ditemukan tanda-tanda kebenarannya di ujung nasab, dapat ditemukan juga pada bagian tengah dan bagian yang bawah, rantai kebenarannya dapat ditemukan di generasi yang awal, di tengah dan di akhir. 

Tidak mencukupkan diri dengan 4 poin di atas, tetapi penelitiannya harus lebih mendalam lagi dengan tujuan lebih memastikan lagi kebenaran dan ketersambungan dari satu generasi kepada generasi yang lain. [Husain Haidar al Hasyimi, Rosail fi Ilmil Ansab, hal 183-186] 

Maka proses ini sudah bisa difahami betapa pentingnya data sezaman, untuk mengkonfirmasi akan ketersambungan antara satu generasi dengan generasi selanjutnya. Apalagi dalam mengkaji sebuah nasab yang diklaim sebagai nasab yang paling shohih sedunia. Karena banyak klaim yang menyatakan dengan jelas bahwa nasab Baalawi adalah nasab yang paling shohih sedunia, bahkan nasab yang disepakati oleh seluruh ulama sedunia. Tetapi jika ditelusuri, misalnya: Muhammad bin Ali Ba alawi Shahib Mirbath (w. 552 H) dikatakan sebagai ulama yang pertama kali menyebarkan ilmu fiqih di kota Mirbath (Dhofar Qodim). Mari kita telusuri apakah tokoh tersebut yang merupakan generasi ke 6 dari Ubaidillah. Di dalam kitab Thobaqot Ibnu Samuroh (w. 587 H) ketika menyebutkan tokoh-tokoh ahli fiqih di kota Mirbat, ternyata tidak ditemukan sama sekali nama Muhammad Shahib Mirbat Ba alawi, apalagi sebagai seorang ulama besar, apalagi seorang imam, apalagi sebagai seorang tokoh besar yang menyebarkan ilmu fiqih di sana. Tapi yang ditemukan malah Muhammad bin Ali Al Qol’i [lihat: Ibnu Samuroh, Thobaqot Fuqoha al Yaman, hal 220] bahkan tidak hanya Ibnu Samuroh yang menyebutkannya, bahkan Tajuddin Ibnu Subki pun menyebutkan biografi Muhammad bin Ali Al Qol’i. Hal yang serupa juga dapat ditemui di dalam kitab As Suluk (1/454) karya Baha’uddin al Janadi (w. 732 H). Tentu jika diperhatikan bahwa zaman Al Janadi itu lebih dari 200 tahun setelah kewafatan Muhammad bin Ali Shahib Mirbath Baalawi. Dia tidak mengkonfirmasi keberadaan Shahib Mirbat, tetapi hanya mengkonfirmasi Muhammad bin Ali Al Qol’i yang masih satu wilayah dengan Shahib Mirbath. Bahkan lebih dari itu, gelar Shahib Mirbath itu tidak terkonfirmasi sebagai gelar Muhammad Baalawi, tetapi itu merupakan gelar dari Muhammad bin Ahmad al Akhal al Manjawi (w. 600 an H), sebagaimana penuturan Ibnul Atsir. Maka disimpulkan bahwa Muhammad bin Ali Shohib Mirbath Ba alawi adalah tokoh yang fiktif, yang kemasyhurannya sebagai imam, ulama besar dan keilmuan yang menyebar ke segala penjuru adalah klaim yang tidak bisa dibuktikan di dalam kitab sejarah. Dan sebagaimana penuturan para ulama nasab, maka nasab yang berkriteria seperti ini adalah nasab yang terindikasi palsu. Ini baru satu nama, belum kepada nama-nama yang lain dari tokoh-tokoh ba alawi. 


Maka, Kiai Fahrur harus kembali mengkaji kitab-kitab dalam ilmu nasab, metode yang digunakan dalam ilmu nasab, serta bagaimana hubungan yang kuat antara ilmu nasab dengan ilmu sejarah. Agar tidak bersembunyi di balik dalih “syuhroh dan istifadhoh” yang disebutkan oleh para pakar fiqih dan dalih tidak dibutuhkannya data sezaman. 


Cinangka, 7 Desember 2023. 


Paling Banyak Dilihat

KARYA SASTRA

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

BY ADMIN 10 JANUARI 2024 0

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian...


READ MORE

LOAD MORE

ALL

BERITA

OPINI

PUSTAKA

SANTRI

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

LOAD MORE

Baca Juga

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW

BY ADMIN 27 MARET 2023 0

Opini Berita Pustaka Ulama Santri Pesantren

Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.


Search...


Beranda

Berita

Opini

Ulama

Biografi

Pesantren

Download

Web RMI

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

[11/1 00.25] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://rminubanten.or.id/keturunan-nabi-muhammad-saw-yang-asli-di-taman-membatalkan-nasab-ba-alawi/



RMI PWNU Banten

Home  Pustaka  Karya Sastra

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Admin by Admin  10 Januari 2024 3 min read




0

SHARES

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian kitab nasab, tetapi di negeri asalnya sendiri, yaitu Yaman, pegakuan mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw. ditolak dan di batalkan, bahkan tidak tanggung-tanggung, pembatalan itu berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang mufti Negara Yaman.


Baca Juga

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

 

Seorang mufti Diyar al-Yamaniyah (ulama pemberi fatwa negeri-negeri di Yaman) yang bernama Syekh Syamsuddin Syarafuddin, telah mengumumkan fatwa tentang bahwa duapuluhsatu marga di Yaman bukanlah keturunan Nabi Muhammad Saw. Fatwa itu dibuat karena sebelumnya, duapuluhsatu marga itu mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw. fatwa itu di post-kan dibeberapa media di Yaman, termasuk media online seperti dalam surat kabar online “Shaut al-Watan” (https://voicenews.com/news/374149).


Duapuluh satu marga yang difatwakan bukan sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw. itu adalah sebagai berikut: Al-Ahdal, al-Nahari, al-Ba’Alwi, al-Saqqaf, al-Atas, al-Shami, al-Imad, al-Washali, al-jufri, al-Junaid, al-Habsyi, al-Shatiri, al-Wada’I, al-Shili,al-Ba ‘Aqil, al-Zabidi, al-Fad’aq, al-Muhdor, al-‘Idrus, al-Faqih, al-Kaf, al-Ba Hashim.


Adapun fatwa lengkap itu adalah sebagai berikut:


الحوثيون يعلنون رسمياً تجريد هذه الأسرة من النسب الهاشمي

يحاول البعض نسب نفسة إلى بنوا هاشم رضوان الله عليهم سادة هذه الأرض وهؤلاء ليسوا سوى من المتسلقين الذي لا يتشرفوا بنسبهم و يحاولوا نسب انفسهم الى اطهر الخلق سادة ال البيت الاطهار ومن ضمن هذة الاسر التي لم يثبت اي صلة نسبها الى هواشم وسادة ال البيت الاطهار وهم آل الاهدل، ال النهاري، ال باعلوي، ال السقاف، ال العطاس، ال الشامي، ال العماد، ال الوشلي، ال الجفري، ال الجنيد، ال الحبشي، ال الشاطري، ال الوادعي، ال الشلي، ال باعقيل، ال الزبيدي، ال فدعق، ال المحضار، ال العيدروس، ال الفقية، ال الكاف، ال باهاشم، والعديد من الاسر التي سوف ننشرها تباعاً والتي ضهرت على السطح خلال السنوات الاخيرة من اجل التكسب والمنصب والجاة. ونحن في هيئة علماء اليمن نحذر من محاولة نسب الانساب الى غير أهلها وقد حذرنا مراراً وتكراراً من هاولاء المتسلقين ونحيي العقلاء منهم الذي تفهموا الامر وحاولوا نسب انفسهم الى القبائل وليس إلى سادة وهواشم ال البيت رضوان الله عليهم. العلامة شمس الدين شرف الدين مفتي الديار اليمنية صنعاء ٢٥ ذو الحجة ١٤٤٣


“Houthi secara resmi mengumumkan pencabutan garis keturunan al-Hashimi dari keluarga ini. Ada orang-orang yang berusaha mengklasifikasikan diri mereka sebagai keturunan Hasyim radhiyallahu ‘anhu, para sayyid negeri ini, dan mereka ini hanyalah orang-orang yang ingin naik (kelas sosial) yang tidak merasa mulia dengan silsilah mereka. Mereka berusaha menisbatkan nasab mereka kepada mahluk paling suci (Nabi Muhammad Saw. sebagai) para sayyid keluarga yang suci. di antara keluarga-keluarga yang tidak ada hubungannya dengan keluraga Hawashim (keturunan Hashim) dan para sayyid ahli bait yang suci. Mereka adalah: Al-Ahdal, Al-Nahari, Al-Baalawi, Al-Saqqaf, Al-Attas, Al-Shami, Al-Imad, Al-Washli, Al-Jifri, Al-Junaid, Al-Habashi, Al-Shatri, Al-Wadaei, Al-Shali, Al-Baqeel, Al-Zubaidi, Al- Fadaq. , Al-Mihdhar, Al-Aidarus, Keluarga Al-Faqih, keluarga Al-Kaf, keluarga Bahashim, dan masih banyak keluarga yang akan kami terbitkan berturut-turut, yang mengemuka dalam beberapa tahun terakhir demi keuntungan, kedudukan, dan ketenaran. Kami, di Asosiasi Cendekiawan Yaman, memperingatkan agar tidak mencoba mengaitkan silsilah dengan orang selain kaum mereka. Kami telah berulang kali memperingatkan terhadap mereka, dan kami salut kepada orang-orang bijak di antara mereka yang memahami masalah ini dan mencoba menghubungkan diri mereka kepada suku-suku bukan kepada sayyid dan Hashem, keluarga Ahlul Bait, semoga Tuhan meridhoi mereka. Al-Allamah Syams al-Din Sharaf al-Din, Mufti Yaman, Sana’a, 25 Dhu al-Hijjah 1443”


Syekh Syamsuddin Syarafuddin adalah mufti Negara Yaman dari marga Haouti. Haouti adalah marga keluarga keturunan Nabi Muhammad Saw. di Yaman yang hari ini secara defacto menguasai Negara Yaman dengan kudeta militer. Keluarga Houti adalah dzuriyat Nabi Muhammad Saw. keturunan dari Yahya bin Husain Al-rassi. Yahya bin Husain al-Rassi menguasai Yaman pada tahun 284 Hijriah. Dinasti al-rassi ini menguasai Yaman mulai tahun 284-444 H.


Dari keterangan di atas, kita mengetahui bahwa pembatalan nasab Ba Alwi bukan hanya dilakukan penulis, tetapi banyak ulama juga yang telah membatalkan nasab Ba Alawi. Dari sini, sangatlah kokoh pembatalan nasab Ba Alawi karena dalam Negara Yaman sendiri tidak mengakui mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw. dan, jika benar-benar Ahmad bin Isa itu pindah ke Yaman, maka ia pindah ke Yaman pada saat al-rassi berkuasa. Artinya, akan diketahui oleh keluarga al-rassi dan akan dicatat sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw. dan hari ini, tentu keturunan dari al-Rassi, yaitu Houti, tidak akan berani membatalkan nasab Ba Alwi. Lalu kenapa mereka hari ini berani membatalkan nasab Ba Alwi, jawabannya hanya satu, yaitu karena dari dulu hingga hari ini, mereka tidak mempercayai bahwa Ba Alwi adalah keturunan Nabi Muhammad Saw.


Penulis: Imaduddin Utsman al-Bantani


Paling Banyak Dilihat

KARYA SASTRA

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

BY ADMIN 10 JANUARI 2024 0

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian...


READ MORE

LOAD MORE

ALL

BERITA

OPINI

PUSTAKA

SANTRI

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

LOAD MORE

Baca Juga

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW

BY ADMIN 27 MARET 2023 0

Opini Berita Pustaka Ulama Santri Pesantren

Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.


Search...


Beranda

Berita

Opini

Ulama

Biografi

Pesantren

Download

Web RMI

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

[11/1 00.27] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://rminubanten.or.id/mudahnya-melontarkan-tuduhan-demi-membela-polemik-nasab-ba-alwi/



RMI PWNU Banten

Home  Biografi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Admin by Admin  8 Januari 2024 4 min read




0

SHARES

Sebuah artikel yang ditulis oleh seorang yang mengaku cendekiawan yang dimuat dibeberapa website dengan judul “Stop Rasisme Nasab”. Yang menurut penulis, isinya hanyalah pembelaan terhadap Ba Alwi dalam status mereka sebagai dzuriyah Nabi Muhammad SAW dan menyudutkan kelompok yang meneliti yakni KH Imaduddin Utsman yang mempertanyakan secara data ilmiah (pustakan dan DNA) akan keshahihan nasab Ba Alwi yang selama ini dipublikasikan sebagai nasab yang paling shahih sedunia. Sebagaimana klaim ini diwariskan secara turun menurun semenjak ratusan tahun yang lalu.


Beberapa bulan lalu, beliau telah menuliskan artikel yang panjang dan berupaya untuk menyudahi konflik nasab Ba Alwi, meskipun upayanya itu gagal dan tidak membawa efek apapun. Karena tulisannya sama sekali tidak menyentuh substansi yang dibicarakan oleh KH Imaduddin dan terkesan “memaksakan” orang lain agar mempercayai nasab Ba Alwi sebagai dzuriyah Nabi Muhammad SAW. Dan tulisan itu juga sudah penulis sanggah, meskipun sampai saat ini tidak ada reaksi dan sanggahan lagi sedikitpun.


Poin-poin dari artikel yang berjudul judul “Stop Rasisme Nasab” tersebut ialah:


Pertama: Ukuran kebenaran adalah banyaknya pengikut.


Ia bercerita bahwa di Malang, ada acara haul seorang habib yang dihadiri oleh ribuan orang, yang tentunya salah satunya ialah Ia sendiri. Kemudian berkesimpulan, polemik nasab yang berlangsung hampir satu tahun ini tidak ada pengaruh sedikitpun kepada masyarakat. Apa benar demikian? Benarkah bahwa barometer kebenaran adalah banyaknya pengikut?, kala Fir’aun yang sangat banyak pengikutnya maka ia merupakan pemegang kebenaran? tentu ini adalah logika yang tidak tepat dan tidak benar. Beliau pun pasti tahu tentang sebuah maqolah “Para ulamanya umat Nabi Muhammad SAW itu seperti para nabi Bani Isroil”. Memangnya jumlah keseluruhan Bani Israil saat itu berapa sampai segitu banyak nabinya?. Dan pengikut dari masing-masing nabi terdahulu berapa banyak? tentu Ia sudah tahu jawabannya.


Jika statemennya di atas benar, dan tidak memiliki pengaruh apa-apa di masyarakat, lalu kenapa beberapa PCNU di Jawa Barat dan Jawa Tengah, seperti: PCNU se-Solo Raya yang mencakup beberapa kabupaten-kota, PCNU Wonogiri, dan PCNU Garut malah meyakini Ba Alwi bukan sebagai keturunan Nabi Muhammad dan justru mendukung kajian ilmiah KH Imaduddin tentang nasab Ba Alwi?, atau jangan-jangan beliau tidak mendengar informasi tersebut?  


Kedua: Tuduhan banyaknya pemotongan teks kutipan dan interpretasi yang salah, sehingga analisa berpikirnya pun menjadi salah. 


Jika tuduhan itu benar, tinggal disampaikan saja ke publik. Kami warga NU yang tidak tahu apa-apa jika dibandingkan dengan seorang Kiai yang menjadi pejabat Ketua Bidang Keagamaan tentu pengetahuannya sangat luas dan bijak. Tapi, kami tahu bahwa setiap tuduhan harus mendatangkan bukti, jika tuduhan tidak disertai dengan bukti, maka itu hanyalah tuduhan kosong belaka. Seperti Ba Alwi yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Nabi Muhammad, harusnya mereka yang mendatangkan bukti kedzuriyatan mereka, bukan sebaliknya menuntut orang lain untuk mendatangkan bukti ulama mana yang telah membatalkan nasab Ba Alwi. Penulis rasa ini adalah logika sederhana yang mudah dipahami oleh masyarakat awam seperti penulis, dan beliau pasti sangat memahami ini.


Ketiga: bersandar kepada kitab yang tidak sedang membahas anak-anaknya Ahmad bin Isa, dan menggunakan kitab-kitab yang tidak relevan dan asal comot.


Lagi-lagi ini adalah tuduhan yang tidak berdasar. Tapi bolehlah saya melontarkan pertanyaan kepadanya, sebutkan nama kitab yang secara khusus membahas anak-anak Ahmad bin Isa, penulisnya siapa dan ditulis tahun berapa?, penulis sangat memerlukannya. Namun jangan sampai menyebut nama-nama kitab di abad ke-9, 10, bahkan 14 H, karena masyarakat sudah mulai mengetahui bagaimana polesan-polesan dan rajutan-rajutan sejarah yang dilakukan oleh para sejarawan Ba Alwi atau Muhibin mereka. Atau jangan-jangan Ia pun belum membacanya?   


Keempat: menolak kitab sezaman dalam pengitsbatan nasab, dan jika kaidah itu digunakan maka nasab Syekh Abdul Qodir pun akan batal


Jika tidak sependapat dengan teori kitab sezaman, maka itu hak bapak. Tapi jangan kemudian mengahalang-halangi orang lain untuk menggunakan teori itu. Teori itu sudah dijelaskan oleh para ulama-ulama nasab, dan saya yakin beliau belum membacanya, atau sengaja tidak membacanya. Padahal sudah dijelaskan di dalam tulisan penulis sebelumnya.


Jika merunut sejarah tokoh-tokoh Ba Alwi, seperti: Muhammad bin Ali “Shohib Mirbath”, ia tokoh historis atau tokoh fiktif?. Penulis tidak menemukannya di dalam buku-buku sejarah eksternal Ba Alwi di masanya, padahal beliau itu seorang imam, tokoh pertama penyebar madzhab syafi’i di kota Mirbath, kok penulis tidak menemukannya, malah penulis temukan nama yang sama dengan laqob yang berbeda, yaitu: Muhammad bin Ali al Qol’i. Dan jika ditelaah kitab-kitab sejarah Baalwi, al-Qol’i malah berguru kepada Muhammad Shohib Mirbath. Padahal sebelum kedatangan Muhammad al-Qol’i, kota Mirbath dikenal sebagai kota yang penduduknya bukan orang yang terpelajar, jangankan menjadi orang yang terpelajar, mengetahui dasar-dasar agama saja tidak. Jadi kitab-kitab sejarah Baalawi mengambil sumber dari mana bahwa Muhammad Shohib Mirbath adalah gurunya al Qol’i? atau hanya rajutan dan tenunan yang dilakukan oleh sejarawan-sejarawan Ba Alwi, khususnya dari kalangan Ba Alwi kontemporer?.


Adapun nasab Syekh Abdul Qodir al Jailani yang ditolak oleh Ibnu Anibah, itu bukan karena konsekwensi dari persyaratan kitab sezaman, tetapi karena ada “sesuatu” antara Ibnu Inabah dengan Syekh Abdul Qodir, yang penjelasannya dapat kita bisa buka di komentar Syekh Abdurrahman Majid al Qoroja atas kitab Umdatut Tholib.


Jadi jangan mengada-ngada, dengan tuduhan “kitab sezaman” adalah bikinan KH Imaduddin Utsman, jangan dong pak, karena barangkali bapak yang ngopinya kurang kental.      


Kelima: keturunan wali songo tidak pernah dicatat


Terkait hal ini sebetulnya dapat dikonfirmasikan ke masing-masing dzuriyah Wali Songo. Tanyakan saja kepada mereka punya catatan atau tidak. Jangan kemudian ketika yang dipertanyakan data ilmiah nasab Ba Alwi, lalu direspon malah dengan cara menyerang dzuriyah Wali Songo. Bantu dulu Ba Alwi untuk menjawab 12 pertanyaan KH Imaduddin yang sampai saat ini belum terjawab.    


Keenam: yang menentang pandangan KH Imad pasti salah, meskipun Rais Aam PBNU


Kesimpulan ini juga salah, tidak sesuai dengan kenyataan. Kami berbicara tentang data, kitab-kitab sejarah, nasab, baik internal atau eksternal, bahkan yang manuskrip pun kami telaah. Namun dari sekian banyak kitab yang ditelaah, kami justru menemukan data nasab Ba Alwi semakin rancu dan semakin gelap. Kami menduga bahwa hal yang seperti ini juga dilakukan oleh Rais Aam. Ternyata dugaan ini salah, apakah sekelas Beliau tidak melakukan hal yang sama, sehingga berstatemen: “(Imam) Ubaidillah difitnah”, berarti orang-orang yang selama ini mencari kebenaran tentang nasab Ba Alwi dianggap para pelaku fitnah?.


Padahal kami sudah menggali banyak data, tapi hanya membuahkan “tuduhan fitnah”. Tentu hal ini sangat menyayat hati, seakan tidak dihargainya keilmuan, pengetahuan, dan sebuah sikap yang tidak mencerminkan sikap yang seharusnya. Maka wajar jika sekelas Rais Aam pun mendapatkan reaksi dari sana-sini, yang di antaranya adalah dari penulis sendiri. Takkan ada reaksi jika tidak ada aksi, meskipun itu dari Rais Aam, atau seorang ketua. 


Oleh: Abdul Aziz Jazuli, Lc, MH.

Ponpes TQN Al Mubarok Cinangka, Serang, Banten


Baca Juga

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

 

Paling Banyak Dilihat

KARYA SASTRA

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

BY ADMIN 10 JANUARI 2024 0

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian...


READ MORE

LOAD MORE

ALL

BERITA

OPINI

PUSTAKA

SANTRI

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

LOAD MORE

Baca Juga

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW

BY ADMIN 27 MARET 2023 0

Opini Berita Pustaka Ulama Santri Pesantren

Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.


Search...


Beranda

Berita

Opini

Ulama

Biografi

Pesantren

Download

Web RMI

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

[11/1 00.29] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://rminubanten.or.id/menjawab-sang-pembela-ba-alwi/



RMI PWNU Banten

Home  Biografi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Admin by Admin  8 Januari 2024 4 min read




0

SHARES

Sebuah artikel yang ditulis oleh seorang yang mengaku cendekiawan yang dimuat dibeberapa website dengan judul “Stop Rasisme Nasab”. Yang menurut penulis, isinya hanyalah pembelaan terhadap Ba Alwi dalam status mereka sebagai dzuriyah Nabi Muhammad SAW dan menyudutkan kelompok yang meneliti yakni KH Imaduddin Utsman yang mempertanyakan secara data ilmiah (pustakan dan DNA) akan keshahihan nasab Ba Alwi yang selama ini dipublikasikan sebagai nasab yang paling shahih sedunia. Sebagaimana klaim ini diwariskan secara turun menurun semenjak ratusan tahun yang lalu.


Beberapa bulan lalu, beliau telah menuliskan artikel yang panjang dan berupaya untuk menyudahi konflik nasab Ba Alwi, meskipun upayanya itu gagal dan tidak membawa efek apapun. Karena tulisannya sama sekali tidak menyentuh substansi yang dibicarakan oleh KH Imaduddin dan terkesan “memaksakan” orang lain agar mempercayai nasab Ba Alwi sebagai dzuriyah Nabi Muhammad SAW. Dan tulisan itu juga sudah penulis sanggah, meskipun sampai saat ini tidak ada reaksi dan sanggahan lagi sedikitpun.


Poin-poin dari artikel yang berjudul judul “Stop Rasisme Nasab” tersebut ialah:


Pertama: Ukuran kebenaran adalah banyaknya pengikut.


Ia bercerita bahwa di Malang, ada acara haul seorang habib yang dihadiri oleh ribuan orang, yang tentunya salah satunya ialah Ia sendiri. Kemudian berkesimpulan, polemik nasab yang berlangsung hampir satu tahun ini tidak ada pengaruh sedikitpun kepada masyarakat. Apa benar demikian? Benarkah bahwa barometer kebenaran adalah banyaknya pengikut?, kala Fir’aun yang sangat banyak pengikutnya maka ia merupakan pemegang kebenaran? tentu ini adalah logika yang tidak tepat dan tidak benar. Beliau pun pasti tahu tentang sebuah maqolah “Para ulamanya umat Nabi Muhammad SAW itu seperti para nabi Bani Isroil”. Memangnya jumlah keseluruhan Bani Israil saat itu berapa sampai segitu banyak nabinya?. Dan pengikut dari masing-masing nabi terdahulu berapa banyak? tentu Ia sudah tahu jawabannya.


Jika statemennya di atas benar, dan tidak memiliki pengaruh apa-apa di masyarakat, lalu kenapa beberapa PCNU di Jawa Barat dan Jawa Tengah, seperti: PCNU se-Solo Raya yang mencakup beberapa kabupaten-kota, PCNU Wonogiri, dan PCNU Garut malah meyakini Ba Alwi bukan sebagai keturunan Nabi Muhammad dan justru mendukung kajian ilmiah KH Imaduddin tentang nasab Ba Alwi?, atau jangan-jangan beliau tidak mendengar informasi tersebut?  


Kedua: Tuduhan banyaknya pemotongan teks kutipan dan interpretasi yang salah, sehingga analisa berpikirnya pun menjadi salah. 


Jika tuduhan itu benar, tinggal disampaikan saja ke publik. Kami warga NU yang tidak tahu apa-apa jika dibandingkan dengan seorang Kiai yang menjadi pejabat Ketua Bidang Keagamaan tentu pengetahuannya sangat luas dan bijak. Tapi, kami tahu bahwa setiap tuduhan harus mendatangkan bukti, jika tuduhan tidak disertai dengan bukti, maka itu hanyalah tuduhan kosong belaka. Seperti Ba Alwi yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Nabi Muhammad, harusnya mereka yang mendatangkan bukti kedzuriyatan mereka, bukan sebaliknya menuntut orang lain untuk mendatangkan bukti ulama mana yang telah membatalkan nasab Ba Alwi. Penulis rasa ini adalah logika sederhana yang mudah dipahami oleh masyarakat awam seperti penulis, dan beliau pasti sangat memahami ini.


Ketiga: bersandar kepada kitab yang tidak sedang membahas anak-anaknya Ahmad bin Isa, dan menggunakan kitab-kitab yang tidak relevan dan asal comot.


Lagi-lagi ini adalah tuduhan yang tidak berdasar. Tapi bolehlah saya melontarkan pertanyaan kepadanya, sebutkan nama kitab yang secara khusus membahas anak-anak Ahmad bin Isa, penulisnya siapa dan ditulis tahun berapa?, penulis sangat memerlukannya. Namun jangan sampai menyebut nama-nama kitab di abad ke-9, 10, bahkan 14 H, karena masyarakat sudah mulai mengetahui bagaimana polesan-polesan dan rajutan-rajutan sejarah yang dilakukan oleh para sejarawan Ba Alwi atau Muhibin mereka. Atau jangan-jangan Ia pun belum membacanya?   


Keempat: menolak kitab sezaman dalam pengitsbatan nasab, dan jika kaidah itu digunakan maka nasab Syekh Abdul Qodir pun akan batal


Jika tidak sependapat dengan teori kitab sezaman, maka itu hak bapak. Tapi jangan kemudian mengahalang-halangi orang lain untuk menggunakan teori itu. Teori itu sudah dijelaskan oleh para ulama-ulama nasab, dan saya yakin beliau belum membacanya, atau sengaja tidak membacanya. Padahal sudah dijelaskan di dalam tulisan penulis sebelumnya.


Jika merunut sejarah tokoh-tokoh Ba Alwi, seperti: Muhammad bin Ali “Shohib Mirbath”, ia tokoh historis atau tokoh fiktif?. Penulis tidak menemukannya di dalam buku-buku sejarah eksternal Ba Alwi di masanya, padahal beliau itu seorang imam, tokoh pertama penyebar madzhab syafi’i di kota Mirbath, kok penulis tidak menemukannya, malah penulis temukan nama yang sama dengan laqob yang berbeda, yaitu: Muhammad bin Ali al Qol’i. Dan jika ditelaah kitab-kitab sejarah Baalwi, al-Qol’i malah berguru kepada Muhammad Shohib Mirbath. Padahal sebelum kedatangan Muhammad al-Qol’i, kota Mirbath dikenal sebagai kota yang penduduknya bukan orang yang terpelajar, jangankan menjadi orang yang terpelajar, mengetahui dasar-dasar agama saja tidak. Jadi kitab-kitab sejarah Baalawi mengambil sumber dari mana bahwa Muhammad Shohib Mirbath adalah gurunya al Qol’i? atau hanya rajutan dan tenunan yang dilakukan oleh sejarawan-sejarawan Ba Alwi, khususnya dari kalangan Ba Alwi kontemporer?.


Adapun nasab Syekh Abdul Qodir al Jailani yang ditolak oleh Ibnu Anibah, itu bukan karena konsekwensi dari persyaratan kitab sezaman, tetapi karena ada “sesuatu” antara Ibnu Inabah dengan Syekh Abdul Qodir, yang penjelasannya dapat kita bisa buka di komentar Syekh Abdurrahman Majid al Qoroja atas kitab Umdatut Tholib.


Jadi jangan mengada-ngada, dengan tuduhan “kitab sezaman” adalah bikinan KH Imaduddin Utsman, jangan dong pak, karena barangkali bapak yang ngopinya kurang kental.      


Kelima: keturunan wali songo tidak pernah dicatat


Terkait hal ini sebetulnya dapat dikonfirmasikan ke masing-masing dzuriyah Wali Songo. Tanyakan saja kepada mereka punya catatan atau tidak. Jangan kemudian ketika yang dipertanyakan data ilmiah nasab Ba Alwi, lalu direspon malah dengan cara menyerang dzuriyah Wali Songo. Bantu dulu Ba Alwi untuk menjawab 12 pertanyaan KH Imaduddin yang sampai saat ini belum terjawab.    


Keenam: yang menentang pandangan KH Imad pasti salah, meskipun Rais Aam PBNU


Kesimpulan ini juga salah, tidak sesuai dengan kenyataan. Kami berbicara tentang data, kitab-kitab sejarah, nasab, baik internal atau eksternal, bahkan yang manuskrip pun kami telaah. Namun dari sekian banyak kitab yang ditelaah, kami justru menemukan data nasab Ba Alwi semakin rancu dan semakin gelap. Kami menduga bahwa hal yang seperti ini juga dilakukan oleh Rais Aam. Ternyata dugaan ini salah, apakah sekelas Beliau tidak melakukan hal yang sama, sehingga berstatemen: “(Imam) Ubaidillah difitnah”, berarti orang-orang yang selama ini mencari kebenaran tentang nasab Ba Alwi dianggap para pelaku fitnah?.


Padahal kami sudah menggali banyak data, tapi hanya membuahkan “tuduhan fitnah”. Tentu hal ini sangat menyayat hati, seakan tidak dihargainya keilmuan, pengetahuan, dan sebuah sikap yang tidak mencerminkan sikap yang seharusnya. Maka wajar jika sekelas Rais Aam pun mendapatkan reaksi dari sana-sini, yang di antaranya adalah dari penulis sendiri. Takkan ada reaksi jika tidak ada aksi, meskipun itu dari Rais Aam, atau seorang ketua. 


Oleh: Abdul Aziz Jazuli, Lc, MH.

Ponpes TQN Al Mubarok Cinangka, Serang, Banten


Baca Juga

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

 

Paling Banyak Dilihat

KARYA SASTRA

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

BY ADMIN 10 JANUARI 2024 0

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian...


READ MORE

LOAD MORE

ALL

BERITA

OPINI

PUSTAKA

SANTRI

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

LOAD MORE

Baca Juga

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW

BY ADMIN 27 MARET 2023 0

Opini Berita Pustaka Ulama Santri Pesantren

Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.


Search...


Beranda

Berita

Opini

Ulama

Biografi

Pesantren

Download

Web RMI

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

[11/1 00.31] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://rminubanten.or.id/ini-sanad-syaikh-yasin-al-fadani-yang-asli/



RMI PWNU Banten

Home  Biografi

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Admin by Admin  4 Januari 2024 2 min read




0

SHARES

Kata Gus Rumail, sanad riwayat dari Hasan al-Allal dan Abul Qasim al-Naffat telah disebut oleh Musnid al-Dunya, Syekh Yasin al-Padani. Sanad apa yang dimaksud Gus Rumail? Mungkin ia berharap, para pembaca memahami bahwa Ubaidillah sudah disebut di sana.


Penulis beritahukan kepada pembaca, bahwa sanad dari Syekh Yasin al-Fadani itu tidak berarti apa-apa terhadap nasab Ba Alwi. Ia sama sekali tidak menyebut Ubaidillah. Ia hanya menyebut nama dua orang perawi bernama Abul Qasim al-Naffat dan al-Hasan bin Muhammad al-Alal, dan keduanya bukanlah leluhur Ba Alwi. Abul Qosim al-Naffat adalah keturunan asli Ahmad bin Isa yang terkonfirmasi kitab-kitab nasab sezaman. Ia tidak ada kaitan dengan Ba Alwi.


Dalam sanad palsu yang ditulis Gus Rumail, bahwa al-Alal mendapatkan hadits dari pamannya yang bernama Abdullah. Kalimat seperti itu tidak ada dalam kitab Syekh Yasin al-Fadani. Dalam kitab Syekh Yasin itu disebut al-Alal mendapatkan hadits yang tersambung kepada Sayidina Ali, sama sekali tidak ada al-Alal menyebut Abdullah sebagai pamannya. Kenapa? Karena memang al-Alal ini bukan ponakan Abdullah atau Ubaidillah. Ia tidak punya paman Abdullah atau Ubaidillah. Kakeknya hanya punya anak tiga: Muhammad, Ali dan Husain. Tidak ada anaknya bernama Ubaidillah ataupun Abdullah.


Kedua nama ini hanya mencangkok nasab Ahmad bin Isa. Jadid mencangkok nasab Ahmad bin Isa dengan nama Abdullah, lalu Ba Alwi mencangkok dari Abdullah ini dengan menggantinya menjadi Ubadillah. Ba Alwi ini mencangkok dari cangkokan.


Agar pembaca juga bisa meneliti di bawah ini keterangan dalam kitab al-Arbain karya Syekh Yasin al-Fadani halaman 70-71:


ورواه ابو القاسم النفاط في مسنده عن علي علي بن ابي طالب وعن الحسن بن علي والحسين بن علي ورواه الحسن بن محمد العلال العراقي في مسندة عن علي


Lihat sanad ini dengan teliti, apakah di dalamnya ada nama ubaidillah atau Abdullah? Tidak ada!


Katanya Gus Rumail akan segera mengirimkan jawaban untuk dua belas pertanyaan penulis. Jika benar dan telah sampai, insya Allah, jawaban Gus Rumail poin per poin akan penulis ulas dalam tulisan sebelum kemudian diadakan diskusi.


Penulis: Imaduddin Utsman al-Bantani


Baca Juga

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

 

Paling Banyak Dilihat

KARYA SASTRA

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

BY ADMIN 10 JANUARI 2024 0

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian...


READ MORE

LOAD MORE

ALL

BERITA

OPINI

PUSTAKA

SANTRI

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

LOAD MORE

Baca Juga

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW

BY ADMIN 27 MARET 2023 0

Opini Berita Pustaka Ulama Santri Pesantren

Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.


Search...


Beranda

Berita

Opini

Ulama

Biografi

Pesantren

Download

Web RMI

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

[11/1 00.32] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: https://rminubanten.or.id/rummail-abbas-setelah-terbukti-sanad-palsu/



RMI PWNU Banten

Home  Biografi

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

Admin by Admin  3 Januari 2024 3 min read




0

SHARES

Gus Rumail dalam tulisannya yang berjudul “Syarif, Alawi, dan al-Hasani-al-Husaini: benarkah memiliki Makna Genealogi?” menjadikan sebuah “sanad hadits” sebagai hujjah bahwa sosok Abdullah adalah sosok historis.


Baca Juga

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

 

Perhatikan sanad Gus Rumail berikut ini:


حدثنا الحسن بن محمد العلال قال حدثنا جدي ابو الحسن علي بن محمد بن احمد بن عيسى العلال العلوى بالبصرة قال حدثنا عمي عبد الله بن احمد الابح بن عيسى العلوي نزيل اليمن قال حدثنا الحسين بن محمد بن عبيد بن العسكري ببغداد قال أنبأنا ابو جعفر محمد بن الحسبن الدقاق قال انبأنا القاسم بن بشر قال انبأنا الوليد بن مسلم قال حدثنا الاوزعي قال حدثني عبد الرحمن بن القاسم وحدثني القاسم بن محمد عن عائشة


Sanad itu terbukti palsu karena hanya merupakan sanad tiruan dari sanad asli yang terdapat dalam kitab Tarikh Bagdad (keterangan lengkap lihat tulisan penulis sebelumnya: Membongkar Manuskrip Sanad Wayang Gus Rumail).


Lalu Gus Rumail menjawab:

“Ditambah, rijal-hadits hadits yang saya temukan itu disahihkan (bahkan disebut mutawatir) oleh Musnid al-Dunya Syaikh Yasin al-Fadani dan beberapa ulama hadits kontemporer, seperti Syaikh Usamah al-Azhari (supervisor penelitian saya)”.


Sekarang pembaca telah melihat sanadnya di atas, dan telah membaca jawabanya di bawah. Katanya sanad yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa itu telah disahihkan oleh Syaikh Yasin Padang.


Untuk menguji kejujuran Gus Rumail, penulis tantang ia untuk menyebutkan kitab apa yang menyebutkan bahwa Syekh Yasin Padang mensahihkan sanad hadits yang memyebut abdullah “bin Ahmad bin Isa” itu: juz berapa, halaman berapa?


Jika ia tidak berdusta, maka ia akan menyebutkan kitabnya, juz berapa, halaman berapa? Jika menjawab muter-muter lagi, maka pembaca bisa menilai sendiri.


Prediksi penulis, ia akan berkelit begini, “lihat judul tulisan saya, saya hanya berbicara tentang sanad yang saya bahas bersama santri gunung….bukan sanad yang dimaksud Kiai asal Banten itu”, kira kira demikianlah ia akan berkelit.


Kita lihat saja. Apakah ia mengakui sanad di atas palsu atau tidak. kenapa ia berani menyuguhkan sanad palsu semacam sanad di atas tersebut. Kitab apa yang menyebut, juz berapa, halaman berapa. jangan berkelit lagi, jangan muter-muter lagi. tulis ulang sanad di atas, kemudian terangkan pengambilannya dari mana. Katanya seh Yasin Padang telah menyebut, silahkan tampilkan dalam kitab apa, ibarohnya mana?


Ini sudah serius. Zaman dahulu, ketika antar satu madzhab dan madzhab lain saling berkompetisi tidak sehat, hal hal manipulatif pun dilakukan. seperti memalsukan hadits.


begitu pula antar satu daerah dengan daerah lain, keduanya membuat hadits palsu sebagai legitimasi bahwa daerahnya lebih baik dari daerah lainnya. Hari ini terulang, tetapi, bukan untuk madzhab atau daerah, ia hanya untuk nasab.


wajib bagi siapapun membongkar nasab palsu apalagi sanad hadits palsu. Para al-Muhadditsun (para pakar hadits) ketika menemukan sebuah nama perawi yang dinilai ahistoris, mereka akan mengatakan “majhul al- ain” (perawi ini tidak dikenal sosoknya; ia fiktif).


Perkataan para pakar hadits semacam itu bukan fitnah terhadap perawi itu, tetapi untuk mengatakan kepada umat, bahwa hadits itu tidak dapat diterima sebagai hujjah dan dalil, karena di dalam susunan nama-nama perawinya, ada seorang yang dianggap fiktif, yaitu seseorang yang sama sekali tidak disebutkan dalam referensi manapun sebagai sosok historis.


Terakhir, sampai saat ini, RA, Gus Rumail, atau siapapun, belum ada yang mampu menjawab duabelas pertanyaan pokok terputusnya nasab Ba Alwi, itu menunjukan suatu kesimpulan yang sangat jelas dan terang benderang, bahwa Ba Alwi ini bukanlah keturunan Nabi Muhammad Saw.


Penulis: Imaduddin Utsman al-Bantani


Paling Banyak Dilihat

KARYA SASTRA

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

BY ADMIN 10 JANUARI 2024 0

Ternyata, keluarga Ba Alwi (para habib di Indonesia yang berasal dari Yaman), tidak hanya dibatalkan nasabnya oleh penulis berdasarkan kajian...


READ MORE

LOAD MORE

ALL

BERITA

OPINI

PUSTAKA

SANTRI

Keturunan Nabi Muhammad SAW Yang Asli Di Taman Membatalkan Nasab Ba Alawi

Mudahnya Melontarkan Tuduhan Demi Membela Polemik Nasab Ba Alwi

Menjawab Sang Pembela Ba Alwi

Mendukung PBNU Menguatkan NU

Ini Sanad Syaikh Yasin Al-Fadani Yang Asli

Rummail Abbas; Setelah Terbukti Sanad Palsu

LOAD MORE

Baca Juga

Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal

BY ADMIN 1 NOVEMBER 2023 0

Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW

BY ADMIN 27 MARET 2023 0

Opini Berita Pustaka Ulama Santri Pesantren

Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.


Search...


Beranda

Berita

Opini

Ulama

Biografi

Pesantren

Download

Web RMI

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

[11/1 00.35] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Mengakhiri Polemik Nasab Ba'alawyy


https://youtu.be/iqfLTL-GwCI?si=22WDE_oMTTGJjZ_U

[11/1 16.08] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/zqsc1RU4UuHE6uFk/?mibextid=xfxF2i


BA'ALAWI SEKARANG INI SEBENARNYA CUMA  KORBAN PRANK PENCANGKOKAN NASAB OLEH LELUHURMYA 


Ada dua Sikap yg di ambil 2 Golongan di Kelompok  Ba'Alawi

1) Yang Ngaji Serius / Tarekat Sadar diri Tak Lagi Nekad Mengklaim Dirinya Sayyid - Syarif Atau Sadar Kalau Nasabnya mungkin Memang tidak Tersambung ke Rasulullah SAW

,Fokus Pada Ketersambungan Sanad Tarekat nya Melalui Guru2nya Ke Rasulullah SAW 


2) Yang Jadi Pedakwah / Ustad / Punya Majelis dan Hidup dari Me Ekploitasi Jamaah - Muhibbin2nya Tak Menerima Fakta Kebenaran kalau Dirinya Bukan Sayyid Syarif , Kelompok Kedua ini yang Sudah Menikmati Sumber Pemasukan dari sebab Pengakuannya/ Klaim / Akon2nya Sebagai Sayyid Syarif lalu Mengambil Keuntungan Dengan Me Eksploitasi jama'ah / Muhibbin2nya ,Mereka Terus Bertahan Menafikan akal Sehatnya (?#Kita Doakan kelompok kedua ini Segera dapat Hidayah dan Menerima dengan Lapang Dada kalau dirinya Bukan Sayyid Syarif


[11/1 18.05] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 

📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/B37vH4mXgB53iqSq/?mibextid=xfxF2i


Sunan Gunung Jati, lahir dengan nama Syarif Hidayatullah atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin, putra Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran.

[11/1 18.31] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: 📸 Lihat postingan ini di Facebook

https://www.facebook.com/share/p/CTpM1fuM2UNbqXhe/?mibextid=xfxF2i


Syekh Jumadil Qubro


Syekh Jumadil Qubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah, adalah tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. 

Terdapat beberapa versi babad yang meyakini bahwa ia adalah keturunan ke-10 dari Husain bin Ali, yaitu cucu Nabi Muhammad SAW. 

Sedangkan Martin van Bruinessen

(1994) menyatakan bahwa ia adalah tokoh yang sama dengan.Jamaluddin Akbar (lihat 

keterangan Syekh Maulana Akbar di bawah).


Sebagian babad berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anak, yaitu 

Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan 

Maulana Ishaq, yang bersama-sama 

dengannya datang ke pulau Jawa.

 

Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana 

Malik Ibrahim ke Champa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai.


Dengan demikian, beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan 

Giri (Raden Paku) adalah cucunya; sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan 

Kudus adalah cicitnya. 

Hal tersebut menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan 

bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, 

selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.


Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo 

(dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan 

kuburnya.


Petilasan


Petilasan-(maqam)-nya dilaporkan ada di beberapa tempat, yaitu di Semarang, Trowulan, 

dan di Desa Turgo (dekat Plawangan), Kecamatan Turi, Yogyakarta. Namun demikian, 

tidak diketahui di mana ia dimakamkan.


Syiar Islam


Pada awalnya, Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq, datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah;

Syekh Jumadil Qubro

tetap di pulau Jawa, 

Maulana Malik Ibrahim ke Champa, di sebelah selatan Vietnam, yang 

kemudian mengislamkan Kerajaan Campa, sementara adiknya Maulana Ishaq pergi ke 

Aceh dan mengislamkan Samudra Pasai


Hubungan dengan Laksamana Cheng Ho


Menurut catatan di Goa Batu, Semarang tujuh dari sembilan para Walisongo adalah 

keluarga dan rekan Panglima Cheng Ho yang juga berasal Xinjiang / Xin Kiang, sekarang 

berada di wilayah Tiongkok.


bersambung

3. Panglima Ceng Ho


و الحمد لله رب العالمين

صلى الله على محمد

No comments:

Post a Comment