Sunday, November 12, 2023

Sunan Pakubuwono IX Surakarta Solo

HARTABUTA :

Ahad, 12-11-2023.

Sumber :

[12/11 06.52] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: Pakubuwono IX

https://m.facebook.com/groups/2238151459695598/permalink/2697258653784874/?mibextid=Nif5oz

[12/11 06.52] SUHU PSPB RONGGOLAWEZ21: SUSUHUNAN PAKUBUWANA IX


Hari itu awal bulan Juni 1830 suasana Kraton Surakarta sangat genting. Sunan Pakubuwana VI ditangkap dan diasingkan di Ambon oleh Tentara Belanda sewaktu di Parangtritis. Nampak Raden Ayu Kusiah atau GKR Mas, garwa permaisuri Sunan Pakubuwana VI keluar dari Kraton Surakarta diiringi oleh familinya , saat itu beliau sedang mengandung tiga bulan calon putra Sunan Pakubuwana VI. Tujuannya ke wilayah Kepatihan Kraton Surakarta sesuai arahan Patih Sosrodiningrat II.

GKR Mas kemudian tinggal di salah satu Dalem ( rumah ) di lingkungan Kepatihan kelak Dalem tersebut dinamakan Dalem Kemasan. Meski tinggal di Dalem tersebut, GKR Mas posisinya sangat prihatin juga was was karena takut ada serangan dari orang yang tidak menginginkan kehamilannya dan  kelahiran putranya.


Beberapa bulan kemudian tepatnya Rabu Kliwon tanggal 22 Desember 1830 lahirlah seorang bayi laki laki. Yang diberi nama Gusti Raden Mas Gusti Duksina.


GRM Duksina lahir kecil dan tumbuh tanpa sosok seorang ayah yang sebenarnya adalah Penguasa Nagari Surakarta Hadiningrat.


Kehidupan GRM Duksina diluar istana dan jauh dari kemewahan. Kondisi kehidupan yang berat  dialami dan dijalani membuat GRM Duksina sering laku prihatin  dan bersemedi  hingga membentuk karakter Beliau menjadi kuat,tahan banting dan menaruh kebencian kepada penjajah.


Dilatar belakangi kehidupan yang sangat prihatin dan diwarnai berbagai kisah menyedihkan membuat beliau sejak remaja  sering melakukan tapa brata dengan kungkum di sungai salah satunya Kedung Ngelayu,  menyusuri sungai purba Bengawan Solo, beliau juga sering bertirakat dengan cara " ngeli " menghanyutkan diri di Bengawan Solo meski demikian, GRM Duksina tidak melupakan sholat lima waktu di masjid masjid yang ditemuinya ( Serat Wulang Dalem Pakubuwana IX )


Pada suatu hari GRM Duksina yang saat itu masih mengembara ke berbagai daerah. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kehidupan rakyat kecil didaerah daerah yang jauh dari lingkungan kraton. Pada  suatu saat ketika Beliau sedang mengembara dan beristirahat dibawah pohon di daerah Pedukuhan Kalarean, Karena lelahnya beliau tertidur dibawah pohon tsb. Dalam tidurnya Beliau mendapatkan wangsit bahwa tempat tersebut bagus untuk dijadikan tempat lstirahat atau Pesanggrahan. Tetapi anehnya beliau ketika bangun tidak ingat akan mimpinya tersebut. Setelah beberapa tahun barulah beliau teringat akan wangsitnya. Singkat cerita ketika Beliau sudah menjadi Raja , dibangunlah Pesanggrahan di Pedukuhan Kalarean, dan kelak Pesanggrahan tersebut dinamakan Pesanggrahan Langenharja dan daerah Kalarean dirubah menjadi Pedukuhan Langenharja


GRM Duksina adalah seorang yang agamis

Setiap hari Jum’at beliau manfaatkan untuk menjalankan Shalat Jum’at di berbagai masjid kuno seperti Masjid Kayuapak, Masjid Wringin Pitu, Masjid petilasan Kyai Ageng Cinde Amoh, dan lain-lain. Banyak masjid dan mushola di wilayah Surakarta telah menjadi saksi pengembaraannya.

Kedekatannya dengan umat Islam tidak bisa dipungkiri. Sejak belia ia telah berguru kepada sejumlah pemuka Islam pada jamannya. Di antara guru-gurunya antara lain Ngabdulkahar di Ngruweng, Klaten , Kyai Hasan Mukmin dan Kyai Ahmad Ilham di Langenharjo. 

Khusus terhadap Ngabdul Kahar, Pakubuwana IX memberikan gambaran tentang bagaimana kualitas sang guru dan metode yang digunakan dalam mengajar, dalam karyanya “Serat Sesingir” sebagai berikut:


“Kasmarane ingsun eling, wuwulange guruningwang, Ngabdulkahar wisma Ngruweng, alim tlaten yen memulang, kuwat umure dawa, nora sah ibadahipun, suprandene sugih garwa.


Lan bisa sajarah ngelmi, wiwit kan jeng Rasulullah, tumerah mring ingsun kiye, dadi wruh wite kang mulang, tan jamak esmu tama, mijil saking rasul mring putra prapteng manira.


Mangkana pantes linuri, wulange kawruh tetela, dadi tan kowar uruse, karo nalikane arsa, mulih mring rahmatullah, wus pitutur mring anak putu, iku wong waskiteng tindak”. (Kidung Sesingir)


[Dalam kecintaan aku ingat ajaran guruku, Ngabdulkahar yang tinggal di Ngruweng, berilmu dan telaten dalam mengajar, memiliki usia panjang, dan tidak usah (ditanyakan) ibadahnya, meski memiliki beberapa istri.


Juga bisa menjelaskan alur sejarah keilmuan sejak dari Rasulullah hingga sampai kepada aku ini, jadi bisa memahami asal pohon yang mengajar, tidak ragu lagi ini adalah keutamaan, ilmu yang berasal dari Rasulullah diwariskan ke pada anaknya dan sampai kepada kita.


Hal yang demikian patut dilestarikan, pengajaran ilmunya sangat jelas, jadi tidak akan menyesatkan urusannya, dan pada saat beliau hendak pulang ke rahmatullah ia sempat memberikan wasiat kepada anak istrinya, hal ini menunjukkan bahwa dirinya telah bertindak awas (dengan memahami hal yang samar)


Ketika GRM Duksina dewasa, beliau dipanggil oleh Susuhunan Pakubuwana VII untuk tinggal dilingkungan kraton Surakarta ( sekarang menjadi Museum Kraton Surakarta ) dan memperoleh nama baru yaitu KGPH Hangabehi.


GRM Duksina diangkat sebagai putra mahkota Kraton Surakarta oleh Susuhunan Pakubuwana VII pada 5 Oktober 1857 dengan nama Kanjeng  Gusti Pangeran Adipati Anom Prabhu Wijaya.


GRM Duksina dinobatkan menjadi Raja Kasunanan Surakarta pada tanggal 30 Desember 1861 dan disyahkan tanggal 27 Januari 1862 dengan gelar " Sampeyan Dalem Hingkang Sinuhun Kangdjeng Susuhunan Pakoeboewana Ing Ngalaga Abdulrahman Sayidin Panata Gama Kalifatulah Hingkang Kaping IX " atau lebih dikenal dengan sebutan Susuhunan Pakubuwana IX.


Sunan Pakubuwana IX menikah dengan Raden Ayu Kustiyah pada tanggal 4 Desember 1865.

Dalam menunggu kehadiran putra laki laki calon penerus tahta, Sunan Pakubuwana IX tidak lupa tekun berdoa dan laku tapa brata. Beliau bertapa beralaskan selembar papan di atas bibir sumur yang terletak di lingkungan Kraton Surakarta. Hingga kemudian lahirlah seorang putra laki laki yg kelak bergelar Sunan Pakubuwana X . Sumur tersebut kelak dijuluki Sumur Sanga.


Alur Silsilah  Sampeyan Dalem Hingkang Sinuhun P.B.IX:

Ayahandanya adalah Sunan Pakubuwana VI sedangkan ibunya adalah putri dari KGPH Mangkubumi ( Putra Sunan Pakubuwana III )


Silsilah Ibunda G.K.R. Mas, yaitu :

1.      Pangeran Adipati Benawa di Pajang, berputra :

2.      Pangeran Kaputran di Pajang, berputra :

3.      Pangeran Danupoyo, berputra :

4.      Ki Singaprana di Walen, berputra :

5.      Kyai Ageng Singaprana, berputra :

6.      Ki Singawangsa, berputra :

7.      R.Tasikwulan istri selir K.G.P.Adip.Mangkubumi, berputra :

8.      G.K.R. Mas istri permaisuri Sri Susuhunan P.B.VI, berputra :

9.      Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan P.B.IX, bernama kecil B.R.M.G. Duksina


Istri selir Sri Susuhunan P.B.IX ada 53 orang, yang berputra ada 29 orang, dan yang tidak berputra 24 orang.

Sedangkan para putra-putri Sri Susuhunan P.B.IX ada 58 orang.

Adapun rinciannya sebagai berikut :


1.      K.G.P.H. Prabuwijoyo bernama kecil G.R.M. Adamadi

2.      G.R.Ay. Suryodipuro, bernama kecil G.R.Aj.Samsikin.

3.      K.G.P.H. Mataram, bernama kecil G.R.M.Kanapi

4.      G.R.Ay.Wiryodiningrat,bernama kecil G.R.Aj.Rachmaniyah.

5.      K.P.H.Notokusumo bernama kecil G.R.M.Suroto

6.      G.R.Ay. Sumaningrat, bernama kecil G.R.Aj.Samsimah.

7.      G.P.H. Hadikusumo, bernama kecil G.R.M. Rahmad.

8.      G.R.Aj.Samsiyah, meninggal di usia masih muda.

9.      G.R.Aj. Suratiah, meninggal di usia masih muda.

10.  G.R.Ay.A.Sosrodiningrat, bernama kecil G.R.Aj.Samsinah.

11.  G.P.H. Mloyokusumo I, bernama kecil G.R.M. Sutrisno, meninggal dan tidak mempunyai keturunan.

12.  G.P.H. Nyokrokusumo, bernama kecil G.R.M. Sanitiyasa.

13.  G.R.Ay. Brotokusumo, bernama kecil  G.R.Aj. Siti Suwiyah.

14.  G.R.Aj. Siti Kabibah, meninggal di usia dewasa.

15.  G.R.Ay. Purbonegoro, bernama kecil G.R.Aj. Umi Kaltum

16.  G.R.Aj. Siti Ruwiyah, meninggal di usia muda.

17.  G.P.H. Cakraningrat, bernama kecil G.R.M. Susetya, meninggal dan tidak berputra.

18.  G.R.Ay. Suryonegoro, bernama kecil  G.R.Aj. Kamariyah.

19.  G.R.M. Susanto, meninggal di usia dewasa.

20.  G.P.H. Pakuningrat, bernama kecil G.R.M. Imam Dawut.

21.  G.P.H. Kusumodiningrat, bernama kecil G.R.M. Guntur.

22.  G.P.H. Prabuningrat, bernama kecil G.R.M. Sutindro.

23.  G.R.Aj. Sudarmi, meninggal di usaia muda.

24.  G.P.H. Purbodiningrat, bernama kecil G.R.M. Abadi (G.R.M.Koesen).

25.  G.R.Ay.Jayaningrat, bernama kecil G.R.Aj. Sutaji.

26.  G.R.Ay.Pawiraningrat, bernama kecil G.R.Aj.Siti Kabirin.

27.  G.R.Aj.Siti Suimah, meninggal di usia muda.

28.  G.R.Aj.Sulalis, meninggal di usia dewasa

29.  G.P.H. Cokrodiningrat, bernama kecil G.R.M. Satriyo.

30.  G.R.Ay.Yudonegoro, bernama kecil G.R.Aj.Saptirin

31.  Sampeyandalem Hingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan P.B.X, bernama kecil B.R.M.G. Malikul Choesno.

32.  G.R.M. Sunoto, meninggal di usia muda.

33.  G.R.Ay.Danuningrat, bernama kecil G.R.Aj.Siti Mulat.

34.  G.P.H. Cakraningrat II, bernama kecil G.R.M. Sudarmaji

35.  G.R.Aj.Sutati, meninggal di usia dewasa.

36.  G.R.Ay. Brotojoyo, bernama kecil G.R.Aj. Siti Atikah.

37.  G.R.Ay.Adip. Joyohadiningrat, bernama kecil G.R.Aj. Muryati.

38.  G.P.H. Kusumodilogo, bernama kecil G.R.M. Sudarmojo.

39.  G.R.M. Sudarmadi, meninggal di usia dewasa.

40.  G.R.Ay.Condronegoro, bernama kecil G.R.Aj. Sudinah.

41.  G.R.Ay. Joyodiningrat, bernama kecil G.R.Aj. Suliyah.

42.  G.R.M. Danangjoyo, meninggal di usia muda.

43.  G.R.M. Suseda, meninggal di usia muda.

44.  G.R.M. Minak Sunoyo, meninggal di usia dewasa.

45.  G.P.H. Mangkudiningrat, bernama kecil G.R.M. Subakdo.

46.  G.P.H. Hadiningrat, bernama kecil G.R.M. Harjuna.

47.  G.R.Ay.Condronegoro, bernama kecil G.R.Aj. Suparti.

48.  G.P.H. Mloyokusumo, bernama kecil G.R.M. Wiyadi.

49.  G.R.M. Ibnu Mulki, meninggal di usia muda.

50.  G.P.H. Sontokusumo, bernama kecil G.R.M. Rustamaji.

51.  G.P.H. Prabumijoyo, bernama kecil G.R.M. Siswaji.

52.  G.R.Aj. Siti Imamah, meninggal di usia muda.

53.  G.R.M. Suwito, meninggal di usia muda.

54.  G.R.Ay. Mangkukusumo, bernama kecil G.R.Aj. Sejarah Bangun.

55.  G.R.M. Pamade, meninggal di usia dewasa.

56.  G.P.H. Notodiningrat, bernama kecil G.R.M. Janoko.

57.  G.R.M. Sutrono, meninggal di usia muda.

58.  G.P.H. Prabuwinoto, bernama kecil G.R.M. Narayana


Susuhunan Pakubuwana IX banyak merenovasi bangunan Kraton Surakarta

Hingga beliau  dijuluki "  Sinuhun Mbangun Kedaton"  salah satunya Panggung Sanggabuwana yang rusak akibat gempa, pada tanggal 19 Mei 1869.

Mengganti tiang Paningrat dengan bahan besi tanggal 25 juni 1880

Membangun Bangsal Malige Maderengga untuk supit Putra mahkota, tanggal 10 Maret 1882

Membuat Dandang Kyai Tambur untuk upacara setiap Tahun Dhal.

Mendirikan Pesanggrahan Langenharjo tahun 1870

Mendirikan Pesanggrahan Parangjoro


Selain menjalankan aktivitas sehari-hari dalam urusan pemerintahan, beliau juga memanfaatkan waktunya untuk menulis. Sunan Pakubuwana IX salah satu raja yang cukup banyak menghasilkan karya sastra. Di antara ciri khas karyanya selalu mengajak manusia untuk kembali kepada Sang Pencipta dengan memahami Al Quran dan Sunah Nabi-Nya serta mencari guru yang baik dan memahami agama.

Di masa pemerintahannya, Pakubuwono IX aktif menulis karya sastra. Berikut ini beberapa karyanya.


Serat Wulang Puteri

Serat Jayeng Sastra

Serat Menak Cina

Serat Wirayatna


Karya-karya Pakubuwono IX sarat akan nasihat, seperti tuntunan agar memiliki kepercayaan yang penuh terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keteguhan iman yang kuat dalam menjalani hidup, dan mempunyai budi pekerti yang luhur.


Selain itu, karya-karyanya juga memuat tentang berbagai macam kebahagiaan hidup, yang hendaknya ditempuh dengan jalan tapa brata guna membersihkan dari pikiran dan perbuatan yang kurang baik.

 

Dalam memimpin kerajaan , Raja berpedoman dengan Kitab Al Qur' an tertulis dalam karya beliau Kidung Sesingir , pupuh XXIV Dandang Gula bait 3:


" Agama iku perlune yekti, pikukuhe tetimbanganing tyas, nistha madya utamane, mung iku rasanipun dalil Hadist kang den semoni supaya animbanga, sanguning para ratu ,wadya kan sawalang karsa, pinrih sirep saking kuwasaning aji wewaton kitab Quran "


( Agama itu nyata diperlukan sebagai patokan dalam pertimbangan hati untuk menentukan apa apa yang buruk, pertengahan dan baik.

Hanya itu yang dikupas oleh dalil Hadist, agar para raja bisa menimbang. Bawahan ,rakyat dan pegawai negara hendaknya hidup damai dipimpin oleh raja dengan berpedoman kitab Al Qur'an. )


Naskah tsb tersimpan diperpustakaan Reksopustoko Mangkunegaran no koleksi A.52 dengan nama Serat Piwulang Yasan Dalem  Ingkang Sinuwun PB kaping IX.

Sedangkan di museum Radyapustaka no koleksi RP 108.0 306 ( 370.114 Reel 16 - 28 / 16 )


SUSUHUNANAN PAKUBUWANA IX WAFAT


Beliau wafat pada Jumat Legi , 28 Ruwah 1822 tahun Jawa atau 16 Maret 1893 dan dimakamkan di Pajimatan Imogiri Yogyakarta.


Diawal tahun 1822 J atau 1893 M, kesehatan Sinuhun Pakubuwana IX mulai menurun. Bahkan sakit beliau tak kunjung sembuh meski sudah diusahakan berobat, hingga beliau tidak dapat menerima pisowanan karena sudah tidak mampu duduk di singgasana untuk memimpin pertemuan.Semakin hari sakit beliau bertambah parah sehingga para putra maupun para sentana dalem menjaganya.


" Tepat pada hari Selasa Pon tanggal 25 Ruwah jam 17.00 WIB di Pendapa Sasana Sewaka terlihat ada cahaya yang bersinar terang, kejadian tersebut berlangsung cukup lama hingga kemudian cahaya tersebut hilang "


Semua yang menunggui Sinuhun seakan mendapat firasat bahwa Sinuhun Pakubuwana IX akan wafat.


Sinuhun Pakubuwana IX wafat di Dalem Ageng Sono Prabu pada hari Jumat Legi 17 Maret 1893, pukul 07.00 Wib dalam usia 63 tahun . Atau 28 Ruwah tahun Je wuku Marakeh Windu Sangara 1822 Jawa


Dari Dalem Ageng Sono Prabu kemudian Jenazah beliau dipindahkan oleh para putra almarhum ke Masjid Panepen dan dari depan Masjid di ambilalih oleh kepala prajurit untuk kemudian Jenazah Sinuhun PB IX diletakkan di Serambi Masjid Panepen. Kemudian jenazah dimandikan. Setelah selesai disucikan, dilanjutkan dengan upacara adat kebiasaan  cium kaki Sinuhun PB IX oleh para putra laki laki ( Pangeran ) , Ratu Timoer ( kakak beliau ) dan RAy Hardjo Atmodjo ( bulik ) dengan diiringi doa doa dari para ulama. Setelah itu upacara dilanjutkan dengan memasukkan Jenazah kedalam peti jenazah yang dilakukan oleh penghulu dan ulama dari Suronoto yang kemudian dijaga sampai pagi.


Sebagai catatan : Peti jenazah beliau semalam disemayamkan di Serambi Masjid Panepen kemudian paginya dipindahkan ke Pendopo Panenen dan diletakkan pada kanopi berhias tirai perak.peti jenazah Sinuhun Pakubuwana IX terbuat dari kayu selasih sejenis pohon langka yang bunganya sangat harum. Peti jenazah dibalut dengan sutra putih yang dihiasi secara mewah dengan pinggiran perak dan bunga mawar. Diatas keranda diletakkan topi kebesaran beliau.Lencana ksatria diletakkan di sebelah kiri keranda. Peti jenazah diletakkan pada sebuah tandu yang dihiasi ronce rangkaian bunga melati.


Pendapa Panenen  adalah tempat bersemadi bagi anggota keluarga pria   yang didirikan pada masa Sinuhun PB IV. Tempatnya jauh dari tempat tinggal wanita. 


PROSESI PEMAKAMAN:

Tepat pukul 08.00 Komandan militer beserta perwira perwira, milisi, asisten residen pejabat lain dan orang sipil tiba di Keraton Surakarta yang disambut dan diterima oleh Residen. Beliau mempersilakan tamu menuju pendopo , dimana ada beberapa tempat duduk menghadap ke timur. Pengaturan tempat duduk dibuat sama seperti untuk acara ulang tahun dan hari hari kerajaan Susuhunan. Diman seperti biasa putra mahkota duduk di atas karpet di sebelah kiri Residen.


Setelah menyembah tiga kali kepada Pangeran Prabuwijaya bersama saudara saudaranya dan Pangeran yang lebih tua, berturut turut Gubernur dan para Bupati dan para Kliwon memasuki pendopo dan duduk ditempat yang telah disediakan.


Pukul 09.00 setelah Pangeran Adipati  Ario Prabu Prangwadono dan saudara saudaranya dari Puro Mangkunegaran datang, Residen bangkit dari tempat duduknya dan mengumumkan bahwa karena Susuhunan PB IX telah wafat maka KGPH Prabuwijaya bertindak sementara sebagai Raja . Perawatan Keraton diserahkan kepada Pangeran Adipati Anom. Pangeran Prabuwijaya bertanggung jawab atas para pangeran lainnya sedang para bupati ditugaskan mengurus hal hal diluar kraton. Para Pangeran dan Bupati tidak diizinkankan meninggalkan keraton tanpa izinnya. Dan semua suatu yang terjadi didalam dan diluar keraton dilaporkan kepadanya.


Setelah Residen selesai memberitahukan informasi tersebut, para pangeran bangkit diikuti oleh Residen , Putra Mahkota dan para tamu undangan menuju ke Pendopo Panenen. Mereka diberi kesempatan untuk melihat Keranda Susuhunan PB IX terakhir kalinya.


Selanjutnya keranda ditandu oleh para Pangeran Putra dan Sentana dan dibawa ke gerbang Wiworo Priyo . Para tamu dan penduduk berjalan dibelakang keranda dengan didahului oleh Putra Mahkota. Di halaman depan pendopo mereka berhenti sejenak  untuk memberi kesempatan terakhir kepada para cucu Susuhunan berjalan tiga kali dibawah tandu keranda sering disebut upacara brobosan. Hal tersebut sama artinya dengan adat mencium kaki bagi orang orang yang sudah dewasa.


Setelah upacara brobosan selesai, keranda ditandu para putra beliau dan dibawa ketengah alun alun dengan berjalan paling depan putra mahkota diikuti putri sinuhun dan kerabat dekat lainnya. Sementara itu dari alun alun terdengar gending monggang serta musik terompet dari Prajurit tamtomo , wirotomo dan prawiroanom dibawah komando komandan Kolonel Pangeran Arib Purbonegoro. Dari para pangeran kemudian tandu keranda diserahkan kepada para keturunan Susuhunan yaitu para Raden Mas , Ario, Pandji untuk membawa tandu jenazah tsb, dengan urutan iring iringan didahului kepala Penghulu dan para ulama diikuti para abdi dalem dan perhiasan kerajaan yang dibalut kain putih.


Para prajurit  menembakkan tembakan salvo ketika tandu keranda melewati mereka. Sesampai digerbang yang terakhir, para pejabat  pemerintah , bupati, kliwon mengambil alih iring iringan dan tandu keranda diambil alih dibawa pejabat seperti Panewu dan Mantri dari berbagai Kabupaten secara bergantian hingga sampai stasiun Balapan. Tembakan salvo dan meriam berdentum memberi penghormatan mengiringi kepergian Jenazah Susuhunan PB IX meninggalkan Kraton Surakarta menuju Astana Pajimatan Imogiri.


Sementara itu Putra Mahkota, Para Pangeran, Para Putri berdiri di Sitihinggil Alun Alun Selatan untuk memberikan penghormatan terakhir untuk Jenazah Ayahanda mereka. Kemudian setelah itu Putra Mahkota kembali kedalam Kraton. Sementara itu tamu undangan pulang setelah Bupati mengucapkan terima kasih atas pemberian penghormatan terakhir kepada Almarhum Susuhunan PB IX


Iring iringan Jenazah :

Dibagian depan berdiri peleton Mangkunegaran, kompi garnizun semua bersenjata dibawah komando Kapten Cranen yang diikuti para pemain genderang dan terompet , infanteri Legiun Mangkunegaran membawa spanduk. Setengah batalyon artileri , para kuli dengan pakaian merah memanggul meja dan kaki meja yang dibungkus kain putih, pelayan putra mahkota, kepala penduduk asli dengan berbagai payung besar, para pelayan keraton  lelaki dan perempuan, kuda tunggang milik  Alm PBIX , kereta kencana yang ditutupi kain putih dan ditarik 8 ekor kuda.

Iringan selanjutnya para pejabat dari berbagai kabupaten, dua pejabat pengadilan perempuan dengan didampingi pelayannya.

Kepala Penghulu dengan sejumlah besar Ulama yang sepanjang jalan terus menerus berdoa, perhiasan kerajaan, kursi dan burung burung dalam sangkar milik Susuhunan.Para pengawal dibawah komando komandan mereka , kelompok pemusik garnizun. Diikuti beberapa pemain musik Legiun  Mangkunegaran dan pemain terompet dari Prajurit Kasunanan, pembawa pedang dan keris , ikuti oleh Tandu Keranda Jenazah yang dijaga oleh 100 prajurit bertombak dan prajurit Jogobrodjo di bawah komando seorang perwira.

Selanjutnya kompi prajurit tanpa senjata dari Legiun Kavaleri Mangkunegaran, korps musik, penembak , artileri dan kavaleri Susuhunan.Disetiap persimpangan jalan ditebarkan uang dan bunga setaman. 


Ketika keranda jenazah melewati arah Puro Mangkunegaran, angkatan bersenjata yang ditempatkan sebelah kiri melepaskan tembakan salvo.Dan ketika Keranda sampai didepan Puro Mangkunegaran, artileri Mangkunegaran memberi penghormatan serta dimainkan gamelan Monggang.


Sekitar pukul 11.40 Keranda Jenazah tiba di Stasiun Balapan dan diterima oleh beberapa orang Bupati dan Kliwon. Kemudian Keranda yang ditutupi kain putih dan mahkota akhirnya dimasukkan kedalam kereta jenazah dengan dijaga oleh dua orang penandu yang membawa pedang terbuka serta Bupati dan Kliwon.


Tepat pukul 12.00 kereta api yang ditarik dua lokomotif diiringi gamelan gending Monggang dengan nada sendu serta dibawah deru tembakan meriam, berangkat menuju Astana Pajimatan Imogiri Yogyakarta


Sumber data:

Foto makam milik Bp Agus Budi Santoso 


Seratan Padmasusastra


Prosesi Pemakaman dari  " Vorstenlanden " Surat Kabar Terbitan Belanda  th 1893 yang diterjemahkan ulang oleh Ibu Tina Veenstra Soejoto

و الحمد لله رب العالمين

صلى الله على محمد

No comments:

Post a Comment