Tuesday, November 21, 2023

Silsilah Kiyai Mojo & Nyai Marwiyyah Mojo, Penasehat Perang Diponegoro 1825-1830

HARTABUTA :

Rabu, 21-11-2023.

Sumber :

https://web.facebook.com/groups/327670604460

 

    Admin
      
    Silsilah Kyai Mojo dan Nyi Marwiyah Mojo ....
     
    Keterangan foto tidak tersedia.
     
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Hari Gareng
    Maaf , Bagan silsilah ini milik admin mas Setiya Nugraha
    Bukan milik saya ... 🙂
    • Balas
    • Bagikan
    Bhan S
    Makam kyai mojo( muchsin moh. Kholifah) di Jawa tondano mas sono. Trimakasi
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Hari Gareng
    Ada di postingan sebelumnya ....
    Coba diperiksa 50 postingan ke belakang pasti ada
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Mbak Sidrotun Naim, mungkin mau menambahkan ? Ini silsilah Nyi marwiyah dari mas Setiya Nugraha ? Satu angkatan para Senopati wanita dengan nyi ahadiyah buyut Mangkunegoro l .... Sementara nyi marwiyah Mojo dari trah Mangkunegoro l dan sekaligus Trah Hamengkubuwono ll.....
    Mereka berdua Senopati putri dalam perang Jawa membantu pangeran Diponegoro ...
    • Balas
    • Bagikan
    • Diedit
    Setiya Nugraha
    Admin
    NYI Marwiyah Modjo juga cicit MN I Denmas
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Wah jangan-jangan sesama cicit MN l ini antara nyi marwiyah dan nyi ahadiyah saling kenal baik ya , mbak sidratun Sidrotun Naim ?
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Keterangan foto tidak tersedia.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Keterangan foto tidak tersedia.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Copy paste :
    Kisah Nyi Marwiyah , Salah satu senopati putri dari Pangeran Diponegoro .......
    Sejarah Mistis Alas Krendhawahana
    Banyak yang percaya, bahwa Kasunanan Surakarta Hadiningrat masih dilindungi kekuatan gaib. Kekuatan itu ada di empat arah mata angin.
    Untuk wilayah Selatan dilindungi Kanjeng Ratu Kencanasari (Ratu Kidul) yang beristanakan di Salokadomas (Pantai Selatan). Sebelah Barat dilindungi Kanjeng Ratu Mas yang bersemayam di Gunung Merapi.
    Wilayah Timur dijaga Kanjeng Sunan Lawu dengan Keraton di Gunung Lawu. Dan Utara dijaga Kanjeng Ratu Bathari Durga (Bathari Kalayuwati) dengan istana di Alas Krendhawahana.
    Meyakini dijaga dan dilindungi oleh leluhur-leluhur gaib, maka setiap tahun Keraton Kasunanan Surakarta mengadakan ritus. Memberi persembahan di empat tempat itu.
    Menurut KRT Kalingga Hanggapura, Juru Penerang Keraton Surakarta, upacara sesaji Mahesa Lawung yang diadakan setiap tahun itu sebagai bentuk persembahan kepada Kanjeng Bathari Durga.
    "Itu karena Alas Krendhawahana sebagai tempat bersemayamnya Kanjeng Bathari Kalayuwati. Tempat itu tetap disakralkan pihak keraton. Jadi, jika Alas Krendhawahana sampai sekarang ini masih terasa angker dan keramat itu logis," katanya.
    Sementara menurut Kusumo Tanoyo, Alas Krendhawahana ini dulu sering digunakan untuk menaruh mayat. Mayat-mayat itu hanya diletakkan begitu saja hingga bau tidak sedap menyebar kemana-mana dan menusuk hidung. Maka kala itu banyak menthok datang untuk memakan bangkai.
    "Karenanya, tempat itu lantas diberi nama Setra Ganda Mayit (tanah yang berbau mayat). Dan yang datang ke sini adalah Bathari Durga," jelas Kusumo Tanoyo.
    Kusumo Tanoyo juga menuturkan, dari masalah rupa Kanjeng Bathari Durga (Bathari Kalayuwati) yang semula amat jelita. Karena melakukan perselingkuhan, dia menjelma menjadi raseksi (raksasa perempuan) yang wajahnya amat menyeramkan. Dia memutuskan untuk tinggal di Setra Ganda Mayit membawahi para lelembut dan siluman.
    Situs Mistis
    Tidak jauh dari Punden Bathari Durga di bawah pohon beringin besar yang biasa digunakan sebagai tempat pelaksanaan sesaji Mahesa Lawung, terdapat sendang (sumur) Sihna dan Batu Gilang Selakandha Waru Binangun. Kedua-keduanya diyakini sebagai sebuah tempat keramat dan angker.
    Menurut Wiryo Dimejo, sendang Sihna ini dulu merupakan tempat pesiraman (mandi) dari Sri Susuhunan Pakoe Boewana VI sampai Pakoe Boewana X, ketika sedang berada di Alas Krendhawahana. "Dan di tempat inilah Pangeran Bangun Tapa (Pakoe Boewana VI) pernah mendapatkan wahyu," katanya.
    Karena kekeramatan sendang Sihna ini, lanjut Wiryo Dimejo, sampai sekarang banyak didatangi orang dari berbagai pelosok daerah untuk mengambil airnya. Ada kepercayaan yang berkembang, air sendang Sihna itu bisa digunakan penawar berbagai jenis penyakit. Selain dipercaya bisa membuat awet muda.
    Tentang sendang (sumur) Sihna yang sampai sekarang masih dikeramatkan itu, Kusumo Tanoyo menjelaskan, bahwa tempat itu sudah tersirat dalam Serat Sudamala. "Afdolnya, air sendang Sihna itu digunakan untuk kaum wanita. Lebih-lebih bagi mereka yang sedang mempunyai masalah," ujarnya.
    Begitu juga dengan Batu Gilang Selakandha Waru Binangun, yang letaknya hanya 15 meter dari sendang Sihna. Sampai sekarang batu itu dipercaya masih amat keramat dan angker. Di tempat ini banyak orang melakukan berbagai panuwunan (permintaan).
    Menurut Kalingga, batu gilang itu semula digunakan oleh Pakoe Boewana VI, Pangeran Diponegoro, dan RT Prawiro Digdoyo (Bupati Gagatan). Juga para senapati perang melakukan pertemuan rahasia guna mengatur siasat atau strategi menghadapi penjajah Belanda.
    Karena selalu diikuti mata-mata Belanda, akhirnya Pakoe Boewana VI mengelabuhi dengan alasan berburu di Alas Krendhawahana.
    Tentang Batu Gilang Selakandha Waru Binangun, menurut Kusumo Tanoyo, semula letak batu itu memang tinggi. Namun setelah batu itu dibuatkan pagar oleh R.Ay Sumirah dari Trah Kedung Gubah tahun 1978, maka letak batu gilang itu ambles. Sekarang nyaris rata dengan tanah dan posisinya miring.
    ijelaskan Kusumo Tanoyo, pertemuan rahasia antara Pakoe Boewana VI, Pangeran Diponegoro, dan RT Prawiro Digdoyo di batu gilang itu akhirnya melahirkan dua senapati perang wanita. Dia adalah Dewi Mariyah dan Dewi Marwiyah.
    "Dewi Marwiyah akhirnya gugur dalam peperangan saat naik kuda dan melompati sungai yang sekarang dikenal sebagai Kedung Gubah di daerah Ceper, Klaten. Jasadnya dimakamkan di Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo,"
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Copy paste :
    Cerita buat anak bangsa.......
    Lahir dengan nama BRM Sapardan, pada hari Minggu Wage, 26 April 1807 Jam 2 pagi. Beliau adalah Putra Susuhunan Pakubuwono V dan Cucu Susuhunan Pakubuwono IV. Sejak kanak kanak dekat dengan Eyang Dalem, bahkan menjadi kekudangan (harapan) agar kelak kemudian menjadi raja yang mampu mengusir penjajah dan mengembalikan kejayaan seperti dizamannya Leluhur Dalem Sultan Agung dan Hayam Wuruk. Kekudangan mana oleh Ayahanda PB V diwujudkan dalam Tembang Dandanggula :
    Putraningsun pindha Dewa Aji
    Hayu kadya suryaning wanodya
    Deg pidegsa sarirane
    Nora prakosa bakuh
    Kukuh jinongko hing Ywang Widhi
    Wanter santoseng karsa
    Suthik yen winengku
    Kuwasane liya bangsa
    Budidaya mardikane bu Pretiwi
    Tekeng tembe wurinya
    Tembang ini melukiskan sosok beliau yang luhur dan wajah yang bersinar lembut dengan perawakan yang tidak berlebihan. Ditegaskan bahwa sudah menjadi Kehendak Tuhan, beliau ini memiliki pendirian yang kuat tidak sudi dikuasai dan diatur oleh Asing, berusaha memerdekakan tanah air hingga akhir hayat.
    Nata Luhur Gung Hamrabawani
    Bawana Pinaku Bangun tapa
    Pandhita Ratu harane
    Rukun sawiji tuhu
    Tetaline kawula Gusti
    Ginugah hing Ywang Suksma
    Humangsah prang kalbu
    Buntu tatap titimasa
    Mapan pinastheng weca jumeneng dadi
    Tetunggulipun Bangsa
    Sebagai raja agung berwibawa yang berjiwa pandita pertapa, atas dasar kebaktian kepada Tuhan, beliau mengupayakan kerukunan bawahan dan atasan untuk menghadapi perang lahir dan batin. Meskipun belum saatnya dapat memerdekakan bangsa, namun yang pasti menjadi pahlawan perintis kemerdekaan.
    Sedemikian dekatnya dengan Eyang Dalem sehingga ditahun 1817 ketika masih berumur 10 thn, beliau diajak menyaksikan dimana Pakubuwono IV berperang melawan Kolonial Inggris. Jadi sejak kecil didalam jiwa beliau sudah tertanam perjuangan melawan penjajah. Beliau naik tahta pada usia 16 tahun yaitu pada Hari Senen Kliwon, 15 September 1823. Setelah menjadi raja, sudah pasti apabila beliau mewujudkan dalam tindakan nyata untuk melanjutkan perjuangan Eyang Dalem mengusir penjajah. Namun ada yang tidak puas dengan pengangkatan ini yaitu Pangeran Purbaya, adik dari Pakubuwono V, yang merasa dirinya lebih pantas menggantikan kakaknya dengan alasan keponakannya masih terlalu muda. Inilah dalam kisah nanti yang menjadi penghambat dalam perjuangan.
    C. PENGATUR STRATEGI DIBELAKANG LAYAR.
    Ketika itu sebagai seorang raja, yang dikenal sebagai pemuda yang memiliki semangat tinggi, beliau merasa gerak geriknya sangat diawasi oleh Belanda, sehingga tidak bebas secara terang-terangan mengadakan perlawanan. Apalagi masih terikat perjanjian dengan Belanda yang dikenakan terhadap Raja Raja sebelumnya pada tahun 1677 (bersamaan dengan pengangkatan Amangkurat II), 1702 (pengangkatan Amangkurat III) dan 1749 (pengangkatan PB III). Dimana setiap pengangkatan, raja dikenakan kewajiban memberi bantuan sejumlah prajurit untuk keamanan dan pertahanan. Perjanjian mana berlaku juga terhadap Susuhunan PB VI.
    Oleh karena keterbatasan gerak gerik, beliau mengadakan kerjasama dengan Pangeran Diponegoro yang kebetulan memiliki cita-cita yang sama untuk mengusir penjajah.
    Kedua Patriot ini, berpuluh kali mengadakan pertemuan rahasia di Krendhawahana dekat kaliyoso, Guwaraja lereng Merapi Merbabu, Mancingan pesisir laut selatan, Padhepokan Jatirogo daerah Tanjung Anom, dll tempat rahasia dalam rangka mempersiapkan peperangan melawan penjajah. Ditempat tempat rahasia inilah beliau menyempatkan bertapa (samadhi), menapak tilas kebiasaan para raja leluhur, yaitu Sanjaya, Syailendra, Smaratunggadewa, Rakai Pikatan, Erlangga, Jayabaya, Kertanegara, Wijaya, Hayam Wuruk dan Brawijaya.
    Inti hasil pertemuan adalah :
    1. Pertempuran akan dikobarkan serentak keseluruh pelosok tanah Jawa.
    2. Pangeran Diponegoro menghimpun kekuatan dari para petani, santri dan segenap lapisan rakyat.
    3. Susuhunan Pakubuwono VI mengerahkan bantuan berupa dana, logistik, senjata, prajurit dan segala kebutuhan peperangan, baik secara langsung maupun melalui perintah kepada para Bupati didaerah.
    4. Agar peran Susuhunan Pakubuwono VI tidak diketahui oleh Belanda, perang akan dipimpin dan dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro. Kyai Maja selain penasehat merangkap sebagai penghubung antara PB VI dengan P. Diponegoro.
    5. Susuhunan Pakubuwono VI tetap berada dibelakang layar, sampai pada saatnya tampil kedepan apabila konsolidasi seluruh rakyat di P. Jawa telah terbentuk cukup kuat dan ketika Belanda mulai melemah.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Lanjutan :
    D. PERANG DIKOBARKAN.
    Perang berkobar dengan dahsyat mulai tahun 1825 meliputi seluruh Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Sedemikian dahsyatnya, bangsa bangsa di Eropa waktu itu menyebut dengan Perang Jawa. Sedangkan peristiwa diterjangnya makam keluarga Pangeran Diponegoro oleh pembangunan jalan untuk kepentingan Belanda, sebagaimana ditulis didalam sejarah versi Belanda, sebenarnya hanyalah momentum untuk mengawali peperangan. Jadi peperangan sudah dipersiapkan jauh sebelumnya secara matang oleh Susuhunan bersama Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu gebrakan ini betul betul Belanda menjadi kewalahan dan kalang kabut.
    Dapat dipahami bahwa tidak mungkin perang dapat berkobar demikian dahsyat tanpa dukungan material, personal dan spiritual dari Pakubuwono VI. Dukungan material dapat dikatakan tak terbatas mengingat Kasunanan adalah penerus dan pewaris dari kerajaan kerajaan sebelumnya mulai dari Mataram Kuno, Kahuripan, Kediri, Singosari, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram hingga Surakarta Hadiningrat. Tidak hanya makanan, perbekalan dan anggaran, juga termasuk pusaka yang diantaranya adalah :
    · Keris Kyai Sandhanglawe dan panah Kyai Sirwinda kepada Pamanda Pangeran Diponegoro. Dalam menggunakan panah supaya disertai sasanti : “Sirwinda, nuncepa gundhule Walanda kang hambeg kumawasa”! Dengan menggunakan keris inilah P. Diponegoro berhasil membunuh banyak serdadu Belanda dipalagan dekat Ringin Growong (Kulon Progo), sehingga tempat ini dianggap keramat oleh musuh dengan sebutan “jalma mara jalma mati”.
    · Pelana kuda Kyai Sabuk Angin lengkap dengan cemethinya kepada Raden Ajeng Sumirah. Pusaka ini dapat memacu kuda dengan kecepatan luar biasa sambil menerjang musuh dan memusnahkannya dengan cemethi. Termasuk kapten Van der Bos menjadi korban ketika berhadapan dengan R.A Sumirah (Nyai Kedung Gubah).
    · Keris Kyai Umbul Ludiro kepada Tumenggung Prawirodigdoyo, yang mampu menjadikan banjir darah (umbul ludiro) dikalangan pasukan Belanda.
    · Dll pusaka yang diberikan PB VI kepada Senthot Ali Basah Prawirodirdjo, Imam Rozi (Kyai Singomanjat), RA Kusriyah (Nyai Ageng Serang) dan masih banyak lagi.
    Dukungan SDM (Sumber Daya Manusia) yang memperkokoh pasukan, tidak ternilai harganya, diantaranya adalah:
    · Para Pinisepuh Pengageng kraton nan sakti mandraguna, seperti Kanjeng Gusti Pangeran Mangkubumi dan Kanjeng Gusti Pangeran Kusumoyudo.
    · Para Kyai selain Kyai Mojo dan Kyai Singomanjat, yang berperan sebagai Manggala Setya, seperti Kyai Singoprono, Kyai Singolodra, Kyai Singomangkoro, Kyai Singomanggolo, Kyai Singodipo dan Kyai Singoyudo. Barisan Kyai yang memperoleh sebutan Singo tsb diatas, menggambarkan singa hutan yang tidak takut siapapun dan siap bertarung sampai ajal, artinya musuh harus menemui ajal, kalau tidak dirinya siap menerima ajal.
    · Pasukan Manggala Putri yang pantang mundur, selain RA Sumirah dan RA Kusriyah yang telah disebut diatas, mereka adalah RA Akhadiyah, RA Marwiyah, RA Marfungah dan RA Murtinah. Fakta membuktikan bahwa sesungguhnya barisan Raden Ajeng inilah yang menginspirasi RA Kartini dalam perjuangan melawan Belanda melalui tulisan. Justru inilah yang membuat Kartini bersedih mengapa tidak sempat berjuang fisik seperti Eyang Eyang Putrinya tersebut diatas.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Lanjutan :
    Jelas bahwa tidak mungkin sedemikian besar dukungan SDM disegala lapisan rakyat hingga ditingkat Elite, apabila tidak atas prakarsa PB VI sebagai penguasa waktu itu. Dari barisan ini saja sudah tidak meragukan lagi kesungguhan PB VI dalam upaya mengusir penjajah sampai rela mengerahkan kerabat putri putri cantik menyabung nyawa dimedan laga!
    Dukungan spiritual tidak dapat diabaikan karena beliau sering bertapa memohon kepada Tuhan untuk keberhasilan perjuangan, sesuai dengan sebutan beliau yaitu Pangeran Bangun Tapa.
    Belanda telah menghabiskan lebih dari 20 juta gulden dan 15.000 tentaranya tewas, yang membuat pemerintahannya didaratan Eropa mengalami kegoncangan. Sehingga Belgia dan Luxemburg sebagai negara bagian, mengambil kesempatan mengadakan pergolakan, hingga pada akhirnya pada tahun 1830 memisahkan diri dari Belanda hingga sekarang. Untuk memberikan gambaran berapa banyak 20 juta gulden itu, dapat dibandingkan dengan biaya sebesar 50.000 gulden untuk memugar candi Borobudur waktu itu. Jadi 20 juta gulden setara dengan biaya untuk memugar 400 candi Borobudur! Dari jumlah tentara Belanda yang tewas, 15.000 jiwa adalah angka yang berlipat kali lebih besar dari keberhasilan para pejuang yang lain dalam menewaskan tentara musuh. Perlawanan Sultan Agung sekalipun, tidak sampai menewaskan sepuluh ribu tentara Belanda.
    Ketika itu kemenangan mutlak sudah diambang pintu. Belanda sudah bangkrut, sedang perbekalan dan tambahan kekuatan dari Susuhunan Pakubuwono VI untuk pasukan Pangeran Diponegoro mengalir terus, tersebar keseluruh medan laga di daerah Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Banyumas, Pati hingga ke Jawa Timur. Niscaya apabila tidak ada pengkhianatan, beberapa tahun kemudian Belanda sudah terusir dari bumi Pertiwi.
    E. PENGKHIANATAN.
    Namun tibalah saatnya kelicikan Belanda berulang kembali, seperti didalam perang ini. Diawali dengan persekongkolan Belanda dengan Pangeran Purboyo (Adik PB V) yang memang ingin menjadi raja. Dia ini yang membocorkan strategi dan rahasia perjuangan serta menghambat segala bantuan dari kraton untuk pasukan dimedan laga. Sejak itu perlawanan mulai melemah karena dengan cepat Belanda dapat mengetahui rahasia dan posisi kekuatan perjuangan, untuk satu persatu ditaklukkan dan dipecah belah. Pada gilirannya, lagi lagi berdasarkan informasi dari Pangeran Purboyo, malam hari tanggal 5 Juni tahun 1830 terjadi penangkapan terhadap Pakubuwono VI di Mancingan (pantai selatan Yogjakarta) sepulang dari upaya untuk membangkitkan kembali perlawanan pasca tertangkapnya Pangeran Diponegoro tanggal 28 Maret 1830. Beliau dengan masih berpakaian penyamaran sebagai orang biasa langsung dibawa ke Semarang dan selanjutnya diasingkan ke Pulau Ambon.
    Sebagai hadiah dari Belanda, Pangeran Purboyo dinobatkan menjadi Paku Buwono VII.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Lanjutan :
    F. BERJUANG TERUS DIPENGASINGAN.
    Yang mengagumkan ternyata perjuangan PB VI tidak terhenti di tempat pengasingan sebagaimana raja raja yang telah dibuang. Beliau masih terus mengobarkan perlawanan dengan berjuang ditempat yang baru bersama-sama dengan para pemimpin pergerakan di Maluku, antara lain dengan Sultan Ternate dan keturunan Sultan Palembang, Mahmud Badarudin, yang dibuang di Ternate serta dibantu masyarakat Cina yang dikoordinir nona Kowi (anak Kwe Ko Hing).
    Ternyata tempat pengasingan Pangeran Diponegoro di Manado masih terlalu dekat dengan Ambon, terbukti dengan masih berlanjutnya komunikasi perjuangan diantara keduanya. Pada akhirnya Pangeran Diponegoro dijauhkan lagi dari Ambon dengan ditempatkan di Ujung Pandang.
    Perlawanan yang tiada hentinya dari Pakubuwono VI membuat Belanda kehilangan akal, sehingga pada hari Minggu Pon tgl 3 Juni thn 1849 Susuhunan ditangkap kembali oleh Belanda. Selanjutnya esok harinya jam 5.00 pagi, dieksekusi oleh regu tembak dengan senjata Baker Rifle yang diantaranya mengenai kepala tepat diatas mata kanan. Ini adalah pelanggaran Undang Undang Internasional yang disusun di Geneva yang berlaku terhadap Negara Penjajah yang isinya tidak boleh membunuh Raja di wilayah Jajahan. Mengapa Belanda nekat dan berani membunuh seorang Raja, sebagai bukti betapa heroiknya Susuhunan tetap mengadakan perlawanan meskipun sudah ditempat pembuangan. Tidak seperti raja raja lain (yang juga diangkat sebagai pahlawan) ditempat pembuangan tinggal duduk manis disediakan segala kesenangannya oleh Belanda asal tidak lagi melakukan perlawanan. Sebenarnya diawal masa pembuangan Susuhunan dicukupi juga segala kesenangannya oleh Belanda, tetapi sama sekali tidak terpengaruh. Kalau hanya untuk kesenangan duniawi dan apabila beliau berkenan, sudah dari dulu diawal menjadi raja apapun bisa didapatkan, tidak perlu mengadakan perlawanan terhadap penjajah.
    Dikisahkan waktu itu diawal pengasingan, Susuhunan merasakan keprihatinan yang amat mendalam akibat kegagalan perjuangan. Sebagai Seorang Pertapa Agung, kesedihannya menimbulkan iklim buruk bagi serdadu Belanda sehingga yang sakit pagi sore mati, yang sakit sore pagi mati. Penguasa Belanda menjadi kalang kabut berupaya agar Susuhunan tidak berlanjut dalam kesedihan, mencari informasi ke Keraton Surakarta apa yang paling disukainya. Maka diserahkanlah kesukaannya yaitu kuda balap hitam besar dan sangat tampan yang didatangkan dari Eropa. Tetapi balik kuda inilah yang dipakai Susuhunan untuk melanjutkan perjuangan.
    Sebagai layaknya raja raja besar yang gemar bertapa dan memiliki kawaskitan, maka sebelum dieksekusi beliau sempat berwasiat mengingatkan Belanda : "Hai penjajah, tunggulah 100 tahun lagi, tiga generasi dari keturunanku akan mengusir kalian dari Bumi Pertiwi ini".
    Terbuktilah wasiat ini dengan tersingkirnya secara de facto seluruh aparat Belanda pada tahun 1949, melalui perjuangan bangsa Indonesia dibawah pimpinan Ir.Soekarno.
    G. SEKILAS ANALISA
    Sungguh luar biasa keluhuran jiwa Susuhunan PB VI sebagai patriot bangsa yang dengan ikhlas mengorbankan jiwa raganya. Beliau berjuang betul betul tanpa pamrih; tidak juga meskipun hanya untuk mendapatkan nama baik. Terbukti dengan posisinya yang secara diam diam berada dibelakang layar, sehingga tidak perlu diketahui oleh siapapun.
    Pada zaman itu, para raja dan para petinggi Kraton banyak yang mencari selamat dan mengikut arus saja. Terbukti dengan Kesultanan Yogyakarta, Mangkunegaran dan Paku Alaman, membantu Belanda dengan mengerahkan laskar memerangi para Pejuang.
    Sesungguhnyalah yang disebut dengan pasukan Pangeran Diponegoro, sebenarnya adalah prajurit Kasunanan juga yang tersebar dipulau Jawa, yang diperintah oleh rajanya melalui para Bupati, untuk membantu Pangeran Diponegoro. Inilah yang membuat Belanda keheran heranan, mengapa pasukan Pangeran Diponegoro demikian banyak, kuat dan tidak ada habis habisnya. Sedang pasukan Belanda sudah habis habisan, termasuk kehabisan akal sehat, hingga akhirnya bersekongkol dengan Pangeran Purbaya. Alasan ini jugalah kenapa pihak kraton tidak mengungkap sejarah yang sebenarnya terjadi, karena pengkhianatan itu dilakukan oleh kerabat kraton itu sendiri yang kemudian mendapat hadiah dari Belanda menjadi Pakubuwono VII. Sesungguhnya para pembesar kraton sama sekali tidak menyukai pengkhianatan ini, terbukti dengan setelah meninggalnya PB VII tidak digantikan oleh keturunannya, tetapi oleh adiknya sebagai PB VIII, sambil menunggu putra PB VI, BRM Duksino, yang oleh para Sesepuh Kerabat kraton disepakati menjadi PB IX. Dari sini tiba saatnya untuk mengungkap hubungannya dengan Bung Karno.
    Pengganti PB IX adalah putra mahkota yang bernama BRM Kusno (lahir tgl 29 Nop 1866), yang kemudian menjadi PB X (th 1893 s/d 1939) dengan sebutan Pangeran Hingkang Wicaksana. Sebagai cucunda PB VI, faham akan perjuangan Eyang Dalem yang dengan gigih melawan penjajah, yang harus dilanjutkan oleh 3 generasi sesudah PB VI, yang berarti putra PB X lah yang akan mengusir Belanda di tahun 1949, yaitu 100 th kemudian setelah PB VI dieksekusi di th 1849. Sebagai Raja yang bijaksana dan uninga sakdurunge winarah (mengetahui sebelum terjadi), pada th 1900 beliau mengambil garwa ampil seorang putri raja Buleleng yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Ketika mulai mengandung Sang Isteri diungsikan ke Surabaya dengan didampingi seorang abdi dalem kinasih yang bernama R. Sukemi, yang selanjutnya menggantikan sebagai suami Sang Putri. PB X mengetahui bahwa putranya yang akan lahir inilah yang dimaksud oleh Eyang Dalem PB VI yang akan memerdekakan bangsa ditahun 1949. Tetapi perjuangannya tidak lagi didalam keraton, karena disamping kehidupan kraton sangat diawasi Belanda, juga karena perlawanan terhadap Belanda sejak era pasca PB VI sudah berada diluar keraton. Betul, ditahun 1901 lahirlah Sang Fajar yang diberi nama Kusno, yaitu nama beliau sendiri ketika masih muda. Kusno inilah setelah dewasa bernama Sukarno yang berhasil memimpin bangsa ini mengusir Belanda secara de facto ditahun 1949, yang kemudian menjadi presiden RI yang pertama.
    Meskipun Susuhunan Pakubuwono VI bersama Pangeran Diponegoro belum berhasil mengusir penjajah, namun pengaruh Perang Jawa telah berhasil menginspirasi dan membangkitkan semangat perjuangan masyarakat luas di luar kraton pada generasi berikutnya. Dapat dikatakan sebagai peralihan dari perjuangan yang bersumber pada Kraton (Raja) ke perjuangan yang bersumber pada Tanah Air (Rakyat). Diawali dengan tumbuhnya pergerakan pergerakan sosial, seperti gerakan melawan pemerasan, gerakan ratu adil, gerakan samin dan gerakan keagamaan, hingga pergerakan pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Indische Partij dan Gerakan Pemuda. Semuanya merupakan bibit perjuangan yang dilahirkan oleh kepeloporan Pakubuwono VI dan Pangeran Diponegoro, hingga berhasil mengusir penjajah Belanda secara keseluruhan tepat pada tahun 1949.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Tag : mas Theo Rustanto
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Coba perhatikan silsilah di atas mas Theo Rustanto....
    Ada nama Raden Ajeng Mursilah .....
    • Balas
    • Bagikan
    Theo Rustanto
    Sono Puspahadi ah ya maaf kelewat saya,thx mas
    • Balas
    • Bagikan
    Kristanto Susilo
    Sono Puspahadi, sejarah tsb baru kali ini sy ketahui. Matur nuwun sdh berkenan berbagi, salam budaya 🙏
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Sami-sami , pak
    Rahayu .... 🙂
    • Balas
    • Lihat Terjemahan
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Ini punden krendowahono
    Keterangan foto tidak tersedia.
    • Balas
    • Bagikan
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Watu Gilang tempat Sinuhun Paku Buwono Vl bertapa ..
    Watu Gilang Selakanda Waru Binangun .....
    Keterangan foto tidak tersedia.
    • Balas
    • Bagikan
    • Diedit
    Sono Puspahadi
    Pembuat
    Admin
    Kanjeng Susuhunan Pakubowono VI.
    Pada Kamis Legi 9 Sura 1751 Saka/1824 Masehi, dikisahkan ia berburu kijang ke hutan Krendawahono. Hingga sore hari, belum juga ada berita tentang keadaann sinuhunnya.
    Padahal seharian berada di dalam hutan yang dikenal wingit dan angker itu. Bahkan hingga malam harinya belum da kabar, hingga diberitakan hilang ditelan belantara Krendawahono. Kabar menyedihkan itu sampai juga ke pihak Belanda.
    Bahkan Residen saat itu, juga merasa kaget.
    Di tengah hutan Krendawahono, terdapat sebuah batu besar. Di atas batu besar itulah Sinuhun Paku Buwono VI sedang duduk bersila.
    Di hadapan beliau, duduk bersila pula Pangeran Diponegoro. Di sebelah kanan Pangeran Diponegara, duduk Kyai Mojo. Sedang di sebelah kiri, duduk Raden Ajeng Sumirah.
    Malam itu, Banguntapa sedang memberi petunjuk kepada Diponegoro, pamannya, tentang cara-cara mengusir penjajah Belanda. Rampung memberikan petunjuk, ia memberi berkah kepada Diponegoro, sebuah saka Keraton Surakarta berupa keris Kyai Sandanglawe. Kepada Raden Ajeng Sumirah, istri Diponegoro, ia memberi pelana kuda Kyai Sabukangin lengkap dengan cemeti Kyai Janur.
    Juga diserahkan tombak Kyai Tundungmungsuh. Selesai memberikan senjata itu, ia mengajak Diponegoro, Kyai Mojo dan Raden Ajeng Sumirah menuju sebelah timur, ke bawah pohon beringin putih.
    Di bawah pohon ini Sinuhun Bangutapa bersila lagi di hadapan ketiga priyagung yang juga khusyuk bersila.
    Di tempat itu, ia menyerahkan lima batang anak panah bernama Kyai Sirwindo yang ditempatkan dalam kantung bernama Kyai Karumbo. Sinuhun Banguntapa menjelaskan, ketika akan menggunakan panah tersebut terlebih dulu diawali dengan mengucapkan santiswara: “Ingsun keplasake Kyai Sirwindo, nuncepo gundhule Walanda kang hambeg kumawoso.” Artinya : Kulepaskan Kyai Sirwindo, tusuklah kepala Belanda yang angkuh merasa berkuasa.”
    Kemudian pasukan Diponegoro diberi nama Barisan Bulkiyo olehnya. Selesai pertemuan itu, mereka tidak segera pulang dan diteruskan dengan sarasehan semalam suntuk di bawah pohon beringin putih.
    Belanda tidak mengetahui pertemuan itu, karena memang sengaja disebar khabar Sinuhun Banguntapa tersesat di dalam hutan Krendawahono.
    • Balas
    • Bagikan
    • Diedit
    Kristanto Susilo
    Sono Puspahadi , wah sangsaya tambah pangertosan kula mas. Matur nuwun 🙏
    • Balas
    • Lihat Terjemahan
    • Bagikan
    Kristanto Susilo
    Menika kala wau kula iseng nuweni serat tilaran. Cocok saestu.
    Punapa Banguntapan menika ugi tetenger pepanggenan rikala Sinuhun Banguntapa lampah tapa? Mtr nwn 🙏
    Keterangan foto tidak tersedia.
    • Balas
    • Lihat Terjemahan
    • Bagikan
    Albi Abdulrahman
    wah..baru tahu..beda dg yg umum
    • Balas
    • Bagikan
    Said Maz Bedjo
    kasan besari guru mursyid satariyah bukan kang
  • Balas
  • Bagikan

No comments:

Post a Comment