HARTABUTA :
Jum'ah, 8-12-2023.
[7/12 17.49] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21:
https://www.facebook.com/groups/321475151745866/permalink/1451056172121086/?mibextid=Nif5oz
[7/12 17.49] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: PAHLAWAN GOA SELARONG (PANGERAN DIPONEGORO)
Film sejarah Indonesia yang berjudul "Pahlawan Goa Selarong" merupakan film yang mengisahkan perlawanan Pangeran Diponegoro kepada Residen Belanda di Yogyakarta.
Selain itu, Pangeran Diponegoro juga dihadapkan dengan situasi politik keraton Yogyakarta yang tidak stabil dan dikuasai oleh Belanda. Film berlatar abad ke-19, yaitu pada tahun 1825-1830 M.
Awal permulaan filmnya yaitu menampakan suasana pedesaan atau wilayah keraton Yogyakarta tempo dulu. Tampak adegan warga desa atau perkampungan dengan segala aktivitasnya.
Namun, meskipun begitu, para warga tersebut nampak tengah menderita kemiskinan. Semua ladang milik warga terikat dan dikuasai oleh Belanda. Kemudian, pada suatu waktu datanglah Pangeran Diponegoro bersama Sentot Alibasah Prawirodirjo, teman setia Pangeran Diponegoro.
Melihat kemiskinan yang diderita rakyatnya, Pangeran Diponegoro merasa kasihan menyaksikannya. Bahkan, untuk makan sehari-hari saja, seorang nenek harus yang sudah tua renta, sedang meyimpan persedian makanan yang mulai menipis yaitu biji-biji jagung sebagai pengganti nasi, bahkan dilihat dari filmnya banyaknya yaitu hanya kurang dari satu liter beras.
Kejadian tersebut adalah sebagai akibat dari adanya pemungutan pajak yang besar oleh Belanda yang dipimpin oleh Jenderal de Kock bersama pasukannya kepada setiap pemilik ladang, yang menyebabkan para warga pribumi kurang sejahtera hidupnya.
Ditambah dengan kerabat keraton yang bersekongkol dengan Belanda hanya untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan, dia adalah Patih Danurejo beserta anak buahnya, salah satunya yaitu kegiatan memasang patok-patok di ladang warga untuk pembangunan rel kereta api.
Menyadari hal tersebut, Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya, mulai merencanakan sebuah perlawanan untuk menentang dan menghentikan praktik menyengsarakan tersebut. Rakyat Mataram nampaknya mulai bersatu, karena Pangeran Diponegoro merupakan pangeran yang sangat baik dan dekat dengan rakyatnya.
Patih Danurejo mendengar kabar bahwa Pangeran Diponegoro, dapat menjatuhkan dirinya di keraton. Maka saat itu Patih Danurejo tidak tinggal diam, dia mengundang Pangeran Diponegoro untuk datang ke keraton Yogyakarta dan mengajaknya untuk berunding, pada saat nampak di dalam keraton sedang mengadakan pesta.
Saat tiba di keraton, Pangeran Diponegoro mengira jamuan yang disediakan Patih Danurejo itu sebagaimana mestinya. Pangeran Diponegoro malah disuguhkan minuman keras oleh Patih Danurejo.
"Demi kesejahteraan kerabat keraton dan rakyat Matara." ujar Patih Danurejo mengajak Pangeran Diponegoro untuk bersulang minuman. Lalu, sang pengawal Pangeran berkata, "Apakah ini sesuai adat kerabat keraton atau rakyat Mataram?
Bukankah kau tahu kami ini orang Islam? Katanya. Dan kamu tahu Pangeran Diponegoro adalah seorang muslim sejati, mengapa kau berikan minuman keras." lanjutnya tegas.
Pangeran Diponegoro tahu bahwa ini adalah salah satu siasat buruk Patih Danurejo untuk menangkap dirinya. "Patih Danurejo Japang, mari kita minum!" Kata Pangeran Dipenogoro.
Patih Danurejo pun gembira karena rencananya telah berhasil. Namun, bukannya diminum, minuman keras itu Pangeran siramkan ke wajah Patih Danurejo. Wajah Patih Danurejo pun memerah dan menanggung malu seisi ruang penjamuan.
Akhirnya, Pangeran Diponegoro keluar ruangan itu dan segera meninggalkan keraton dengan bersama rekannya. Tampak Residen dari Belanda kesal, karena rencananya telah gagal.
Berbagai perlawanan sudah mulai dilakukan oleh Pangeran Diponegoro dengan menghancurkan pos-pos kontrol Belanda dari desa ke desa. Para pejuang rakyat Jawa dan Pangeran Diponegoro bermarkas di Goa Selarong (Gua Selarong) yang sekarang berlokasi di Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada siang hari, Goa Selarong yang berada di kaki bukit itu, disorot oleh sinar matahari yang menembus sela-sela dedaunan pohon-pohon yang lebat. Sepi dan tenang bagi Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya untuk menyusun strategi peperangan dan aman dari kejaran pasukan Belanda.
Hingga saat ini pun, Goa Selarong menjadi saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro selama perang melawan Belanda.
Lalu, dalam buku berjudul "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir" Karya Salim A. Fillah (2019:296), dijelaskan bahwa, Pangeran Diponegoro bersama dengan para Kyai bermusyawarah untuk mendirikan kesatuan pengawalan dan kesatuan pertempuran yang elit yang diberi nama Kesatuan Bulkiyo.
Karakteristik dari kesatuan ini adalah mereka yang ahli ibadah, para ahli wirid dan dzikir, para penghapal Al-Quran, terlatih ilmu kanuragan (bela diri), sangat tangguh, dan teguh dalam menghadapi segala kesulitan dan kepedihan. Pangeran Diponegoro nampak mengenakan pakaian serba putih dan berwibawa, dibantu oleh Kyai Mojo bersama Tumenggung Mulyosentiko.
و الحمد لله رب العالمين
صلى الله على محمد
No comments:
Post a Comment